‘Sebenarnya ada apaIntan, tiba-tiba kau menelponku seakan ada sesuatu yang mendesak’, aku bertanya sembari merangkul tangannya. Seraya menatap lamat-lamat Intan yang masih berisak.
‘Ada sesuatu yang harus aku smapaikan, namun aku tidak sanggup menyampaikannya’.
Setelah menyampaikan perkataan itu, Intan lalu meledakkan tangisnya, memecahkan suasana gubuk yang penuh keheningan dan tanda tanya. ‘Apa yang hendakIntan sampaikan, hingga kekasihku ini terus bersedih sedari tadi’. Aku bingung dalam desah tanyaku.
‘Apa yang membuatmu sedih seperti iniIntan’.
‘Papaku’… setelah menyebut kata itu, suara tangis Intan semakin menguasai gubuk.
‘Kenapa papamu’.
Aku masih bertanya, dan tak sabar menunggu jawaban dari Intan atas pertayaanku. Semakin dia bersedih, aku semakin penasaran, sebenarnya apa yang papa Inta sampaikan pada kekasihku ini hingga dia bersedih tanpa henti—kesedihan yang tak kunjung surut.
Sementara itu, aku yang sedari tadi menggenggam tangan Intan, lantas memeluknya dengan penuh kasih. Lalu menenangkannya.
‘Apa yang papamu samapaikan sayang, sampai membuatmu terus bersedih seperti ini’. Aku mengulangi pertayaanku yang sebelummnya sudah ku tanyakan.
‘Aku bingung Adi, harus memulainya dari mana’ Ucap Intan dalam kesedihan.
Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan sementara diriku hanya bisa menenangkannya agar dia mau memulai pembicaraannya.