Pemimpin Revolusi Kuba Fidel Castro dalam tulisan refleksinya tertanggal 16 Juni 2010 berjudul "Konflik Yang Tak Terhindarkan" menyorot eskalasi ancaman perang di Iran dan Semenanjung Korea ditengah hiruk pikuk Piala Dunia.
Fidel Castro memulai refleksi terbarunya dengan menyatakan bahwa tragedi yang akan segera terjadi ini merupakan akibat dari kebijakan Amerika Serikat yang telah dijalankan selama dua ratus tahun.
"Unsur-unsur dasar dari masa depan yang sangat dekat ini telah dilepaskan dan tak bisa lagi ditarik kembali."
Sebelum merinci lebih jauh ia mengomentari Piala Dunia di Afrika Selatan yang menurutnya telah menangkap perhatian umum, sampai-sampai "hampir tidak ada waktu bernafas selama enam jam siaran langsung TV di hampir seluruh negeri di dunia."
Meskipun pemimpin Kuba tersebut menyadari tidak banyak mengetahui tentang sepakbola, ia berani memprediksi bahwa pemenang Piala Dunia adalah salah satu dari Argentina, Brasil, Jerman, Inggris atau Spanyol.
Walau demikian, salah satu tokoh revolusioner terbesar itu menyanjung Maradona dan Messi yang menurutnya berjasa menunjukan kepadanya bahwa sepakbola bukan sekedar "orang-orang yang berlarian di lapangan luas dari satu garis gawang ke garis gawang lainnya," sebagaimana yang dipahami oleh Fidel sebelumnya.
Setelah membandingkan peraturan sepakbola dengan peraturan olah-raga yang digemarinya, yakni baseball, Fidel menyanjung tim voli Kuba yang dalam Liga Dunia kali ini belum terkalahkan, meskipun berisikan pemain-pemain muda.
Ia menyayangkan bahwa keceriaan dalam bidang olahraga bertolak belakang dengan situasi politik yang penuh ancaman, termasuk dari tenggelamnya kapal perang Korea Selatan, Cheonan pada 26 Maret lalu.
"Pemerintah Korea Selatan memerintahkan investigasi untuk menentukan apakah itu disebabkan ledakan internal atau eksternal. Ketika dikonfirmasikan bahwa itu merupakan ledakan eksternal, Pyongyang dituduh telah menenggelamkan kapal itu." tulis Fidel.
"Korea Utara hanya memiliki torpedo buatan Soviet yang modelnya tua. Dengan tidak adanya unsur lain kecuali logika sederhana, maka tak ada sebab lain yang dapat dipikirkan.
"Sebagai langkah pertama, Maret lalu pemerintahan Korea Selatan memerintahkan diaktifkannya propaganda melalui pengeras suara di 11 titik sepanjang perbatasan demiliterisasi bersama yang memisahkan dua Korea.
"Kemudian komando tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) menyatakan akan menghancurkan pengeras-pengeras suara pada saat mereka dinyalakan."
Hingga saat ini, Korea Selatan dan RDRK masih berada dalam status gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea pada 1953. Tidak ada pihak yang bisa mengklaim kemenangan.
"Pemerintahan Korea Selatan tak dapat membayangkan bahwa sekutu terdekatnya, Amerika Serikat, telah menempatkan ranjau di bawah Cheonan, sebagaimana dilaporkan oleh sebuah artikel yang ditandatangani oleh wartawan investigatif, Wayne Madsen, dan dipublikasikan di Global Research pada 1 Juni 2010, yang menawarkan penjelasan yang koheren terhadap peristiwa itu. Ia didasarkan pada kenyataan bahwa Korea Utara tidak memiliki roket atau instrumen yang mampu menenggelamkan Cheonan tanpa terdeteksi oleh perangkat canggih kapal tersebut."
"Korea Utara dituduh melakukan sesuatu yang tak dilakukannya, yang menentukan perjalanan darurat Kim Jong Il ke Tiongkok menggunakan kereta berlapis baja.
"Dengan begitu cepatnya peristiwa ini berkembang, pemerintahan Korea Selatan tidak pernah hingga sekarang memberikan ruang bagi kemungkinan penyebab lainnya." tegas Fidel.
Fidel menegaskan bahwa pemerintahan AS terbiasa bertindak menurut skenarionya sendiri, tanpa mempertimbangkan alternatif lain.
"Karena terbiasa menerapkan rencananya dengan paksa, kehendaknya adalah agar Israel menggunakan menggunakan pesawat termodern dan persenjataan canggih yang dengan sembarangan dipasok oleh para adidaya untuk menyerang fasilitas produksi pengayaan uranium Iran. AS menyarankan Israel, yang tak berbatasan dengan Iran, untuk meminta ijin Arab Saudi untuk dibolehkan melakukan penerbangan panjang melalui koridor udara mereka sehingga sangat memperpendek jarak antara titik keberangkatan pesawat tempur dan targetnya.
"Menurut rencana itu -- yang sebagian telah diungkap oleh Intelejen Israel -- bergelombang-gelombang pesawat akan satu-persatu menyerang memukul target.
"Sabtu lalu, 12 Juni, pers utama di Barat memuat berita tentang koridor udara yang diberikan Arab Saudi ke Israel menyusul kesepakatan dengan Pemerintahan AS, tujuannya adalah untuk melakukan latihan dengan pesawat bomber Israel untuk menyerang Iran secara mendadak, latihan ini telah dilaksanakan di wilayah udara Saudi.
"Juru bicara Israel tak menyangkal apa pun. Mereka hanya menyatakan bahwa Arab Saudi lebih takut terhadap pengembangan nuklir Iran dibandingkan Israel.
"Pada 13 Juni, ketika suratkabar London Times mempublikasikan informasi sumber intelejen yang mengonfirmasi bahwa Arab Saudi telah melakukan kesepakatan secara publik untuk mengijinkan Israel menggunakan wilayah koridor udaranya untuk menyerang Iran, Presiden Ahmadinejad menyatakan -- saat ia menerima utusan duta besar Saudi yang baru di Teheran, Muhammad bin Abbas al Kalabi -- bahwa ada banyak musuh yang tidak menghendaki semakin eratnya hubungan antara kedua negeri, '...tapi bila Iran dan Arab Saudi tetap bergandengan tangan, musuh-musuh itu akan berhenti melanjutkan agresinya...'" demikian Fidel mengutip perkataan Ahmadinejad.
"Menurut pandangan saya," lanjut Fidel, "dari sudut pandang Iran, pernyataan tersebut bisa dibenarkan; apa pun alasan dibaliknya. Mungkin, ia tidak ingin menyinggung perasaan tetangga Arabnya."
Fidel tak lupa menambahkan sudut pandang AS yang mendukung penyerangan itu.
"Kaum Yankee tidak berkata apa pun, yang mencerminkan kehendak kuat mereka untuk menyingkirkan pemerintahan nasionalis di Iran."
Akhirnya, Fidel mengajak pembacanya untuk berwaspada dan memperhatikan ancaman-ancaman internasional ini.
"Sekarang kita harus menanyakan kapan Dewan Keamanan akan menganalisa tenggelamnya Cheonan, yang menjadi kapal andalan Angkatan Laut Korea Selatan; apa yang akan dilakukannya ketika pemicu dilepaskan di semenanjung Korea; apakah benar bahwa Arab Saudi, sejalan dengan pemerintahan AS, mengijinkan koridor udara mereka untuk penyerangan bergelombang bomber-bomber modern Israel terhadap fasilitas Iran, sehingga menciptakan kemungkinan penggunaan senjata nuklir yang dipasok oleh Amerika Serikat?
"Laporan-laporan jahanam ini meluncur sedikit demi sedikit di antara pertandingan Sepakbola Piala Dunia, agar tak ada yang memperhatikan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H