"Kemudian komando tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) menyatakan akan menghancurkan pengeras-pengeras suara pada saat mereka dinyalakan."
Hingga saat ini, Korea Selatan dan RDRK masih berada dalam status gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea pada 1953. Tidak ada pihak yang bisa mengklaim kemenangan.
"Pemerintahan Korea Selatan tak dapat membayangkan bahwa sekutu terdekatnya, Amerika Serikat, telah menempatkan ranjau di bawah Cheonan, sebagaimana dilaporkan oleh sebuah artikel yang ditandatangani oleh wartawan investigatif, Wayne Madsen, dan dipublikasikan di Global Research pada 1 Juni 2010, yang menawarkan penjelasan yang koheren terhadap peristiwa itu. Ia didasarkan pada kenyataan bahwa Korea Utara tidak memiliki roket atau instrumen yang mampu menenggelamkan Cheonan tanpa terdeteksi oleh perangkat canggih kapal tersebut."
"Korea Utara dituduh melakukan sesuatu yang tak dilakukannya, yang menentukan perjalanan darurat Kim Jong Il ke Tiongkok menggunakan kereta berlapis baja.
"Dengan begitu cepatnya peristiwa ini berkembang, pemerintahan Korea Selatan tidak pernah hingga sekarang memberikan ruang bagi kemungkinan penyebab lainnya." tegas Fidel.
Fidel menegaskan bahwa pemerintahan AS terbiasa bertindak menurut skenarionya sendiri, tanpa mempertimbangkan alternatif lain.
"Karena terbiasa menerapkan rencananya dengan paksa, kehendaknya adalah agar Israel menggunakan menggunakan pesawat termodern dan persenjataan canggih yang dengan sembarangan dipasok oleh para adidaya untuk menyerang fasilitas produksi pengayaan uranium Iran. AS menyarankan Israel, yang tak berbatasan dengan Iran, untuk meminta ijin Arab Saudi untuk dibolehkan melakukan penerbangan panjang melalui koridor udara mereka sehingga sangat memperpendek jarak antara titik keberangkatan pesawat tempur dan targetnya.
"Menurut rencana itu -- yang sebagian telah diungkap oleh Intelejen Israel -- bergelombang-gelombang pesawat akan satu-persatu menyerang memukul target.
"Sabtu lalu, 12 Juni, pers utama di Barat memuat berita tentang koridor udara yang diberikan Arab Saudi ke Israel menyusul kesepakatan dengan Pemerintahan AS, tujuannya adalah untuk melakukan latihan dengan pesawat bomber Israel untuk menyerang Iran secara mendadak, latihan ini telah dilaksanakan di wilayah udara Saudi.
"Juru bicara Israel tak menyangkal apa pun. Mereka hanya menyatakan bahwa Arab Saudi lebih takut terhadap pengembangan nuklir Iran dibandingkan Israel.
"Pada 13 Juni, ketika suratkabar London Times mempublikasikan informasi sumber intelejen yang mengonfirmasi bahwa Arab Saudi telah melakukan kesepakatan secara publik untuk mengijinkan Israel menggunakan wilayah koridor udaranya untuk menyerang Iran, Presiden Ahmadinejad menyatakan -- saat ia menerima utusan duta besar Saudi yang baru di Teheran, Muhammad bin Abbas al Kalabi -- bahwa ada banyak musuh yang tidak menghendaki semakin eratnya hubungan antara kedua negeri, '...tapi bila Iran dan Arab Saudi tetap bergandengan tangan, musuh-musuh itu akan berhenti melanjutkan agresinya...'" demikian Fidel mengutip perkataan Ahmadinejad.