Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Ruwat Rawat Tuk Sikopyah Sang Pembawa Berkah

22 Mei 2024   04:12 Diperbarui: 22 Mei 2024   04:26 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkaian acara Ruwat Rawat Sikopyah, dikemas dalam Festival Gunung Slamet (dok. DinporaparPurbalingga.go.id)

Ponsel yang tergeletak di meja sepersekian menit bergetar. Tak nampak nama penelpon muncul di layar ponsel. Pemilik ponsel pun sedikit ragu, meski akhirnya simbol berwarna hijau diusapnya  mengakhiri getarannya seraya terdengar suara.

"Selamat pagi mbak, saya dengan Bagus Sajiwo mahasiswa Ilmu Budaya adik angkatan jauh mbak Mitha" 

"Maaf mengganggu waktunya sebentar, kami bermaksud menyampaikan undangan"

"Undangan apa ya dik?" jawab perempuan yang sudah lebih dari sepuluh tahun meninggalkan bangku kuliah

"Kami bermaksud mengundang mbak Mitha untuk memberikan penyuluhan kesehatan  bagi Ibu-ibu di KKN Posdaya Desa Lembah Asri"

"kami berharap mbak Mitha bisa hadir sembari melihat ruwatan Sikopyah"

Dua kata terakhir yang diucap bak mantra yang seketika mampu membuat perempuan bernama Mitha langsung mengiyakan.

"Kapan itu dik? mohon dikirimkan info lengkapnya ya, saya pasti datang"

"baik Mbak, akan kami kirim jadwal dan proposal KKN  melalui WA, terima kasih banyak ya mbak" 

klik..sambungan terputus.

Ruwat Sikopyah, sejatinya bukanlah mantra melainkan kearifan lokal sumber inspirasi luar biasa bagi siapa saja yang menyelami falsafah  hidup yang terkandung di dalamnya. Ingatan Mitha melesat ke zaman dimana ia kali pertama merasakan sejuknya air pegunungan di Kaki Gunung Slamet. Momentum KKN di desa yang terkenal sebagai lumbung strawbery di kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga membuatnya enggan kembali ke lingkungan kampus. 

Betah dan tak ingin beranjak meninggalkan desa Lembah Asri. Sayangnya ia tak berjodoh dengan jejaka asli sana. Siapa yang tidak betah berada di tengah hamparan luas pemandangan alam nan indah ?. Lembah dengan udara sejuk dikelilingi bukit hijau  menjulang. Warga desa begitu ramah menerima mereka yang datang dari luar. Meski dengan logat yang medok lagi ngapak, namun justru itulah yang menambah suasana hangat saat bisa berada di tengah warga desa Lembah Asri.

Terkenang saat pagi datang di desa yang berselimut kabut. Kami, mahasiswa KKN menutup rapat kepala hingga bagian telinga dengan topi kupluk. Tak lupa mengenakan kaos kaki. Kaos berlapis dan jaket tebal menjadi out fit nyaman. Semua jalan berbaris menuju  pawon  dengan tungku tradisional yang terbuat dari tanah liat. 

Kami berebut dingklik agar bisa duduk, yang tidak kebagian harus rela berjongkok mengelilingi tungku dengan bara api dari ranting pohon dan batang bambu yang sudah dibelah. Jika bara api dalam luweng meredup, kami meniup semprong  bambu berluang kali sehingga bara api kembali menyala. Sungguh terasa hangat sembari menunggu air mendidih untuk membuah teh tubruk  atau kopi gula nira. 

Saat itu salah satu program kerja KKN kelompok kami adalah pipanisasi sebagai upaya mengalirkan air dari salah satu sumber mata air ke tempat penampungan air desa. Meski sudah terpasang pipa,namun  berukuran kecil dan termakan usia, sehingga aliran air teramat kecil. Maka menambah jalur aliran air dengan sambungan pipa baru yang berukuran lebih besar tentunya akan membantu tempat penampungan air di desa bisa lebih cepat terisi.

Apa kabar pak Lurah dan Bu Lurah beserta mas Seno, anaknya yang kerap kami sebut gondes akibat rambut panjangnya? Aahh, kangen mencecap cimplung buatan Yu Tuniroh eh Tumiroh. Duh kebun strawbery apa berbuah sepanjang tahun ya?. Rasanya ingin lekas kembali kesana.  Satu persatu kenangan akan desa lokasi KKN dulu menjelma menjadi lamunan.

Getar ponsel kembali terdengar membuyarkan lamunan Mitha. Buru-buru ia menerima panggilan itu dan langsung berbincang penuh rasa penasaran.

"Oke dik, saya pastikan akan datang"

"Eh, kalo bisa diatur tanggalnya agar berbarengan dengan acara ruwat sikopyah ya dik" begitu pemintaan khusus disebut.

"Sudah kami sesuaikan jadwalnya kok Mbak"

"penyuluhan dilakukan Sabtu sore, malamnya mbak bisa sharing pengalaman dengan peserta KKN"

"Nah, Minggu pagi acara ruwat akan berlangsung, biasanya hingga siang menjelang sore"

"tapi maaf mbak, kami hanya menyediakan akomodasi berupa kamar sederhana di rumah pak Carik" informasi lengkap terdengar dari si mahasiswa.

"Wah, itu sudah lebih dari cukup, nanti saya bawakan juga beberapa kardus biskuit untuk ibu hamil dan menyusui dari program Kemenkes ya"

"Terima kasih banyak Mbak, kami tunggu kedatangannya ya"

Agenda berkunjung ke lokasi KKN Posdaya adik angkatan dari almamater Universitas tempat kuliah dulu, membuat Mitha mengenang   kawan-kawan satu tim KKNnya dulu.

Sari dan Anggi si Anak Jakarta sudah jadi PNS Kementerian. Cipto , Budi dan Suryo  menjadi pengusaha UMKM di daerah asalnya. Priyanto kabarnya mendapat beasiswa melanjutkan studi magister di luar negeri. Sembari geleng-geleng kepala Mitha merasa kenapa hanya dia yang masih memiliki waktu luang kesana kemari untuk urusan sosial kemasyarakatan?. Helaan nafas panjang disertai senyuman menjadi sebuah cara untuk tetap  bersyukur dengan keadaan. Kapan lagi bisa berkunjung ke lokasi KKN sembari rendevous  mengenang jejak kecintaan terhadap budaya masyarakat lokal pedesaan?. 

Kendati waktu masih tujuh hari kedepan, Mitha bergegas mempersiapkan tas ransel andalan beserta daftar barang bawaan sebagai sebentuk persiapan awal. Tiga  hari  menjelang hari dan tanggal undangan ke lokasi KKN. Ponsel Mitha  kembali menerima panggilan dari mahasiswa peserta KKN untuk sekedar mengingatkan. Dalam hati Mitha memuji kesigapan mahasiswa KKN ini. 

Siang itu Mitha pun berkemas. Entah kenapa dorongan untuk lekas berada di lokasi KKN begitu kuat.  Akhirnya dia pun sengaja datang lebih cepat dari jadwal pelaksanaan kegiatan yang diberikan. Sembari menikmati perjalanan dari kawasan Pantura melintas kawasan Pemalang hingga ke jalur selatan melewati Kecamatan Randudongkal - Belik. Tak jauh lagi perbatasan Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Purbalingga itulah Desa Lembah Asri yang berada di Kecamatan Karangreja berada.

Hanya butuh waktu sekitar 3 hingga 4 jam saja dari Kota Laka-Laka menuju ke Karangreja. Waktu tempuhnya hampir sama dengan rute alternatif yang melintas Slawi- Bumiayu-Purwokerto-Purbalingga. Hanya saja jalur yang sengaja di pilih melintas Pemalang-Belik jauh lebih lengang dan menantang dengan beberapa kelokan dan tanjakan yang cukup memacu adrenalin. Terlebih saat tiba di perbatasan Pemalang-Purbalingga melintas hutan pinus dengan hawa dingin kaki Gunung Slamet. Pemandangan yang menakjubkan membentang sepanjang mata memandang.

jalur Pemalang - Purbalingga via Karangreja (Sumber Tribunnews.com)
jalur Pemalang - Purbalingga via Karangreja (Sumber Tribunnews.com)

Senja  di Karangreja, kota kecamatan yang terbilang ramai. Terdapat aneka fasilitas umum diantaranya Puskesmas,Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertamana, hingga Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan. Bahkan anjungan tunai mandiri kerap menjadi jujugan para pelancong menarik uang cash. Terdapat pula penginapan sederhana namun terjaga kebersihannya.  Mitha memilih penginapan yang terletak tak seberapa jauh dari kawasan kantor kecamatan dan polsek. 

Jarak antara pusat kecamatan Karangreja menuju Desa Lembah Asri hanya berkisar 17 menit melintas kawasan wisata gowa lawa. Tak seberapa jauh dari Desa Lembah Asri terdapat posko pendakian Gunung Slamet. Pada bulan tertentu banyak rombongan pendaki atau mahasiwa pecinta alam singgah di Desa Lembah Asri untuk sekedar belanja perbekalan di warung milik warga desa. 

Lebih dari 10 tahun tak melintas kawasan Karangreja, pembangunan kian kentara dan terasa nyata membuat beda dari yang sebelumnya. Umbul-umbul aneka warna dipasang semarak di kanan dan kiri jalan sebagai penanda akan ada hajat masyarakat digelar. Spanduk dan baliho membentang bertuliskan Festival Gunung Slamet yang memuat informasi rangkaian kegiatan termasuk prosesi ruwat rawat tuk Sikopyah. 

Rangkaian acara Ruwat Rawat Sikopyah, dikemas dalam Festival Gunung Slamet (dok. DinporaparPurbalingga.go.id)
Rangkaian acara Ruwat Rawat Sikopyah, dikemas dalam Festival Gunung Slamet (dok. DinporaparPurbalingga.go.id)

Menuruti kata hati untuk berangkat lebih awal agaknya sebuah keputusan yang tepat. Mengingat rangkaian kegiatan akan dimulai besok pagi dengan prosesi pengambilan air tuk Sikopyah yang diarak ke balai desa. Wah, mahasiswa peserta KKN pasti terlibat didalamnya. Mulai dari membantu menyiapkan peralatan berupa kendil, lodong hingga mungkin mereka terlibat secara langsung menjadi pembawa air tuk Sikopyah dalam arak-arakan bersama warga desa.

Malam itu Mitha berinisiatif memberi kabar perihal keberadaanya di Kecamatan Karangreja. Dan benar saja beberapa menit kemudian chat Wa balasan masuk

"Maaf mbak, teman-teman mahasiswa KKN besok pagi terlibat langsung dalam pengambilan air di tuk Sikopyah"

"Mbak tidak keberatan kan jika kami belum bisa menemani?"

Sembari tersenyum, Mitha menuliskan balasan singkat,

"gpp kok, santai saja. kalian fokus dengan tugas prosesi acara saja ya"

Malam begitu cepat berlalu. Kamar penginapan tanpa AC tetap terasa dingin meski selimut membalut. Alarm ponsel berbunyi berulang kali. Jam menunjukkan pukul 04.30. Pun belum terdengar suara adzan subuh dan kokok ayam. Namun Mitha sengaja terjaga, membuka laptop dan menulis jurnal harian tentang perjalanan penuh makna memenuhi undangan mahasiswa KKN yang tengah semangat  45 menjalankan program kerja. 

Melihat secara langsung  rangkaian ruwat tuk Sikopyah yang telah turun temurun dilakukan demi kelangsungan ekosistem alam di lereng Gunung Slamet. Sekaligus nguri-nguri  sumber mata air terbesar yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga baik untuk kebutuhan air bersih maupun irigasi kebun sayur dan buah di beberapa desa di Kecamatan Karangreja.

Matahari belumlah muncul dengan kilau keemasan. Kabut pun masih menutup sebagian jalan. Warga Lembah Asri tengah bersiap lebih awal mengingat prosesi acara dimulai sekitar pukul 06.30 pagi. Dari kaca jendela tampak lalu lalang kendaraan mengarah masuk ke jalan desa Lembah Asri. Tak ingin ketinggalan, Mitha bergegas mencuci muka, mengganti pakaian dan mengenakan sepatu serta menenteng tas ransel berisi aneka perlengkapan.

Sedikit banyak dia paham situasi dan kondisi. Meski dulu zaman dia KKN, ruwatan tuk Sikopyah belumlah seramai sekarang. Prosesnya sederhana dan sangat sakral dimata mahasiswa yang jarang terlibat dalam proses kearifan lokal budaya masyarakat. Sementara yang terlihat sekarang jauh lebih meriah sebab dikemas menjadi festival budaya. Ramah Mitha menyapa warga yang tengah berbondong menaiki kendaraan terbuka.

Sigap Mitha menaiki bagian belakang dan bergabung bersama warga yang hendak mengikuti proses ruwat tuk Sikopyah. Tumpangan kendaraan terbuka semacam ini sudah ada sejak dulu. Warga tak segan untuk memberikan tumpangan gratis dari ataupun yang hendak mengarah masuk ke kawasan pedesaan. Begitulah seni sekaligus sensasi berkendaraan umum di kawasan pedesaan.

Tak berselang lama, rombongan sudah sampai di kawasan pelaksanaan acara. Terlihat tenda besar lagi kokoh terpasang di kawasan rest area. Di halaman masjid tampak sejumlah warga mengenakan baju adat. Warga laki-laki kompak mengenakan baju kain lurik bernuansa coklat hitam lengkap dengan blangkon. Sementara warga perempuan mengenakan kain jarik bernuansa coklat dengan kebaya serta mengenakan caping sebagai penutup kepala. Mereka lah yang bertugas mengambil air dari tuk Sikopyah setelah melalui proses adat yang cukup sakral.

Tiba-tiba tampak sekelompok muda mengenakan pakaian adat mendekat dan menyapa. Ah ternyata mereka adalah mahasiswa peserta KKN. Entah dari mana mereka bisa mengenali sosok Mitha. 

"Wah senangnya KKN sambil nguri-nguri budaya" 

"Iya mbak, tidak semua mahasiswa KKN mendapat kesempatan begini" Jawab salah satunya. 

Belum sempat berbincang banyak, tampak sesepuh desa memberi aba-aba agar warga laki-laki mempersiapkan diri.

Sopan mahasiswa peserta KKN berpamitan untuk melaksanakan tugas di acara ruwat sikopyah sembari berbisik,

"Jangan lupa raup dengan air dari tuk Sikopyah mbak, biar awet muda" sembari berlalu

Aku pun tergelak dan spontan menjawab

"ahahaha, sudah jaman KKN dulu"

Di Halaman masjid desa, warga berbaju adat berbaris rapi. Kaum laki-laki membawa lodong, sementara kaum perempuan membawa nampan berisi aneka sesaji yang terdiri dari hasil bumi, buah-buahan dan ubo rampe lain. Perjalanan menuju tuk Sikopyah cukup membutuhkan tenaga. Berjarak sekitar 2,5 kilometer dari pusat kegiatan di desa melintas bukit dan jalan setapak. 

Diawali dengan doa dari sesepuh desa, iring-iringan warga memulai perjalanan. 40 laki-laki pembawa lodong, 40 perempuan pembawa nampan aneka hasil bumi. Rombongan terdepan dipimpin oleh sesepuh dan perangkat desa , termasuk ulama setempat. kemudian lapis kedua adalah mereka yang membawa gunungan nasi baru disusul rombongan kaum laki-laki dan perempuan.

Sepanjang perjalanan menuju tuk Sikopyah, iring-iringan melantunkan salawat serta puji-pujian berbahasa jawa. Iring-iringan panjang tampak tertib dan sakral bagi mereka yang melihat dari pinggir jalan desa mengarah ke lereng gunung. Sesampainya di lokasi tuk Sikopyah, secara adat sesepuh desa memohon ijin  untuk mengambil air dari tuk Sikopyah dan berdoa sebelum memasukkannya kedalam lodong. Satu persatu bambu dengan diameter dan panjang sedang itu pun terisi air tuk Sikopyah. Siap dibawa oleh semua warga  baik laki-laki maupun perempuan menuju ke Desa Lembah Asri kembali.

Tuk Sikopyah (sumber: Mongabay.co.id)
Tuk Sikopyah (sumber: Mongabay.co.id)

Siapapun yang melihat kearifan lokal ruwat tuk Sikopyah pasti akan takjub. Adakalanya bulu kuduk meremang saat menyelami falsafah sumber mata air yang begitu jernih, sejuk dan mampu menjadi sumber kehidupan masyarakat. Air yang terus mengaliri ruang kehidupan sudah sepatutnya dirawat dan dijaga kemurniannya. Melalui kearifan lokal ruwat rawat tuk sikopyah yang diselenggarakan rutin setahun sekali inilah, warga yang bermukin di Kecamatan Karangreja berupaya agar harmoni alam baik  air, tanah, udara, tumbuhan , hewan dan manusia yang menghuni sekitar tuk Sikopyah senantiasa terjaga.

Ruwat atau yang biasanya dikenal dengan istilah ruwatan dimaksudkan untuk senantiasa memurnikan,menjaga kebersihan dan membuang sesuatu yang menutup kemurnian. Ruwat rawat SiKopyah ini merupakan warisan kearifan lokal yang sudah turun temurun dilaksanakan lintas generasi. Lima tahun terakhir pelaksanaan ruwat rawat tuk Sikopyah memang terkesan lebih meriah dan mampu menjadi daya tarik wisata untuk hadir dan menjadi bagian dari rangkaian acara. Hal itu tidak mengurangi sedikitpun kesakralan yang tetap dipertahankan.

Selepas lodong berisi air dari tuk Sikopyah dibawa kembali ke Lembah Asri. Air dalam lodong tersebut disemayamkan, didiamkan selama dua hari dua malam, pada hari terakhir rangkaian festival Gunung Slamet itulah akan dituang air-air dalam lodong ke wadah besar yang sudah disiapkan. Air tersebut kemudian dibagikan kepada warga ataupuan mereka yang datang. Konon air dari tuk Sikopyah yang sudah melalu proses ruwat memiliki berkah manfaat untuk pertanian, kesehatan hingga kecantikan yang mampu menjaga agar terlihat awet muda.

Siang datang tanpa membuat warga Karangreja terlihat lelah selepas melakukan perjalanan prosesi pengambilan air tuk Sikopyah. Rasa syukur dipanjatkan melalui lantunan doa selepas menyimpan lodong-lodong berisi air tuk Sikopyah. Sore hingga malam sebagian warga akan melakukan kenduren dan tirakatan mendoakan agar tuk Sikopyah mampu menjadi perantara berkah bagi warga.

Sementara besok pagi agenda dilanjutkan dengan penanaman pohon sepanjang lereng bukit menuju tuk Sikopyah. Selain untuk menjaga agar desa tetap sejuk dan asri, penanaman pohon juga sangat bermanfaat untuk menjaga resapan air tanah. Menjadi penyangga agar bukit tidak mudah longsor saat musim hujan tiba.

Wajah Mitha tampak terpukau melihat semua rangkaian acara. Dia membandingkan saat dulu dia KKN masih belum bisa berbuat banyak untuk masyarakat desa. Ada rasa bangga kepada mahasiswa KKN yang mengundangnya, mereka begitu membaur dalam menjalankan kearifan lokal tahuhan di Karangreja.

Sore menjelang, Mitha memilih kembali ke penginapan di pusat kecamatan dengan menumpak mobil coak. Istiahat sejenak untuk persiapan acara melihat langsung penanaman pohon sekaligus mengisi penyuluhan kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui. Tak sabar rasanya berada diantara mahasiswa KKN yang tanggap budaya dan sosial selama mereka berada di desa.

Sabtu berlalu begitu cepat. Pagi itu terlihat mahasiswa KKN sibuk dalam penanaman pohon di sepanjang jalan menuju tuk sikopyah. Mereka bahu membantu dengan warga desa mulai dari menggali lubang, memberi pupuk yang terbuat dari kotoran ternak hingga menyiram tanaman yang baru saja mereka tanam. 

Dan agenda penyuluhan di balai desa pun tiba. Dibantu oleh kader Posyandu, mahasiswa sibuk menimbang ibu yang membawa bayi dan balita. Beberapa kardus biskuis ibu hamil dan balita yang dibawa oleh Mitha terlihat dibagikan dengan tertib oleh mereka. Sebenarnya Mitha bukanlah seorang penyuluh kesehatan. Namun ia kerap melakukan pendampingan kelompok perempuan dan anak yang mengkhususkan pada pemenuhan gizi , serta mengupayakan agar anak-anak mengalami tumbuh kembang yang sempurna. Entah dari mana mahasiswa KKN ini mendapat gagasan untuk melibatkan Mitha dalam program KKN Posdaya mereka. Namun sinergi itulah yang membuat cerita yang berbeda.

Selepas agenda penyuluhan kesehatan ibu dan anak, mahasiswa KKN mengantar Mitha ke rumah Pak Carik.  Malam menuju acara puncak ruwat tuk Sikopyah pada minggu pagi kian semarak dengan adanya Wayang. Ya, ruwat dan wayang terkadang menjadi satu paket budaya dan kearifan lokal bagi sebagian masyarakat Jawa, tak terkecuali di Desa Lembah Asri.

Keramahan keluarga Pak Carik, membuat Mitha lelap tertidur hingga Minggu pagi menjelang. Kokok ayam jantan dan suara aktifitas warga sedari subuh telah terdengar. Hari itu semua warga bersiap untuk berkumpul di lokasi yang telah ditentukan. Akan dituang air tuk sikopyah ke tempat besar yang sudah disiapkan. Setelahkan akan dipanjatkan doa bersama agar sumber mata air Sikopyah terjaga kemurniannya, lestari keberkahannya bagi warga Karangreja.

Bahkan kini dan nanti ruwat rawat tuk Sikopyah menjadi pembawa berkah. Banyak pelancong datang untuk melihat prosesi ruwat tuk si Kopyah , bahkan beberapa diantaranya merupakan turis mancanegara. Itu semua membuat warga Karangreja kian bersyukur. Proses penuangan air tuk Sikopyah dihadiri oleh pejabat Kabupaten, masing-masing menuang air dari lodong dengan penuh syukur, Mulai dari Bupati hingga pejabat muspida lainnya.

Sementara itu Mahasiswa KKN sudah bersiap ikut mengambil bagian menyiapkan wadah ramah lingkungan untuk menyimpan air tuk Sikopyah yang konon punya banyak manfaat. Sementara Mitha lebih memilih mengabadikan proses itu dengan mata kamera. Dalam hati dia berkata, 17 tahun lalu air tuk Sikopyah yang sudah disucikan ia dapat langsung dari tetua adat. 

Hampir senja, ruwat rawat tuk Sikopyah paripurna adanya. Warga bergotong royong membersihkan lokasi acara. Saatnya berpamitan dengan mahasiswa KKN pun tiba. Bagus, Damar, Seruni, Kinanti, Aji, Wening, Banyu,Arum semua menjabat hangat tangan Mitha. Sebuah tas dari anyaman rotan mereka sodorkan. 

"Apa ini?" Mitha berusaha menolak

"Sedikit oleh-oleh mbak, ada air nira, gula jawa, Cimplung, dan air tuk Sikopyah"

"mohon diterima Mbak" kompak mereka mengucap.

"Air nira, Gula Jawa dan Cimplungnya saya bawa"

"Tapi air tuk Sikopyah ini sebaiknya kalian peruntukkan bagi warga desa yang lebih membutuhkan"

"Jangan sampai nanti air tuk Sikopyah justru tereksplotasi oleh orang luar yang manfaatnya belum tentu sama dan sesuai dengan kearifan lokal warga sini"

"Kalian juga sebaiknya tidak membawa Air tuk Sikopyah keluar dari Karangreja, nikmati semau kalian selama berada disini"

"itu sebentuk tanggung jawab sosial dan budaya bagi Mahasiswa selama kalian berada di desa KKN" terang Mitha panjang lebar.

Mitha memberikan botol berisi air jernih kepada Bagus. Tidak disangka semua berebut ingin memiliki tambahan air tuk Sikopyah. Akhirnya Mitha menengahi. Mengambil kembali botol tersebut dan meminta Mahasiswa KKN berbaris untuk mencuci muka bersama-sama dengan air tuk Sikopyah. Ah ini mengingatkan sepenggal budaya dari Pulau Dewata dimana percik air suci membawa berkah bagi setiap insan yang mengimani.

Perjalanan kembali ke Kota Laka-laka dari Lembah Asri Karangreja membawa berjuta cerita. Kearifan lokal bangsa Indonesia kaya makna dan tak ternilai harganya.

Bersama Mahasiswa KKN (dok.Pri)
Bersama Mahasiswa KKN (dok.Pri)

glosarium :

carik : Sekretaris desa

Caping : Topi berbentuk kerucut terbuat dari anyaman bambu biasa digunakan petani

cimplung : Jajanan tradisional manis dari singkong yang direbus dengan air nira, 

pawon : dapur tradisional

dingklik : Kursi pendek terbuat dari kayu

luweng : tungku terbuat dari tanah liat

nguri-nguri : menjaga/melestarikan

raup : cuci muka, membasuh muka

semprong : Bambu diameter sedang yang berguna untuk meniup bara api agar tetap menyala

teh tubruk : teh tradisional bukan ter celup tanpa disaring

tuk : Sumber mata air

ubo rampe : Perbekalan lengkap berisi aneka rupa

Lodong : bambu berdiameter sedang hingga besar yang bisa menampung air, ukurannya panjang dengan atas yang dipotong runcing

ruwat : Kearifan lokal/Budaya/Tradisi yang bertujuan untuk membersihkan/ Mensucikan dengan serangkaian prosesi kebudayaan masyarakat tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun