Berangkat pagi hari kembali sesaat sebelum malam menjelang dengan berkendara roda dua adalah sebentuk heal and chill yang paripurna. Menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam  dari Denpasar menuju Bangli melalui Ubud - Tegalalang sungguh menjadi sebuah petualangan alam yang tak tergantikan.
Njajah desa milang kori, begitu istilah orang Jawa menyebut perjalanan yang penuh makna keluar masuk desa menghitung pintu rumah warga untuk menemukan sebuah makna kehidupan, mengenal keberagaman budaya hingga mendapatkan kesan batin mendalam. Mengendurkan urat saraf dengan senyum sapa ramah kepada warga yang kita jumpai. Jangan ragu untuk sekedar bertanya jalan atau lokasi tujuan, mereka dengan ramah akan menunjukkan.Â
Sejenak singgah di kawasan Ubud atau menikmati hamparan terasiring Tegalalang menjadi bonus awal energi alam sebelum tubuh dan fikiran direcharge sempurna setibanya di Kintamani.  Banyak ragam pilihan chill and heal hingga destinasi welness tourism di area Kintamani. Berendam di sumber mata air hangat salah satunya. Namun bagi yang belum merasa perlu membutuhkan seperti halnya saya, cukup mencari tempat ngopi dengan suguhan pemandangan alam gabungan Gunung dan Danau Batur adalah pilihan santai.
Banyak terdapat tempat kongkow baik yang bernuansa sederhana, kekunoan hingga yang modern ala cafe masa kini. Sajian menu kopi Arabica Kintamani menjadi pilihan wajib. Harganyapun ramah di kantong  berkisar Rp. 20.000-Rp. 30.000 saja per cangkir kopi dengan cita rasa alami untuk kelas Cafe Modern. Sementara jika kita nyaman mencecap kopi di warung lokal haranyapun tak lebih dari 10.000 rupiah untuk secangkir kopi Bali Kintamani asli bonus pemandangan alam yang sarat energi.
Jika beruntung, sepanjang perjalanan keluar masuk pedesaan yang asri kita menjumpai pedagang keliling kuliner tradisional. Salah satunya tipat tahu, atau ketupat tahu. Kuliner street food yang banyak terdapat di beberapa lokasi di Bali. Seporsi tipat tahu ala Kintamani harganya cukup membuat saya melongo, hanya 5000 rupiah saja lho.