Masa kecil adalah masa penuh kenangan yang membangkitkan ruang nostalgia bagi siapa saja. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah "Klangenan", perasaan ingin mengulang dan merasakan kembali apa yang dulu sempat terjadi. Momentum Ramadan saat kita kecil sudah barang tentu penuh dengan hal indah yang jika diingat kembali akan membuat kita tersenyum penuh kebahagiaan.Â
Diantara sekian banyak nostalgia masa kecil, adalah kolang kaling warna pink buatan Emak yang selalu ada sebagai menu berbuka puasa saat kecil. Bukan sebuah kebetulan, kolang kaling alias buah atap ini keberadaanya identik dengan ramadan. Dimana banyak dijumpai kolang kaling, disitulah moment berpuasa tiba.
Saat Ramadan biasanya kolang kaling menjadi pelengkap sajian kolak pisang, atau dibuat manisan. Berbeda halnya dengan emak yang membuat kolang kaling menjadi minuman bercita rasa manis dengan harum aroma vanili.Â
Warna Pink di dapat dengan menambahkan sedikit pewarna makanan atau yang kami kenal dalam sebutan sumbu dalam istilah lokal Tegal. Jaman kecil dulu, keluarga kami menjadikan minuman kolang kaling sebagai sajian hangat, baru menjelang saya remaja pilihan minuman kolang kaling berwarna pink kami sajikan dingin dengan menambahkan potongan es batu.
Konsitensi Emak dalam membuat minuman kolang kaling warna pink selama ramadan sejak saya kecil hingga sekarang terus terus terjaga. Tak pernah sekalipun Emak mengganti warna dengan warna lain selain pink. Sebuah nostalgia masa kecil akan olahan kolang kaling dalam keluarga saat Ramadan tiba. Â Dan Nostalgia kolang kaling warna pink buatan emak ini seolah menjadi legenda yang kelak harus terus dijaga, ibarat menjadi bagian tradisi menu berbuka ala keluarga.
Tak hanya kolang kaling warna pink, kenangan masa kecil saat ramadan dulu masih tak jauh dari seputar berburu aneka kue tradisional ala Tegal. Citarasa, nama dan cara mendapatkannya pun jauh berbeda saat kita membeli aneka kue/takjil berbuka di zaman sekarang. Sebagai generasi 80-an hingga 90-an, ramadan zaman itu menu takjilnya masih terbilang alami/tradisional. Belum banyak aneka gorengan atau menu kekinian.
Beberapa Jajanan tradisional yang menjadi ruang nostalgia ramadan masa kecil di Tegal dulu antara lain Puli dan Ongol-ongol. Puli adalah panganan yang terbuat dari beras ketan ditumbuk halus sehingga menyerupai dodol. Kemudian dibentuk bulatan besar. Penjual puli akan mengiris tipis permukaan puli kemudian membalurkannya dalam kelapa parut. Beberapa lembar potongan tipis puli yang berbalur kelapa parut kemudian ditata diatas daun pisang sebagai pembungkus.Â
Dan yang paling disenangi anak-anak adalah "ocar-acir", semacam pembverian toping gula merah cair diatas tumpukan irisan puli yang telah bercampur dengan kelapa. Bisa dibayangkan cita rasa puli ala Tegal bukan? Gurih ketan yang kenyal lagi halus, ditambah dengan toping gula merah yang manis legit. Biasanya anak-anak akan meminta tambah ocar-acir gula merahnya agar puli bertambah manis.Â
Selain Puli, panganan tradisional khas Tegal yang banyak diminati anak-anak adalah Ongol-ongol. Panganan bercita rasa manis lembut ini sepintas mirip puding coklat. Hanya saja ongol-ongol yang terbuat dari tepung sagu berwarna coklat bening.Â
Penjual biasanya menambahkan potongan pisang sehigga saat dipotong kotak, ada tekstur pisang yang menghias lagi melengkapi rasa manis ongol-ongol. Menu takjil satu ini disajikan hanya dengan membalurinya dengan parutan kelapa. Itupun bagi anak-anak pada zamannya, nikmatnya sudah tiada tara.
Selain rasanya yang khas, sewaktu masa kecil dulu kegiatan membeli puli dan ongol-ongol ibarat kegiatan rutin sore hari saat ramadan. Bisa dibilang menjadi bagian dari ngabuburit, sambil menunggu bedug maghrib. Tak jarang antrian pembeli begitu panjang, sehingga masa itu menjadi masa penuh kenangan dalam menunggu waktu berbuka puasa. Bagaimana dengan aneka jajanan tradisional masa kecil di daerah teman-teman saat ramadan?. Adakah yang serupa tapi tak sama?
Dan untuk melangkapi nostalgia masa kecil saat ramadan dulu, dalam tulisan ini saya sertakan foto masa kecil bersama teman-teman SD. Foto tersebut menambah ruang nostalgia kian mendalam oleh sebab baju yang digunakan dalam foto merupakan baju lebaran yang dibeli saat ramadan sekitar tahun 90-an.Â
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H