Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menyemai Toleransi Sejak Usia Dini Memanen Kedamaian Hati Ditengah Perbedaan Religi

17 April 2022   23:43 Diperbarui: 18 April 2022   00:05 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ditanya kapan saat yang tepat untuk menyemai bibit toleransi? Jawabnya adalah sejak usia dini. Hal itu tak lepas dari pengalaman saya sendiri. 

Sedari kecil saya terbiasa dengan lingkungan tumbuh kembang yang berbeda secara budaya maupun agama. Dan itu menjadi golden moment yang membentuk sikap toleransi. Tidak dengan serta Merta, melainkan ala bisa karena biasa.

Menjadi pribadi yang mau menerima perbedaan adalah kunci makna kata toleransi itu sendiri. Berawal dari mau menerima kemudian tak menjaga jarak hingga terbentuk sikap yang bisa bekerja sama dengan semangat persaudaraan tanpa melihat perbedaan.

Berbeda keyakinan, hingga pandangan hidup bukanlah alasan kita untuk menjauhi terlebih memusuhi. Kita hidup di negara bhineka yang berbuka dengan segala khasanah budaya yang ada. Apa jadinya jika kita tidak  bahwa dibalik semua perbedaan itu ada sebuah keindahan yang tak Terperi.

Masa kecil dulu, keluarga kami bertetangga dengan kalangan Tiong hwa. Saat perayaan Imlek misalnya, meski belum seramai sekarang namun keluarga saya mengenalkan simbol-simbol betapa indahnya lampion yang mereka pasang.

Begitu pula saat perayaan hari besar umat Nasrani. Bukan sebuah kebetulan, kepala sekolah SD beragama Katholik, setiap Natal tiba saya dan beberapa teman sejak pagi sudah berdandan cantik, memakai baju baru layaknya lebaran. Kami menyerahkan kado natal dan makan bersama beberapa guru lainnya yang ikut mendampingi.

Sejak kecil saat melihat patung Yesus Kristus, Patung Budha dan segala ornamen agama lain orang tua menjelaskan dari sisi keindahan seni sekaligus  perbedaan keyakinan yang harus tetap dihormati.

Dok.pri
Dok.pri

Ya, usia dini atau fase anak-anak ibarat golden moment. Waktu terbaik kita menyemai bibit Toleransi. Tanpa adanya indoktrinasi maka membiasakan mengenalkan konsep berbeda itu indah akan dengan sendirinya menumbuhkan bibit toleransi yang terpupuk sampai kapanpun.

Saat dewasa tiba, sudah tidak kagetblagi akan makna perbedaan religi. Berbeda agama bukan lantas kita tidak bisa berkerja sama. Perbedaan keyakinan bukan pula penghambat kita untuk tetap menjalin pertemanan, persaudaraan.

Hingga saat ini saya merasa nyaman ketika berada diantara teman-teman yang berbeda latarbelakang agama. Apapun agama yang dianut, yakinlah ada kebaikan universal yang mampu mendatangkan kebaikan dan kedamaian.

Dok.pri
Dok.pri

Tak hanya dari kalangan Nasrani saja, Toleransi juga harus berlaku terhadap agama/keyakinan lain. Sebut saja Hindu, Budha, Bahkan menyangkut kepercayaan lain sepanjang tidak merupakan sekte/ajaran sesat dengan segala penyimpangan sosial.

Hal itu pula yang kemudian menjadikan saya tidak pernah ragu sedikitpun bergaul dengan siapa saja dari latar belakang agama dan budaya apa saja. Hingga suatu ketika saya pernah merasakan nikmatnya berbuka puasa dan makan sahur di Kota Jayapura kisaran tahun 2005. Kenikmatan itu bukan tanpa sebab, mengingat saya tinggal di rumah yang pemiliknya notabene beragama Nasrani. 

Dok.pri
Dok.pri

Hukum tanam -tuai selalu berlalu. Ketika kita mampu membuka diri menerima perbedaan dalam sikap toleransi, maka yakinlah orang lain pun akan berlaku sebaliknya. Terkenang bapak Toleransi bangsa , almarhum Gus Dur yang selalu santai menyikapi segala perbedaan.

Inti dari Toleransi, tak perlu risau dengan segala perbedaan. Carilah sisi persamaan. Jika kita adalah sama-sama warga negara Indonesia maka apa yang harus kita ributkan atas segala beda. Toh Tuhan saja memberikan banyak ragam perbedaan hampir di setiap bentang alam dan mahkluk ciptaanNya. Lantas, kenapa kita sebagai manusia masih ada yang ingin memaksakan diri agar semua harus sama?.

Keindahan Toleransi itu semakin nyata terlihat saat sekarang ini. Dimana umat muslim tengah menjalani ibadah puasa. Bertepatan pula umat Nasrani merayakan rangkaian ibadah paskah dimulai dari Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Abu. Bahkan dalam rangkaian tersebutpun umat Nasrani menjalani puasa menurut cara mereka.

Jadi, masihkah kita menutup rapat pintu toleransi? Jangan menyesal manakala kita melewatkan indahnya kerukunan antara umat beragama sebab terlambat menyemai nilai toleransi. Sebab usia dini menjadi kunci terbukanya pintu-pintu kebersamaan dalam bingkai perbedaan.Dan itu sebentuk investasi kedamaian hati kelak dikemudian hari.

salam damai penuh kasih.

Selamat Paskah teruntuk rekan-rekan Nasrani,

selamat beribadah di Bulan Suci Ramadan teruntuk rekan-rekan muslim

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun