Hingga saat ramadan lalu saya dipertemukan dengan sosok perempuan luar biasa yang setiap malam melakukan pekerjaan mulia, memungut sampah plastik dan menjadikannya perantara pemenuh kebutuhan ekonomi keluarganya. Orang kebanyakan menyebutnya sebagai pemulung. Mbak Wati namanya.Â
Dari mbak Wati pula saya mengenal peradaban Lapak Kenanga yang letaknya hanya berjarak sekitar 2 km dari tempat tinggal saya di kawasan Pondok Pinang Jakarta Selatan.Â
Siapa sangka, di ujung jalan kenanga, dimana untuk menuju kesana melewati rumah-rumah yang terbilang "mewah" ternyata menjadi saksi betapa sampah plastik telah menjadikan siklus perputaran ekonomi dan menyisakan kisah kepedulian lingkungan yang belum banyak tergali.
Sore tadi lebih dari tiga kali saya menyambangi lapak sampah plastik Kenanga. Mengunjungi keluarga mba Wati, silaturami sekaligus menjadikan hal ini sebagai wisata sosial tersendiri.Â
Tentengan besar berisi aneka botol air mineral menjadi oleh-oleh wajib yang selalu saya bawa saat berkunjung kesana. Ya, sejak pandemi saya tidak lagi menyetor sampah plastik ke bank sampah yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.Â
Saya tetap mengumpulkan sampah plastik namun saya jadikan sebagai bentuk penyambung silaturahmi dengan peradaban lapak sampah kenanga. Terkadang, mbak Wati mengambilnya.Pernah beberapa kali mengirim ampah plastik ke bank sampah melalui jasa ojek online juga.
Tak jarang saya sengaja mengantarkan botol-botol bekas yang saya kumpulkan langsung ke lokasi lapak dan menyerahkannya kepada mbak Wati. Beruntung saaat saya bertandang, mbak Wati tengah berkumpul dengan keluarga. 3 orang anak dan Bapak Mbak Wati bernama Turyono. Sementara anaknya bernama Wawan, Andika dan Diva.Â
Berada di kediaman mereka yang merupakan bangunan semi permanen yang terbuat dari papan hanya berukuran kurang lebih 5 x 6 meter sebenarnya sedikit memprihatinkan. Rumah panggung dimana kolong rumah menjadi penyimpanan aneka sampah plastik sangat rawan bagi kesehatan. pun rawan bencana kebakaran.Â
Saat saya bertanya selama pandemi adakah diantara warga lapak yang terserang Korona,?. Serempak mereka menjawab tidak ada, sehat-sehat saja.Â