Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bunyi Bedug Tanda Berbuka Hingga Tadarus Bersama , Khas Ramadan Yang Dirindukan

16 April 2021   23:48 Diperbarui: 16 April 2021   23:53 6036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bedug, satu perangkat yang sudah tidak asing lagi suaranya. Terbuat dari kayu pilihan dengan dua bagian yang ditabuhnya terbuat dari kulit. Pada umumnya terdapat hampir di setiap masjid. Ditabuh sesaat sebelum kumandang azan.

Kala Ramadan begini, suara bedug adalah momen paling dinanti. Tiada hari tanda menunggui. Bedug oh bedug, hanya saat radan sajakah engkau menjadi berarti?! Bisa dibilang rindu suara bedug hampir setiap hari.

Begitulah, suara debum lirih ditabuhnya bedug menjadi bertanda berbuka puasa. Melepas rindu akan haus dahaga dengan minuman yang tersedia. Pun aneka menu makanan tersaji siap disantap sebagai pengobat rindu setelah seharian berpuasa.

Sungguh berbeda dengan hari-hari biasa bukan?! Suara bedug saat Ramadan menjadi nyanyian rindu yang seolah ditasbihkan . Syahdu, seiring datangnya senja yang menggebu agar lekas berbuka. Ya, masa kecil dulu saat bisa ikut menabuh bedug adalah sebuah kebanggaan tersendiri. 

 Ada ritme tertentu dalam menabuh bedug. Tak sembarang memukulkan kayu penabuhnya. Entah seperti apa hitungan dalam memukulkan bedug sehingga iramanya begitu menggembirakan hati semua orang. 

Hayo, jangan siapa yang setiap puasa tidak menanti datangnya suara bedug Maghrib?!. Ya, bagi saya itulah sebentuk rindu yang harus tersampaikan. Terbayangkan jika selama Ramadan tak terdengar bedug Maghrib?. .

Saya pun terkenang suatu istilah yang menggunakan kata Bedug, yakni puasa bedug. Itu istilah puasanya anak-anak. Waktu puasa hanya berlangsung dari pagi hingga siang hari. Saat bedug duhur , biasanya anak-anak dibawah umur mengakhiri puasa dengan makan. Dan dengan bangga anak-anak kala itu menyebut bahwa mereka turut berpuasa, meski puasanya puasa bedug. Sungguh Suara bedug dan puasa bedug, dua hal yang menyisipkan rindu.

Tadarus Ramadan Bersama, Lebih Dari Sekedar mengaji.

Dok.pri
Dok.pri

Ada hal yang istimewa selama ramadan, pada malam hari selepas taraweh biasanya masjid/mushola akan melangsungkan tadarus. Ya Tadarusan atau Tadarus adalah membaca Al-Qur'an secara simultan berkelanjutan setiap hari. Lebih afdol dilakukan secara berjamaah atau bersama-sama. Biasanya ada ustadz yang menjadi pembimbing bacaan. Kala ada yang keliru dalam membaca maka akan diingatkan.

Jika dalam dunia blogging kita mengenal one day one post, seperti halnya Samber THR kali ini. Maka Tadarus Ramadan menjadi menjadi hal yang dirindukan karena setiap hari satu juz Alquran kita baca bersama, untuk selanjutnya diteruskan ke juz berikut pada hari berikutnya. One day one Juz, begitu istilah yang lazim digunakan.

Dalam bulan Ramadan, setiap muslim dianjurkan memperbanyak membaca al-qutan. Alhasil adakalanya seorang yang rajin bisa menyelesaian bacaan Alquran dengan beberapa kali khatam. Namun bagi saya pribadi, cukup 1 x khatam alquran selama ramadan itu sudha luar biasa. Selama istiqamah mengikuti tadarus bersama.

Ya Tadarus bersama selama Ramadan enajdi ruang yang sarat manfaat. Baik sebagai ruang pembelajaran maupun sarana memperkuat ukhuwah islamiah. Itulah kenapa tadarus Alquran menjadi salah satu ciri khas Ramadan yang selalu dinanti dan dirindukan.

Pengalaman yang tak terlupakan mengikuti beberapa tadarus bersama di masjid Istiqlal sebelum musim pandemi, pun sempat mengikuti tadarus bersama di masjid Gede Kauman Yogyakarta. Dan sungguh itu membuka ruang rindu setiap kali Ramadan datang.

Sayang, tahun ini masjid Istiqlal meniadaka acara tadarus bersama. Padahal banyak hikmah selama saya bergabung dalam tadarus tersebut. Kita sungguh dilatih untuk menyimak. Tidak boleh merasa sombong ketika ada jamaah yang sedang mendapat giliran membaca Alquran dengan kemampuan membaca yang masih belum sempurna. Begitupun satu sama lain saling mengingatkan halaman serta ayat berapa terakhir dibaca. 

Berbeda ketika kita mengaji, tadarus sendiri. Tidak ada seni menyimak, dan meningkatkan kemampuan membaca Alquran dengan tajwid yang lebih baik lagi. Manakala kita mendengarkan teman tadarus yang bersuara merdu dengan seni Qiroah yang mumpuni, sungguh itu suatu nilai yang tak terlupakan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun