Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mogok Nasional Buruh, Gerakan Ekstraparlementer yang Belum Mampu Menghambat Pengesahan Omnibus Law

1 Oktober 2020   08:49 Diperbarui: 1 Oktober 2020   09:14 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum ada reaksi atau tanggapan terkait rencana aksi mogok massal yang tentunya akan berdampak pada produktifitas pabrik/perusahaan. Ya, beberapa kalangan pengusaha tampaknya memang menahan diri selama pendemi. 

Fluktuasi daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor siginifikan yang menjadi pertimbangan bagi para pengusaha untuk terus memacu roda produksi , memperlambat hingga menghentikannya untuk sementara waktu. Semua itu saling berkorelasi satu sama lain.

Berbeda halnya dengan KSPI dan beberapa Federasi yang berafiliasi untuk melakukan mogok massal, Fakta mengejutkan datang dari KSPN (Konfederasi Serikat Pekerja Nasional). Ristandi, Presiden KSPN seperti yang dilansir dalam kompas.com justru menyatkana bahwa KSPN Tidak akan mengikuti aksi mogok nasional 6-8 Oktober 2020. 

Ristandi menambahkan bahwa pihaknya selama ini telah melakukan serangkaian mekanisme advokasi omnibuslaw klaster RUU Ciptakerja. Termasuk terlibat dalam tim Tri partit. Upaya untuk terus mengawal Omnibus law tetap akan dilakukan. Faktor lain yang menjadi alasan KSPN tidak ikut mogok massal adalah faktor pendemi korona yang masih membahayakan kesehatan dan ekonomi.

Sumber cnbcindonesia
Sumber cnbcindonesia
Dua sikap yang berbeda menanggapi rencana pengesahan RUU Ciptakerja omnibus law datang dari dua kutub konfederasi buruh yang berbeda. Konon 5 Juta buruh dari ribuan perusahaan yang tersebar di 25 propinsi  dan 300 kabupaten kota dari berbagai sektor industri akan mogok massal nasional. 

Mampukan mereka memutus upaya pemerintah dan legislatif untuk mengesahkan omnibus law sebagai produk hukum sapu jagad pertama di Indonesia? Belum cukupkan upaya win-win solution dari pemerintah untuk meangakomodir kepentingan buruh terkait pesangon dan pasal lain yang bisa lebih membuat buruh bekerja lebih tenang?

Sejauh mana aksi mogok massal tersebut berdampak pada perekonomian individu kalangan buruh yang aktif menyuarakan penolakan? Sejauh mana aksi mogok tersebut signifikan mempengaruhi laju produksi-distribusi hinga daya beli masyarakat? 

Mari kita amati, cermati dan berharap kalangan buruh dapat lebih bijak, tidak berlebihan dalam melakukan kegiatan terkait kerumunan massa di tengah pendemi yang belum sepenuhnya tertangani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun