Minuman itu berwarna merah maroon. Rasanya manis - segar menguar sensasi jahe dan perpaduan rempah yang dikemas dalam botol kaca. Awal mengenalnya melalui postingan foto salah satu teman di media sosial. Sensor mata saya meyakini bahwa minuman tersebut cocok dikonsumsi untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh.Â
"Membeli Produk usaha teman selama pendemi", begitu kurang lebih komitmen saya. Singkat cerita bertemulah saya dengan mas Heri, untuk melakukan transaksi pembelian Jahe pletok Mpok Pipit.Â
Kesan pertama lebih dari sekedar menggoda. Selanjutnya sudah pasti saya menjadi pelanggan tetapnya. Begitulah hingga kemudian saya memberanikan diri meminta izin untuk berkunjung ke rumah produksi Jahe pletok di kawasan Jatijajar - Depok.
Sampai pada suatu siang saat saya datang, sosok perempuan berhijab menyambut dengan ramah. Fitriah atau yang kerap dipanggil mpok Pipit merupakan istri dari mas Heri. Ya, mereka adalah pasangan suami-istri pelaku UMKM. Produk yang dibranding dengan merk nama Sang istri sejatinya merupakan produk minuman tradisional Betawi Bir Pletok.Â
Maklum, mpok Pipit merupakan perempuan asli Betawi. Sementara mas Heri asli Wonogiri. Â Berkah pernikahan lintas budaya tersebut nyatanya mampu melahirkan akulturasi budaya minuman tradisional yang inovatif. Mereka dianugerahi 3 orang anak. Dua diantaranya sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Â dan seorang lagi masih duduk di bangku sekolah dasar.
Baik Mpok Pipit maupun mas Heri memancarkan raut wajah pekerja keras. Hal itu terbukti ketika saya membuka percakapan dengan bertanya sudah berapa lama usaha jahe pletok dijalani?
Lima tahun bukanlah rentang waktu yang "kaleng-kaleng" untuk sebuah usaha. Bisa dipastikan jahe pletok mpok Pipit lahir jauh sebelum musim pandemi. Dan saya pun mendengar banyak cerita dari awal memulai usaha hingga pasang surut perjalanan jahe pletok Mpok Pipit yang masih tetap bertahan ditengah serangan virus korona ini. Â
Butuh keberanian dalam menjalankan sebuah usaha rumahan berskala kecil menengah. Termasuk berani "menggubah" nama asli bir pletok menjadi nama produk Jahe pletok. Menggunakan nama asli memang jauh lebih terkesan otentik dan terlihat jelas nilai tradisinya.Â
Namun bukan tanpa tujuan mpok Pipit dan Mas Heri akhirnya menggunakan nama Jahe pletok. Sebab produk mereka sudah memperoleh sertifikat halal dari MUI yang prosesnya sepaket dengan proses P-IRT dari dinas Kesehatan yang mereka urus pada tahun 2015 di wilayah Jawa Barat.Â
Menggunakan nama jahe pletok sendiri ditujukan agar pembeli yang berasal dari luar masyarakat Betawi tidak meragukan kadar halal minuman ini. Nama Mpok Pipit yang disandingkan dengan sebagai brand Jahe pletok pun lebih berkesan dalam benak pelangan, ada ciri khas yang membedakan minuman tradisional buatan mpok Pipit dengan minuman sejenis lainnya. Apalah arti sebuah nama, nyatanya cita rasa Jahe pletok Mpok Pipit dalam kemasan yang mampu bertahan selama 6 bulan itu layak menjadi produk UMKM yang harus disupport oleh berbagai kalangan, selain dari para pelanggan tentunya.Â
Lima tahun perjalanan jahe pletok Mpok Pipit menjadi kisah yang inspiratif bagi saya. Berawal dari kegemaran mpok Pipit membuat sajian minuman khas Betawi untuk disajikan bagi seluruh anggota keluarga, menjadikan mas Heri sebagai suami memberikan dukungan sekaligus menjadi partner dalam memulai usaha mereka.Â
Dari mulai membagikan produk secara cuma-cuma kepada tetangga saat arisan ataupun saat acara keluarga, kemudian Jahe pletok Mpok Pipit terus berbenah. Mas Heri berkisah bahwa pada mulanya dia banyak mencari informasi seputar kemasan produk, dan cara mendapatkan P-Irt melalui layar digital, "Googling" demikian istilah yang disebutkan sembari terkekeh.
Jahe pletok mengalami masa keemasan pada tahun ketiga. Di tahun 2017 jahe pletok banyak didatangi reseller yang membantu distibusi penjualan ke beberapa daerah di sekitaran Jakarta Selatan-Depok. Waktu itu mas Heri dan Mpok Pipit banir pesanan hingga tembus diangka 2000 botol/bulan
Dalam memproduksi Jahe pletok, Mpok Pipit dan mas Heri tidaklah sendiri. Mereka  dibantu oleh tim yang berjumlah 3-5 orang. Tergantung jumlah pesanan.Â
Semakin banyak pesanan yang harus disiapkan maka tim produksi pastinya harus banyak. 3-5 orang anggota tim produksi merupakan tetangga pada radius sekian kilometer dari rumah produksi mereka. Biasanya mereka adalah pekerja lepas yang mencari tambahan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka.Â
Bagi tim produksi yang berasal dari kalangan Ibu-ibu biasanya bertugas membersihkan aneka rempah berupa jahe, secang, kayu manis, dan rempah rahasia lainnya. Tak hanya itu mereka juga membantu membersihkan peralatan dan perlengkapan produksi agar siap pakai. Sementara untuk racikan berupa takaran langsung dipegang oleh mpok Pipit.
Masa Keemasan jahe pletok mpok pipit pada tahun 2017 sudah lewat. Pernah pula mpok Pipit mengikuti Bazaar untuk memperluas pangsa pasar. Namun pendemi memperkecil ruang gerak hampir semua kalangan. Meski Jahe pletok mpok Pipit tetap berproduksi hingga sekarang, nyatanya banyak support diharapkan. Â
Bahkan dimasa pendemi, usaha jahe pletok harus tetap bergeliat. Tak hanya untuk memenuhi pesanan pelanggan saja, melainkan pula agar periuk para tim produksi tetap ngebul. Begitupun dengan kreatifitas para reseller yang menjadi mitra usaha jahe pletok semakin tersalur dan mendapatkan margin keuntungan dari jahe pletok yang berhasil mereka jual.Â
Bagi Mas Heri dan Mpok Pipit selaku pelaku usaha, Jahe Pletok menjadi salah satu penopang dari sekian penopang lain bagi masa depan pendidikan anak-anak tercinta mereka.
Pada umumnya minuman bercita rasa tradisional bisa dinikmati oleh siapa saja. Remaja, Dewasa, para orang tua, menjadi segmen potensi pasar lintas usia. Bisa diminum dingin atau dihangatkan bila dirasa perlu. Bahkan tak segan mas Heri memberi bonus susu full cream yang bisa ditambahkan agar cita rasa jahe pletok semakin sempurna.Â
Sebagai Pelanggan, saya telah memberikan testinomi dan menggunggah foto-foto di media sosial.  Seperti halnya  pasang surut yang dikisahkan, saya pun sejatinya ingin menambahkan masukan dan analisa kemasan produk yang menjadikan akses pangsa pasar lintas daerah masih belum maksimal.
Dibalik rasa jahe pletok mpok pipit yang yahud, teruji tidak berubah rasa meski saya simpan lebih dari 1 bulan lamanya, namun produk cairan dalam botol kaca/beling ini belum bisa dikirim menggunakan jasa pengiriman logistik yang ada. Hal ini berakibat area pemasaran menjadi terbatas.Â
Terkecuali, pembeli berkenan membayar ongkos kirim yang sedikit lebih mahal dengan menggunakan jasa layanan pengantaran tertentu melalui aplikasi online. Terlepas dari semua itu, saya yakin ada solusi tersendiri dalam hal pengiriman. Beberapa layanan pengiriman via darat bisa dijadikan alternatif pilihan.
Pada akhir perbincangan kami di rumah produksi Jahe pletok dari Depok, belakangan saya pun mengetahui bahwa mas Heri merupakan salah satu kompasianer yang aktif menulis era tahun 2011-2015. Tiada hal yang lebih membahagiakan dari perubahan slogan sharing and connecting menjadi beyond blogging, bahwa melalui tulisan inilah sebentuk support dari, oleh dan untuk Kompasianers.
Jika bukan  Kompasianers yang mensupport Usaha rekan sesama kompasianers, maka siapa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H