Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pelaku Usaha Kecil Gunakan Fintech, Kenyamanan Transaksi Menuju Kemapanan Investasi

31 Agustus 2020   23:08 Diperbarui: 31 Agustus 2020   23:07 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.pri pembayaran transaksi dengan scan QRIS

Entah kenapa ketika kita berbicara tentang investasi,banyak yang masih kurang tepat dalam berpersepsi. Seolah investasi hanya milik mereka yang sudah memiliki kemapanan finansial. 

Padahal sebaliknya, kemapanan finansial bisa diraih  salah satunya melalui cara investasi. Manakala kita yang masih "belum mapan" mulai berfikir dan melakukan investasi, apapun itu bentuknya, maka ada cadangan dana yang tersimpan dengan aman tanpa bisa diutak Atik, sebelum jatuh tempo. Dengan catatan investasi yang kita lakukan sesuai dengan prosedur keamanan perbankan yang tresmi terdaftar di OJK.

Investasi memang bersifat jangka panjang. Ada rentang waktu tertentu yang harus dilewati seseorang dalam memenuhi kewajiban investasinya hingga pada periode tertentu buah atau hasil dari investasi tersebut dapat benar-benar diraih atau dinikmati hasilnya. 

Dari sekian banyak jenis atau bentuk investasi, adalah Financial Technologi atau yang kerap dikenal dengan Fintech begitu mudah dan dekat dengan jangkauan kita, sekelompok netizen yang belum mencapai puncak kemapanan finansil, alias masih berada di taraf hidup wajar. 

Tahun 2016 menjadi tahun awal kemunculan fintech di Indonesia. Istilah Fintech sendiri kemudian dikenal oleh khalayak ramai dengan berbagai sebutan antara lain E-wallet alias dompet digital. Bahkan tak sedikit orang langsung menyebut brand Fintech yang memang sudah banyak digunakan berbentuk aplikasi digital di ponsel pintar. Sebut saja gopay, Ovo,  Dana, Link Aja, dll.

Cukup dengan mengunduh aplikasi di ponsel, mendaftarkan nomor handphone disertai dengan proses verifikasi data termasuk foto kartu identitas, maka Fintech menjawab hampir semua kebutuhan keuangan lintas sektoral. 

Tidak hanya sebagai alat pembayaran semata, Fintech menjelma menjadi semacam digital personal banking dalam genggaman yang bisa diandalkan untuk beberapa transaksi keuangan. 

Transfer ke rekening sesama Fintech, hingga kirim uang ke berbagi rekening bank. Membayar aneka tagihan air, listrik, termasuk membeli token PLN pra bayar hingga membayar premi BPJS.

Saya termasuk ibu rumah tangga yang getol menggunakan Fintech. Lebih dari 5 brand Fintech ada dalam layar ponsel saya. Awalnya memang sekedar memanfaatkan aneka promo yang menggiurkan. 

Mulai dari potongan harga, beli 1 gratis 1, cashback hingga membayar transaksi dengan nominal harga yang fantastis, Rp 1 rupiah misalnya. Hari gini masih bisa bayar hanya dengan satu rupiah? Itulah sisi lain the power of fintech.

Pelaku usaha jeli berkolaborasi dengan Fintechuntuk melakukan promosi besar-besarab. Apalah arti Rp 1 rupiah dibandingkan dengan branding usaha yang mampu berkibar manakala pelaku usaha bekerja sama dengan Fintech untuk menggaet transaksi pelanggan. Bukankah branding bagi pelaku usaha merupakan sebuah bentuk investasi yang "mahal"?.

QR Code sumber : cermati.com
QR Code sumber : cermati.com
Seiring dengan perkembangan Fintech yang sedemikian pesat di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan satu kode QR pembayaran Indonesia, yakni QRIS (QR Indonesia standart). 

Sebagai pengguna yang cenderung menjadi pengabdi Fintech , saya merasakan totalitas kenyamanan pembayaran. Apapun fintech yang ada di ponsel saya, bisa digunakan untuk scabn QRIS di berbagai merchant/gerai pembelian. QRIS resmi ditetapkan sejak 1 Januari 2020.

Siapa sangka beberapa bulan setelah QRIS yang menjadi penopang technologi Fintech di Indoenesia diwajibkan, pendemi melanda. Ketidakpastian global berupaya menggoyang stabilitas sistem keuangan. Beruntung, Makroprudensial aman terjaga. 

Hal itu terbukti bahwa daya beli masyarakat masih terbilang kuat. Pemanfaatan Fintech sebagai channel pembayaran yang aman dan nyaman mengalami peningkatan sebab hampir semua lini usaha tetap bertahan melalui layanan online.

Baru-baru ini bahkan saya melihat tagline salah satu Fintech yang mengkampayekan bahwa dengan pembayaran fintech tak perlu desinfectan, sebab ini bentuk pembayaran zaman new normal kontan.

Puas sebagai pengguna Fintech untuk berbagai transaksi keuangan diam-diam saya pun mulai memutar haluan. Ya, pendemi yang belum kunjung usai membuat saya harus kreatif dan inovatif menjaga stabilitas keuangan keluarga. Tak bijak rasanya jika hanya menjadi konsumen semata. Berusaha survive dengan defensif itu butuh perjuangan finansial yang luar biasa. 

Akhirnya saya pun mulai merintis usaha. Jika sebelumnya saya pernah menjadikan UMKM sebagai "usaha musiman ketika mood" ( maaf ini hanya gurauan saja), namun akhirnya saja sadar bahwa ternyata usaha mikro kecil menengah UMKM sejati itulah tulang punggung dan ujung tombak perekonomian nasional kita yang tetap bertahan ditengah pendemi.

Kesadaran saya untuk kembali membangun semangat menjadi pelaku usaha mulai bangkit. Dengan konsep reseller produk camilan kacang Bali, saya memulai berjualan secara online. 

Meski dalam keterbatasan, namun semangat saya harus mampu melampaui batas. Alhasil 1 bulan usaha berjalan relatif lancar. Pesanan kacang Bali dari beberapa daerah mulai datang. 

Saya kirim dengan jasa pengiriman logistik dimana pembayarannya saya lakukan menggunakan Fintech, yang ternyata saya bisa mendapatkan cahsback. Tak jarang saya pun memberikan subsidi ongkos kirim kepada pemesan agar tidak berat di ongkos kiri.

Ya, Fintech memberi kenyamanan dalam bertransaksi virtual/daring. Pernah suatu ketika, ada pelanggan yang membayar pesanan melalui transaksi transfer bank. 

Terhenyak saya ketika ternyata transfer dari beda bank. Transfer dari salah satu bank BUMN ke rekening bank saya yang notabene bank swasta. Tertera bea transfer yang secara nominal sangatlah lumayan untuk ukuran pelaku UMKM. Belajar dari pengalaman itu setiap ada pesanan saya tawarkan untuk melakukan pembayaran melalui virtual akun beberapa fintech yang saya miliki. 

Dan begitu pelanggan tesebut mengetahui biaya transfer ke virtual akun Fintech saya hanya Rp 1000 (seribu) rupiah saja, bahkan ada yang tanpa bea admin. Pelanggan pun merasa jauh lebih nyaman.

Dari sisi manajemen keuangan Fintech membantu saya untuk rek dan ricek pemasukan yang berasal dari pesanan. Saya dapat dengan mudah mengetahui nominal yang masuk sekaligus memisahkan pemasukan dari hasil usaha kecil dengan pemasukan yang notabene diperuntukkan untuk kebutuhan rumah tangga.

Cita-cita untuk bisa berinvestasi dalam bentuk deposito, atau Obligasi memang ada, namun diam-diam saya menjadikan Fintech sebagai langkah usaha yang sedang saja jalankan untuk investasi "kecil" kenyamanan pelanggan, menuju kemapanan finansial. 

Karena saldo dalam Fintech tentu saja bisa menjadi sebentuk tabungan dari penghasilan kecil yang jika dikumpulkan terus menerus bisa menjadi penghasilan besar yang siap untuk di investasikan demi masa depan usaha kecil yang lebih mapan segala sesuatunya.

Transaksi pembayaran via Link aja. Dok pri
Transaksi pembayaran via Link aja. Dok pri
Transaksi pembayaran Gopay dok.pri
Transaksi pembayaran Gopay dok.pri
Inilah cerita saya dalam memanfaatkan produk keuangan berupa Fintech. Berawal dari konsumen, berubah menjadi pelaku usaha kecil yang siap menampung transaksi yang tersupport oleh Financial techlogy.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun