Isu santer dana desa mencuat diawal pemerintahan Jokowi pada periode kedua. Istilah Desa Fiktif muncul sedemikian menggelitik  tak kalah menarik bagi kalangan yang tinggal di kota. Bisa dibilang, Dana desa pun menjadi perhatian pelbagai kalangan tak hanya di desa saja.
Sebagai orang yang tinggal di kota, sah-sah saja untuk mengulik polemik dana desa tersebut sejauh mana sudah tepat guna. Toh, pusat informasi terkait kebijakan dan sosiliasai masih dominan berada di level kota, dalam hal ini Jakarta. Demikian salah satu perpesktif yang saya bangun ketika mengikuti Forum merdeka barat 9 yang bertema Dana Desa.
Terkait dana desa, ada 3 institusi kementrian yang menjadi leading sektor dari segi pengambilan kebijakan hingga penyaluran dana desa ke seantero wilayah desa di Indonesia. Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam negeri dan Kementerian Desa dan pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Meski tak menutup kemungkinan ada sinergi dari kementerian lain yakni  kementrian Koordinator Pembangunan Manuasia dan Kebudayaan.Tanggung Jawab penggunaan dana desa sendiri menjadi penanggung jawab penggunaan dana
Sayang dalam FMB bertema dana desa tersebut yang hadir mewakili regulator belumlah utuh. Mewakili Kemendagri, hadir sebagai narasumber Bapak Benny Irwan selaku Direktur Fasilitasi Keuangan dan aset Pemdes, Bapak Dedi Supandi selaku Kepala Desa Pemberdayaan Desa Propinsi Jawa Barat.Sempat bergabung pula Bapak Astero Primanto Bakti selaku Dirjen Perimbangan keuangan Kemetrian Keuangan.
Prosesnya, awal tahun setelah DIPA diketok, disalurkan melaui Dirjen perbendaharaan kemudian diberikan dalam 3 tahap. Tahap pertama sejumlah 20 % disalurkan bulan Januari hingga paling lambat minggu ketiga Juni., kedua 40 % disalurkan bulan Maret hingga maksimal minggu keempat bulan Juni, dan tahap ketika sebanyak 40 % paling cepat bulan Juli paling lambat bulan Desember.
Saat akan menyalurkan tahap pertama, Kemenkeu memberlakukan dua syarat wajib, berupa perda APBD masing-masing kota/Kabupaten. syarat lain berupa PErkada tentang Dana Desa. Kedua persyarakat tersebut harus di upload melalui sistem OM SPAN (Online Monitoring). Syarat transfer dana untuk tahap kedua diberlakukan berupa realisasi penyakluran tahun sebelum dan laporan output penggunaan dana.
Dan [ada tahap ketiga syarat yang harus dipenuhi desa adalah laporan realisasi tahap kedua minimum 75 % dan capaian out put minimum 50%. Jika tidak bisa memberitkan laporan dengan batas minimal yang ditetapkan maka transfer dana ditiap tahap berikutnya tidak bisa dilakukan.
Belum lagi terkait kondiisi geografis dan sosio ekonomi budayanya. Kurang lebih 10 ribu desa tidak mempunya kantor desa (data BPS) disampaiakn oleh Benny Irwan selaku Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemdes. Belum lagi maslaha supra desa berupa Kecamatan hingga Kabupopaten yang menaungi desa setempat.Â
Peran Kemendagri dalam hal alur dana desa berada pada pos setelah anggaran dana desa sampai di Kabupaten kakan disalurkan ke desa. Dana desa merupakan salah satu dari 7 Â pendapatan desa.
Pendapatan desa lainnya berupa pendapatan asli desa, alokasi dana desa, pajak dan teribusi daerah, bantuan APBD Propinsi/kabupaten, Hibah dan BAntuan pihak ketiga serta pendapatan lain-lain yang sah. Hal itulah yang kemudian dioleh menjadi APBDes. Payung hukum keuangan desa diatur dalam Permendagri no 103/th 2014 direvisi pemnedgari no 20 tahun 2018 dimana dana desa diatur didalamnya.
Penguatan kapasitas baik secara kelembagaan hingga SDM untuk melahirkan  regulasi di tingkatan daerah menjadi sasaran pembinaan kemendari. Sejak tahun 2015 secara bertahap dan berjenjang dilakukan bimbingan teknis dan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa.
Penguatan kapasitas dimakani juga secara pengawasan ehingga Dana Desa harus dikelola secara partisipatif, terbuka dan memiliki kredibilitas penggunaaa. Komposisi dana desa selalu dinantikan oleh masyarakat desa karena porsinya sangat besar , lebih dari 80 %. Benny Irwan menambahkan.
Selain ketimbangan kemiskinan , Jawa Barat mendapati ketimbangan digitalisasi terjadi di sebagian desa dmenempati urutan ke 13 dibawah Kalimantan dan Jogjakarta. Ini terkait keberadaan support koneksi internet dibeberapa wilayah antara lain Garut. Sehingga terkendala ketika harus menggunakan sistem online. Pak Didi menyampiakan jika beberap inovasi telah dilakukan . Dana Desa yang diterima oleh Jawa Barat mengalami penurutan dalam menerima dana desa.Â
Tahun 2015 sejumlah 5319 desa menerima dana desa, sementara tahun 2017 hanya 5312 yang menerima. Ada 7 desa yang tidak lagi menerima dana desa  akibat  berubahan antara lain 6 desa di Sumedang dialih fungsikan menjadi waduk Jati gede dan 1 desa di Bogor yang berubah status menjadi kelurahan.
Untuk pemanfaatan dana desa di tahun 2019 beberap desa di Jawa barat digunakan untuk beberapa program untuk peningkatan digitaisasi dan sarana prasarana desa wisata.Kiranya daerah lain bisa mencontoh pengelolaan dana desa di Jawa barat terlepas dari adanya kekurangan dan kelebihannya. Sehingga tidak ada lagi polemik dana desa yang mencuat , yang ada hanyalah prestasi dan capaian yang tepat guna dari dana desa tu sendiri agar masyarakat makin merasaan kesehateraan yang merata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H