Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kang Thamrin Sonata Telah Berpulang dengan Tenang

4 September 2019   00:01 Diperbarui: 4 September 2019   08:37 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu matahari  sepenggalah. Aku tengah mempersiapkan diri beraktifitas diluaran. Tepatnya menghadiri event literasi di Perpustakaan nasional. Gawai  yang belum sempat aku masukkan dalam tas bergetar lebih dari satu kali pertanda ada panggilan telepon masuk. Layar  memunculkan foto lukisan perempuan menggendong anak, ada tulisan Pelajaran, yang sepertinya ada kalimat dibawahnya yang terpotong. Kang TS, demikian nama pemilik nomor itu tersimpan dalam memori gawai.

Kompasianer yang juga mantan Jurnalis kawakan ini salah satu yang kerap bercakap lewat panggilan suara, dibandingkan chat WA. Aku pun langsung mengusap layar hape untuk lekas menjawab panggilan darinya 

"Ya kang" seperti biasa,kalimat itu selalu aku ucap sebagai pembuka

Biasanya disusul dengan pertanyaan lagi dimana? dengan suara khasnya.

Namun siang itu sungguh tak biasa. Aku mendengar suara tangisan perempuan dari seberang sana. Pemilik suara itu aku kenali betul. Mbak Nani, istrinda kang Thamrin Sonata.

"mbak tami...mbak tami" berulang mbak nani memanggilku sembari menangis

"Pak Thamrin sudah tidak ada" kalimat yang sulit aku terima begitu saja

Lemes dedes begitu orang jawa menyebut kondisi saat aku mendengar kalimat dari mbak Nani selepas dia memanggil namaku

"Ya allah mbak..."tak banyak kata yang bisa aku ucap

Tangisku pecah seolah tak ingin membiarkan tangisan mbak Nani tidak sendiri.

"mbak dimana" tanyaku

"dirumah sakit"  jawabnya

aku bingung, lidahku kelu harus berkata apa lagi saat mendengar kabar duka yang begitu mendadak ini

"rumah sakit mana mbak?"

"Mbak ke rumah saja ya" begitu pintanya sembari tetap dalam isak kepedihan.

Dada ini bergemuruh, betapa aku pun ingin meluapkan tangisan sejadi-jadinya

Aku mencoba menghubungi Bang Isson Khairul,  kompasianer yang selama ini menjadi partner kemana pun Kang Thamrin pergi. Nihil, panggilan WA tak terjawab. Begitupun saat aku mencoba menghubungi Mas Yon Bayu. Mereka bak Tiga sekawan dalam gurat kepenulisan dengan gaya dan talenta masing-masing. Zonk, tetap tak terangkat.

Akhirnya aku memutuskan menulis kabar duka itu di beranda Facebook dengan mentag beberapa nama diantaranya Pak Tjiptadinata Effendi, dan Koh NUrul Uyuy sembari bergegas. Belum lama berselang, bermunculanlah pesan melalui WA untuk memastikan kabar yang aku unggah di laman Facebook. Sempat pula menuliskan pesan WA ke bang isson , mas Yon dan Grup Admin Kompasiana serta grup K250+.

Begitu aku melihat centang biru di WA bang Isson, lekas aku telpon dia. Dan tangisku pecah sembari memintanya untuk bersama-sama kerumah duka. Tak berapa lama, muncul pesan dari Syifa Annisa, Mas Yon, Mas Rahab Ganendra, Pak Sutiono Gunadi, Mas Zulfikar Alala dan banyak lagi.Tak anyal kami bersama menuju ke kediaman duka di kawasan Jati Asih, Komplek Angkasa Puri.

Setibanya di rumah duka, Mas Rahab dan Rifki Kompasianers Tangerang  Selatan telah tiba terlebih dahulu. Ambulans yang baru saja membawa almarhum masih parkir didepan rumah. Tenda terpasang dengan beberapa kursi untuk mereka yang hadir memberi doa dan penghormatan terakhir. Aku lekas meringsek masuk ke dalam rumah menggandeng Syifa. 

Ruang tamu sederhana itu menjadi tempat dimana Kang Thamrin kini tak lagi menyapa dengan seringai senyumnya yang berkumis. Aku hanya ingin memeluk Mbak Nani. Itu saja. Dan persis di samping Jenasah, aku melihat mbak Nani dalam simpuh tangisan penuh kehilangan. Aku menghambur mendekapnya sembari mengguguk dan kembali tangisku pecah.

"Maafkan kesalahan Pak Thamrin ya mbak" pinta mbak Nani tulus penuh linangan air mata

Dan aku tak bisa berkata-kata selain isak tangis yang membarengi tangisan Istri kang Thamrin. Aku memegang erat tangan mbak Nani. Aku tau persis beliau perempuan kuat selama ini. 

Disamping kami, Kang Thamrin begitu tenang dalam berpulang. Tanpa suara, tanpa pamit hingga siapa yang hendak menyangka. Satu persatu tamu datang menyalami mbak Nani yang berlinang Air mata. Aku tak bergeser bahkan hingga melihat wajah Kang Thamrin yang tampak seperti orang sedang tidur.

Hingga pertanyaan sebab akibat Almarhum meninggal, akhirnya terjawab tanpa aku tanyakan. Dengan linangan air mata duka, sang istri berceritaa dengan terbata. Kemarin malam Kang Thamrin sempat keserempet mobil saat mengendarari sepeda motor. Kejadiannya hampir tengah malam, setelah seharian almarhum beraktifitas melayat sahabatanya yang meninggal. Setelahnya sempat ke percetakan di kawasan senen. Seperti biasa baru tengah malam almarhum  pulang kerumah. 

Akibat serempetan itu, spion motor rusak, dan kemungkinan kang Thamrin sempat terjatuh. Tapi masih bisa pulang kerumah dengan tetap mengendarai sepeda motor. Tidak mau diajak ke rumah sakit. Keluhannya di bahu dan lengan. Pagi harinya, hanya minta diurut saja. Belum sempat dibawa ke tukang urut. Saat duduk di Meja makan untuk sarapan. Almarhum jatuh ke belakang hingga membentur lantai.

Demikian aku berusaha mendengarkan dengan seksama cerita mbak Nani disela isak tangisnya saat bercerita kepada tetangga sekitar yang juga kaget. Mereka pun berbisik,  Kemarin pagi masih terlihat jalan  ke Masjid untuk  shalat subuh. 

dok.pri
dok.pri
Terima kasih atas doa dan kehadiran rekan Kompasianer di rumah duka, bang Topik Irawan, MAs Yon, Bang Isson, Mbak Indah Noing, Mbak Riap Windhu, Mbak Ellisa Koraag, mas Abi Elha, Rahab Ganendra dan semua yang tak tersebut. Teruntuk Dhevi Anggara Kasih dan Pak Tjiptadinata Effendi, amanat telah tersampaikan kepada keluarga, dalam hal ini mbak Nani.

Setidaknya kompasianer  yang hadir hingga malam tadi, mewakili sekian banyak kompasianer lain yang mengenal baik Almarhum. Meski kami hanya mengantarnya selepas jenasah di shalatkan sesaat setelah shalat Isya berjamaah di masjid Komplek Angkasa Puri. Ya, malam tadi Kang Thamrin telah dikebumikan dengan tenang setelah Mas Pandu, anak lelakinya yang tinggal di Bali hadir ditengah keluarga  melihat Ayahandanya untuk yang terakhir kali.

Dan malam ini sepulang dari rumah duka,aku melihat lagi panggilan masuk siang tadi. Pukul 11.36, mungkin sesaat setelah Kang Thamrin berpulang dengan tenang itulah, mbak nani mengabarkannya padaku diiringi pecahnya tangis kehilangan.

Sugeng Tindak Kang...

Engkau telah berpulang dengan begitu tenang

Semoga Allah memberi lapang jalan menuju kekalnya Firdaus melalui sekian catatan kebaikan yang telah engkau torehkan melalui rangkaian karya selama ini

Dan keluarga yang ditinggalkan ikhlas melepasmu dengan balutan doa dan cinta 

Al Fatekhah

Selasa, 3 September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun