Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menjadi Pejalan Ibu Kota, Tadabur Sosial Menunggu Berbuka Puasa

20 Mei 2019   23:47 Diperbarui: 20 Mei 2019   23:49 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibukota tak ubahnya menjadi magnet yang bisa menarik siapa saja untuk beraktifitas di dalamnya. Termasuk saya yang kerap wara wiri di ibukota dan sebulan terakhir akhirnya memilih untuk kembali menetap di kota satelit yang mengelilinginya. Mobilitas antar ruang di ibukota sedemikian dinamis seiring dengan laju pertumbuhan sarana transportasi massa.Jujur saja saya sedemikian menikmati meski terkadang macet menghantui. 

Pejalan, adalah penyederhanaan dari traveling ala saja. JIka selama ini travelling identik dengan pesiar di sekitaran tempat lokasi tenar dengan sekian budget anggaran dan "itinarey",maka menjadi pejalan adalah sebentuk kata yang paling amat sangat sederhana dari melancong. Tak harus menghabiskan sekian banyak uang dan detail waktu dan tempat yang akan dituju tak ubahnya sebuah konsep pejalan Ibukota ala saya.

Setiap titik di Ibukota memiliki potensi yang menarik. Tergantung sudut pandang kita dalam menikmati. Tak harus ke ragunan, Taman Mini,Ancol sebagai ikon wisata Jakarta. Bagi saya, Salemba, Kampung Melayu Hingga tanah abang pun punya nilai wisata yang anti mainstream. Lihat saja bangunan Fakultas KEdokteran UI salemba. Memasuki kawasanya berasa tengah  berada di Eropa yang menyajikan banyak bangunan berarsitektur kuno.

Jangan salah,keberadaan moda transportasi massa menjadi faktor utama ketika saya menghabiskan waktu sebagai pejalan Ibukota.BusWay atau yang kini lebih dikenal dengan Trans Jakarta misalnya, siap mengantarkan kita ke titik-titik ibukota yang sejatinya menarik untuk ditelisik. Apalagi sekarang banyak layanan bus wisata yang terintegrasi dengan beberapa halte pengumpan Trans Jakarta. 

Bus tingkat dengan interior yang menarik dan warna warni yang atraktik ini memiliki bebarapa trayek perjalanan wisata ibu kota.City tour demikian para travelling hits menyebutnya. Menariknya lagi ,bus ini tidak memungut biaya bagi para penumpangnya alias gratis. Keliling ibukota gratis sembari menunggu waktu berbuka,itulah salah satu hobby saya. Lagi-lagi hanyalah sebagai pejalan ibu kota.

dok.pri
dok.pri
Salah satu trayek bus wisata Ibukota ini adalah Masjid Istiqlal Pintu Juanda -Kota Tua. Ikon kota tua sebagai salah satu lokasi wisata yang nge hits,membuat bus yang diberangkatkan dari sekitaran Istiqlal ini kerap ramai. 

Lebih asyik ketika kita mengambil posisi tempat duduk di lantai 2 bus. Melihat pemandangan di kejauhan pun lebih leluasa. Tak jarang banyak wisatawan lokal yang datang dari berbagai daerah memanfaatkan keberadaan bus ini untuk menikmati sisi lain ibukota.

Trayek lain bus wisata ini adalah Balaikota DKI- Taman Kalijodo. Lokasi balaikota propinsi DKI Jakarta yang dekat dengan Monas menjadikan bus wiasata ini dilirik bagi mereka yang ingin melancong ke kawasan Monas. 

Jika ingin menempuh perjalanan yang lebih lama karena jarak yang cukup jauh dari  Jakarta pusat ke Jakarta Barat dengan tujuan akhir taman Kalijodo,maka trayek ini bisa menjadi alternatif trayek Istiqlal-kota tua

dok.pri
dok.pri
Begitulah, saat terik terasa di siang hari, menjadi pejalan ibukota dengan memanfaatkan bus gratis bisa mendatangkan sensasi tersendiri. Tak jarang dalam perjalanan bisa pula kita manfaatkan untuk menikmati tidur berkualitas. 

Melihat bangunan tinggi, suasana jalan yang lengang hingga ramai kerap menjadi inspirasi bagi saya. Maklum selain hobby jalan, saya tengah menekuni dunia tulis menulis yang tentunya butuh pasokan ide dan inspirasi. Menjadi pejalan ibukota merupakan hobby yang sangat menunjang penyegaran pemikirian dan menghindarkan saya dari sebuah stagnasi.

dok.pri
dok.pri
Tak hanya sekedar melakukan sebuah perjalanan pendek antar titik di ibukota,bagi saya dengan menjadi pejalan ada proses tadabbur sosial yang kurang lebih artinya mengarah pada sebuah perenungan sosial.

Mengamati wajah-wajah penumpang,melihat lalu lalang kendaraan,bangunan pencakar langit,hingga terkadang menemukan realitas sosial yang kurang semestinya menjadikan saya menempuh lorong pemikiran yang kerap disebut dengan istilah kontemplasi. Padahal sih tak ubahnya dengan  kita melamun.

dok.pri
dok.pri
Dua hingga tiga kali putaran bus wisata ibukota ini akan mengurangi banyak waktu tunggu kita untuk berbuka.Tak terasa saiang berganti petang. Dan saya yang telah menikmati spot-spot sosial ibukota merasa hobby saya ini sederhana. 

Buktinya, saat menjelang berbuka,bus yang saya naiki tersebut kembali membawa saya ke tempat semula,yakni sekitaran masjid Istiqlal.Al hasil waktu berbuka saya segerakan setelah hampir seharian saya melakukan tadabbur sosial

Ada yang mau mencoba??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun