Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Andhum Basuki: Sebuah Filosofi Berbagi

6 April 2019   06:53 Diperbarui: 6 April 2019   07:04 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski Ngadas bukan satu-satunya tempat bermukim suku Tengger, Namun diyakini, suku Tengger di Ngadas inilah yang hingga sekarang masih memegang erat tradisi budaya. Bukan sebuah kebetulan, Warga Tengger yang bermukin di Ngadas sedang melakukan sebuah sembahyangan yang rutin digelar setiap rabu,  khususnya Rabu legi.

Kebhinekaan begitu kentara terlihat di Ngadas. Vihara, Pura dan Masjid hanya berjarak sejengkal saja. Suku Tengger memgang teguh toleransi keyakinan. Sebagian meyakini Budha 'kasunyatan" atau Budha "Jawa", Sebagian lagi meyakini Hindu sebagai sebuah sinkretisme nilai yang ada. 

Dan tak terkecuali suku Tengger pun ada yang memeluk Islam. Mereka tumbuh dalam kehidupan yang penuh kasih dan toleransi yang melingkupi.

Warga Tengger begitu terbuka dengan mereka yang datang sekedar untuk bertandang. Hingga kami pun tak segan untuk bergabung duduk bersama warga mendengar semacam penyampaikan petuah bijak oleh seorang "Romo". Dalam islam tak jauh berbeda dengan semacam pengajian lebih tepatnya Jiping alias Ngaji Kuping.

dokpri
dokpri

Semua yang disampaikan adalah bersifat kebaikan. Mengingatkan warga Tengger untuk tetap mengedepankan cinta kasih dan tidak lupa untuk berbagi. Hasil bumi yang melimpah menjadi sarana utama mereka dalam berbagi selama ini. Seperti dalam hidangan sesaji yang mereka bawa. 

Untuk kemudian dinikmati bersama. Sederhana namun penuh makna. Seperti halnya kentang Ngadas yang direbus, Nasi liwet dari hasil panen Padi Gogo, Telur ayam kampung rebus, Sambel, dan rebusan daun kelor.  Sehat, nikmat tanpa campuran bahan kimia yang cukup berarti.

menjelang Sore,Sejenak kami pun pamit dari Ngadas. Setelah sebelumnya kami menyusuri jalan-jalan desa yang menghubungkan ke Pura. Kami singgah di Balai desa. Hingga sapaan hangat dari warga yang kami lewati semabri berkata sopan : "Pinaraakkk", yang kurang lebih mempersilahkan kami mampir duduk singgah di rumahnya. Ah, pengelaman ke Ngadas sungguh belumlah tentu terulang dalam waktu dekat. Dan semua itu biarlah melekat dalam tulisan singkat.

dok. Rahab Ganendra
dok. Rahab Ganendra

Tentang Andhum Basuki, dimana Warga Tengger begitu memiliki cara untuk berbagi bersama kami. Begitupun mbah Ukik dan istri, yang telah membagi waktu, tenaga, kebahagiaan, hingga keindahan kawasan Bromo-Tengger-Semeru kepada kami. Andhum Basuki, sebuah filosofi berbagi dari peraih Kompasiana Award untuk The Best Netizen Journalist dan People Choise. 

Terima Kasih tak terkira kagem Mbah Ukik beserta istri.Tak sekedar berbagi melalui tulisan-tulisannya saja selama ini. Begitupun lelaki yang bernama asli Pak Basuki ini ternyata begitu bermurah hati untuk berbagi kepada kami.

Note : 

Dont Miss it,Tulisan tentang menapak Jejak di Bromo dan Padepokan Mangun Dharmo  The Bromo Series ///

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun