Camilan berwarna kuning keemasan berbentuk batangan ini leleh begitu menyentuh lidah. Rasanya manis sedikit asam. Ada sedikit rasa sejuk dan aroma khas. Konon, panganan  ini telah ada sejak legenda lama yang diangkat dalam roman sejarah serat Centhini.
Brem merupakan camilan legendaris yang kerap menjadi buah tangan atau oleh-oleh khas Madiun. Terbuat dari bahan utama air sari tape ketan. Pembuatannya terbilang masih tradisional. Namun keberadaan Brem sebagai panganan khas mampu bertahan lima generasi hingga saat ini.
Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun merupakan sentra penghasil Brem. Sebanyak kurang lebih 60 industri rumahan menjadi roda penggerak produsen dan distributor Brem. Wajar jika kemudian usaha rumahan tersebut menggeliat menjadi bagian dari sebuah Usaha Kecil Menengah atau yang kerap kita kenal dengan istilah UMKM.
Beruntung saat saya berkunjung ke Kaliabu, atas rekomendasi dari kepala desa dan diantar oleh pendamping desa saya dipertemukan dengan pelaku UMKM Brem dari segi produsen dan distributor. Ya, bicara tentang usaha kecil menengah Brem di Desa Kaliabu secara proses terbagi menjadi dua bagian. Ada sebagian yang memproduksi brem, ada sebagian yang mengemas brem hasil produksi tersebut dalam kemasan dan merk tertentu untuk kemudian di distribusikan melalui toko yang mereka miliki atau melalui jejaring distributor di luar desa Kaliabu sendiri.
Ha itu pula yang menjadikan Brem Madiun sudah memiliki ijin P-irt sebagai jaminan keamanan untuk dikonsumsi. Meski ke depan Brem Madiun tetap membutuhkan inovasi dalam produksi  baik berupa alat yang lebih modern , hingga kualitas produk beserta  kemasan yang lebih menarik dan berdaya saing global.
Ada sekitar 48 rumah yang memproduksi Brem sama seperti yang Bu Supi lakukan. Bahkan Bu Supi sudah mulai melakukan inovasi bentuk brem agar tidak hanya berbentuk kotak panjang. Dia pun membentuk brem dengan cetakan berbentuk bunga. Meskipun hingga saat ini, proses ini masih sebatas uji coba dan baru menjadi rintisan.
Kapasitas produksi masing-masing rumah produsen berbeda satu sama lain. Rata-rata tiap hari mengolah 25-50 kg tape ketan sebagai bahan utama pembuatan Brem.Â
Atas rekomendasi dari Bu Supi pula, kami menemui Pak Yahya salah satu distributor Brem di Desa Kaliabu. Rumah Joglo di Ujung desa itupun menjadi etalase yang memajang aneka Brem dengan inovasi rasa yang berbeda dari kebanyakan. Ada lebih dari 15 distributor Brem dengan aneka merk yang ada.
Selama ini pak Yahya rutin mengirim Brem ke mata rantai distribusi Brem di beberapa wilayah. Dia mengaku, sedikit repot dalam urusan pengiriman. Ongkos kirim yang terbakar dengan jaminan kondisi tidak rusak selama pengiriman itulah yang kadang menjadi kendala. Tak jarang dia menggunakan jasa pengiriman bus malam.Â
Pangsa pasar Bali menjadi target market yang rutin dikirim. Dalam sebulan pak Yahya mengirim 20 dus ukuran besar dengan kapasitas isi per dus sebanyak 400 pack brem. Pak Yahya mengaku cukup kewalah jika harus mengantar kiriman ke lokasi yang jauh dari jangkauan lintasan Bus.
Pak Yahya menambahkan, ada beberapa daerah wisata seperti Lombok, NTT, Riau, Maluku dan Kalimantan yang pernah meminta kerjasama distribusi Brem, namun lagi-lagi belum memperoleh solusi terkait biaya pengiriman yang terjangkau dengan jaminan keamanan kemasan tidak rusak. dan satu lagi, tidak perlu bolak balik mengantar ke tempat pengiriman . Ya, kami akan dimudahkan jika ada jasa logistik yang bisa mengambil barang yang akan kami kirim, begitu harapnya.
Beberapa kali pak Yahya membuka jejaring distribusi di pasar modern yang ada di Semarang. Pasar modern lebih mempercayakan pengiriman melalui JNE karena jaminan keamanan barang. Namun Tidak semua mitra distributor khususnya di luar Jawa Timur menggunakan jasa logistik yang sama.
Tidak sekedar berbincang dengan Bu Sufi dan Pak Yahya, saya pun berdiskusi dengan pendamping desa yang ternyata putri daerah Kaliabu. Beberapa kali dia mencoba memasarkan brem secara online , namun kendalanya lagi-lagi belum menemukan mitra pengiriman yang sesuai dr segi harga dan efisiensi tenaga tidak bolak balik ke tempat pengiriman.
Sebagai orang yang pernah mengenal pesona Nusantara yang merupakan. Salah satu layanan JNE, saya pun menanyakan kepada mereka. Sayang, rupanya mereka belum berkenalan dengan pesona Nusantara. Cek dan ricek saya membuka laman pesonanusantara.co.id. Dan memang masih belum ada Brem yang menjadi mitra usaha di etalase digital oleh-oleh dari seluruh penjuru Nusantara itu.
Ada harap pasti, saat brem Madiun sudah bertengger di pesona nusantara, dari sanalah potensi UMKM Brem Madiun akan memiliki akses hingga ke penjuru dunia. Tak sebatas itu, para pegiat UMKM Brem dari kalangan distributor khususnya menanti JNE agar hadir lebih dekat dengan sentra UMKM. Hingga semangat happiness and Connecting terwujud juga melalui sinergi JNE pengembangan sumber daya manusia khususnya bagi pegiat UMKM BREM di Desa Kaliabu agar mendapatkan  suntikan pengetahuan dalam hal pemasaran digital melalui pelatihan ataupun workshop. Semoga dan pasti bisa terwujud
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H