Namun siapa sangka, Anies pun mengikuti jejak politik menjadi Gubernur DKI setelah menang Pilgub 2017. Sebelum menulis lebih jauh tentang satu tahun kepemimpinan Anies di DKI Jakarta, mari sejenak kita cermati kembali tahun demi tahun yang menjadi tangga perjalanan politik Anies Baswedan : 1997-2007-2017. Angka cantik, deret bilangan kelipatan 10 yang ciamik untuk ditelisik.
Satu Tahun Anies Baswedan Memimpin DKI
Kompleksitas permasalahan ibukota menuntut kepemimpinan sekelas Gubernur DKI harus berlipat keistimewaanya. Sudahkah Anies-Sandi menjadi istimewa bagi warganya?. Oleh sebab saya bukan warga DKI Jakarta, maka sungguh tidak berhak saya untuk menjawabnya. Namun sebagai orang yang pernah hidup di Jakarta bahkan hingga sekarang dan nanti masih wara-wiri keluar masuk Jakarta, maka tulisan ini menjadi sebuah apresisasi tersendiri.
Nyata, ditengah perjalanan  Anies-Sandi, dinamika politik  berujung pada didaulatnya Sandi maju sebagai cawapres Prabowo. Konon sebelum mendaulat Sandi,  Anies  Baswedan telah terlebih dahulu dipinang oleh Prabowo. apa daya, Anies bertekad menyelesaikan masa jabatan Gubernurnya hingga tuntas. Prabowo tentu saja harus legowo, hanya mendapatkan DKI 2  sebagai pasangannya.
Kehilangan rekan seperjuangan sekaligus  rekan kerja dalam menjalankan mesin pemerintahan propinsi DKI bukanlah barang  sepele. Apalagi hingga saat ini belum juga ada putusan siapa kandidat  pengganti Sandi untuk kursi DKI-2. Anies pun harus ekstra menjaga  kinerja.
Jakarta, terlepas siapapun Gubernurnya, terkadang  menjadi parameter atas kondisi negara. Meski hal ini tidak sepenuhnya terukur dalam validitas uji sampling yang akurat jika benar-benar ditinjau dan dilakukan kajian antar propinsi yang ada di Indonesia. Jakarta secara otomatis menjadi tuan rumah bagi para tamu republik. Suka tidak suka, Jakarta haruslah menjadi kota yang ramah lagi humanis.
Tag line "Jakarta Maju Kotanya, Bahagia Warganya", hadir mengiringi kemunculan pasangan Anies Sandi. Sebuah frasa kalimat yang menggabungkan antara suatu keadaan yang dapat dilihat dengan kasat mata, yang bersanding dengan suasana hati dan batin yang immateril.
Keseimbangan, demikian mungkin sebuah gambaran keadaan masyarakat yang tinggal di Jakarta dalam sebuah gambaran atau kacamata kepemimpinan mereka. Sederhana dan terkesan gampang, hingga terkadang mudah untuk dilupakan akibat dinilai banyak hal lain yang harus diprioritaskan.
Tagline inilah yang harusnya menjadi ruh dalam tiap gerak pembangunan DKi yang di dipimpin Anies Baswedan. Jangan sampai dilupakan apalagi ditanggalkan. Meski untuk mengukur tingkat kebahagiaan warga, butuh instrumen penelitian yang tidak biasa dilakukan dalam standar monitoring dan evaluasi masa pemerintahan Anies Sandi.
Bahagia adalah standar ganda antara apa yang bisa dilihat secara fisik dengan kondisi internal fikiran dan batin tiap individu dalam masyarakat. Tidak ada salahnya, sebagai mantan Akademisi, Anies Baswedan harus kembali melibatkan jejaring Akademisnya baik itu dari para sosiolog, psikolog sosial hingga antropolog. Dibutuhkan sentuhan penanganan atas masalah ibukota secara multi disiplin ilmu hingga lintas sektor.