Konstelasi politik jelang Pilpres 2019 kian dinamis. Tidak ada habisnya manuver politik. Kemunculan tokoh di lingkar kandidat Capres-Cawapres masif menghias tiap pos pemenangan sesuai dengan kapasitas dan keahlian.
Erick Thohir mantap memosisikan diri sebagai nakhoda pemenangan di Kubu Jokowi. Sementara kabarnya Joko Santoso tengah menyiapkan diri menjadi pemegang komando kubu Prabowo. Meski hingga saat ini kabar pastinya masih "Entah...."
Dalam kondisi "entah" Sang Jenderal di kubu Prabowo, menyeruak Itjima Ulama dua. Sebagai orang awam dan tentunya bukanlah seorang ulama, saya sedikit asing dengan istilah "ijtima". Pencarian arti kata ijtima pun saya lakukan dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada "mbah google".
Tidak disangka, jawaban mbah google malah membuat saya semakin bingung saja. Terlebih Ijtima ulama dua menghasilkan 17 point semacam rekomendasi atau konsensus politik sebagai konsekuensi atas dukungan mereka ke kubu Prabowo - Sandiaga.
Mungkinkah ini semacam kontrak politik? atau sejenis perjanjian "pra-nikah" untuk mengikat mempelai capres-cawapres Prabowo-Sandi kelak dikemudian hari. Itu pun dengan catatan Prabowo menang pada pilpres 2019.
Nah jika tidak, mau dibawa kemana 17 point hasil ijtima ulama tersebut? Jadi ingat syair lagu yang cocok untuk posisi Joko Santoso sebagai Ketua timses Prabowo:
Mau dibawa kemana hubungan kita
Jika kau terus menunda-nunda....(tentu bukan untuk ungkapkan cinta, melainkan untuk lekas mengesahkan JS sebagai Ketua Timses)
Entah kenapa, bukan 17 point hasil itjima ulama yang menarik perhatian saya. Hal ini mungkin disebabkan saya bingung,hasil itjima itu nanti berlaku bagi siapa? apakah akan mengikat kalangan luar ulama juga.
Bukankah ini akan menjadi titik rawan sehingga muncul dikotomi Ulama dan non-Ulama. Padahal jelas-jelas Indonesia negeri ber-Bhineka Tunggal Ika. Sungguh kesan eksklusif itu ada pada lingkup mereka. Apalagi jika memperkuat peluang "judgement" kafir, penghuni neraka, hingga dajjal politik ala Amin Rais. lagi-lagi entahlah..
Dan yang membuat "entah" itu kian menguat adalah kemunculan Habib Rizieq secara daring dalam pertemuan Ijtima Ulama 2.
Seperti yang dilansir dalam portal liputan 6.com Habib Rizieq memberikan seruan untuk memilih Parbowo-Sandiaga Uno. Bahkan dia menyebut Ijtimak ulama sedang menjalankan siasat Syariah yaitu politik negara yang tunduk kepada aturan syariat dan konstitusil dengan cara-cara yang terhormat dan bermartabat.
Secara fisik Habib Rizieq memang jauh berada di Arab sana, namun momentum Pilpres 2019 tidak dia lewatkan begitu saja. Saya pun menyebutnya sebagai jurkam jarak jauh. Hingga diam-diam muncul dalam pemikiran saya sebuah imaji yang entah.
Seandainya Habib Rizieq pulang ke Indonesia lebih awal, sebelum tahun politik mulai menghangat, akankah dia akan mendapatkan posisi sekelas Erick Thohir di kubu Prabowo - Sandi?
Sebagai pengamat dapur politik, saya berharap ada gebrakan dari team pemenangan Prabowo. Utamanya terkait kepastian posisi Joko Santoso sebagai ketua Tim Sukses baik secara de facto maupun de Jure. Semoga nama Sang Jenderal tidak sedang dilambungkan sesaat untuk kemudian terkendala dalam perebutan posisi internal dari koalisi setengah hati.
Imajinasi saya terus berkembang seputar Komando JS vs HR. Penelusuranpun saya lakukan. Joko Santoso sepanjang karier militer hingga politik pasca purna TNI nyaris tidak pernah mengambil posisi sebagai penyerang. Sebagai purna TNI bintang 4, level Joko Sudah pada tataran pemikir strategi, pemberi nasehat, pengarah, pembina bagi sosok Capres Cawapres Prabowo- Sandiaga Uno.
Bertemunya Joko Santoso dengan Erick Thohir sebagai Ketua Tim Sukses dari maing-masing kedua kandidat capres cawapres 2019 tidak bisa ditarik dikotomi dari segi manapun. Yang Jelas, keduanya belum pernah berhadap-hadapan sebagai lawan politik.
Lantas, bagaimana dengan Habib Rizieq? Tokoh islam yang cukup mengundang kontroversi ini sejatinya sangat heroik. Laksana komandan perang, HR mampu mengobarkan semangat para pengikutnya. Wajarlah jika dia memegang tampuk kepemimpinan ormas islam yang kerap memperlihatkan aksi people power dibawah panji FPI.
Medio Agustus 2013 silam, Habieb Rizieq cukup keras menyebut nama Erick Thohir, seperti yang dilansir melalui Voa-islam.com : "Kalau mau turunkan berita tentang FPI, wajib tabayyun dulu ke FPI, atau memang Republika sudah menjadi media liberal karena dipimpin Erick Tohir?” tegas Habib Rizieq Syihab melalui pesan singkat yang diterima redaksi voa-islam.com, Selasa (13/8/2013).
Dan Kini, Pilpres 2019 Erick Thohir menjadi political darling.ET Menempati pucuk pimpinan suksesi kubu Jokowi. Karena itu pulakah, Habib Rizieq kembali kesumat untuk turut menggelorakan perebutan kekuasaan?! Terlepas dari luka lama pimpinan FPI yang secara tida langusng ditujukan kepada Erick Thohir atas pemberitaan Republika kala itu, semoga HR tidak menjadi bayang-bayang JS dalam memegang komando tim sukses Prabowo. Sebab jika itu terjadi, maka tidak ada lagi kata satu komando dari Sang Jenderal.
Ah Bib..Habib andai saja engkau pulang ke Indonesia lebih awal, tanpa melalui mekanisme Ijtima ulama mengacu pada point ke 16, Bukan tidak mungkin Engkau akan menjadi sekelas Erick Thohir dari Kubu Sebelah.
salam damai penuh kasih
love and peace
sumber bacaan :
dan bacaan lain terkait JS, ET dan HR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H