Â
[caption caption="dok.pri : Di lantai teratas masjid Istiqlal berlatar belakang gereja Kathedral (2011)"][/caption]Akhirnya buku yang terbilang fantastis ini bisa saya baca. Itu semua tak lepas dari peran Kang Thamrin Sonata yang menjadi rutin mengirimi saya buku-buku yang sangat menginspirasi. Siang itu buku bersampul biru muda dengan desain sampul depan bergambar masjid  setebal 313 halaman cukup menyita perhatian saya. Bukan tanpa alasan saya dengan gembira menerima buku ini, saya sendiri memiliki rekam jejak mengembara di beberapa masjid meski masih berada di Indonesia
Bukan karena judul bukunya memuat bahasa masjid sehingga terkesan Islami dan berisi unsur Arab maka saya memulai membaca dari halaman belakang. Melainkan karena saya ingin mengetahui testimoni para pembaca terdahulu yang tidak saja berisi cuplikan pesan dan kesan terhadap buku ini. Awal penelusuran pun berlanjut ke halaman pamungkas yang memuat tentang Penulis.
[caption caption="buku mengembara ke masjid-masjid di pelosok dunia karya Bang Taufik Uieks"]
Taufik Uieks, agag susah saya mengeja lafadz namanya. Melihat tahun kelahiran yang tertera kira-kira sebutan Bapaklah yang pantas saya berikan. Tapi melihat tempat kelahiran di Sumatra sana dan untuk lebih mengakrabkan diri, ijinkan saya memanggil dengan sebutan Abang saja. Semoga Berkenan dan lebih mengakrabkan diantara semua yang membaca. Singkat saya ingin mengenal si empunya buku ini. Apapun yang sudah menjadi aktifitas profesi dan keahlian serta latar belakang pendidikan bang Taufik selama ini cukup sekelebat saja saya baca. Tak Sabar rasanya beranjak ke halaman depan buku Mengembara Ke Masjid-Madjid Di Pelosok Negeri. Buku ini terbilang Gres karena cetak pada Desember 2015 yang diterbitkan oleh Peniti Media.
Membaca lembar awal tak berhalaman berupa catatan dari penulis, ada desir tersendiri dari dalam sanubari. Kata pembuka yang sudah tidak asing namun layak diamini oleh hampir semua orang. Bahwasanya Hidup adalah Perjalanan yang dalam bahasa kerennya sering ditulis Life is Journey. Bagi kalangan pelancong atau yang punya hobby jalan-jalan hingga muncul istilah travelling dan traveller, siapa yang tidak akan berdecak kagum ketika bisa melihat belahan negara lain. Tak sekedar selfie dengan ikon bangunan luar negeri atau latar belakang pemandangan salju semata,  tapi sisi yang berbeda yang justru dihadirkan dalam catatan perjalanan yang ia sebut sebagai pengembaraan.
Penggunaan istilah pengembaraan ini pulalah yang kemudian menghadirkan suasana kebatinan yang lain dari pada yang lain. Hari gini mengembara??!! Dari masjid ke masjid pula,  apa yang sebenarnya dicari oleh seorang Taufik Uieks?. Namun ternyata diakhir catatan penulis itu pula  dia menegaskan kembali bahwa dia adalah seorang pengembara sejati dengan kalimat yang dia rangkai "Bagi seorang pengembara : siapakah yang akan tahu ada dimana kita hari ini?"
Lagi-lagi saya membenarkan apa yang tertulis di halaman berikutnya. Kali ini Sang Editorpun semakin membuat penasaran dengan isi buku ini. Bukan jalan-jalan biasa. Demikian tulis Thamrin Sonata. Dan itu semua meyakinkan saya bahwa dengan membaca buku ini maka saya pun harus bersiap untuk mengembara meski dalam hitungan jam untuk menyelesaikan halaman demi halaman yang memunculkan imajinasi petualangan spiritual dalam benak saya.
Lima Benua,Tak tanggung-tanggung penulis melakukan pengembaraan. Bukan Barang Murah, sebab mengembara di jaman sekarang tidak lagi menggunakan Kuda berpelana apalagi lintas negara di kawasan Timur Tengah, Amerika, Asia, Australia Hingga Eropa. Desir emosi saya menyulut betapa bersyukur saya bisa menikmati hasil pengembaraan dalam sebuah buku dengan harga yang masih terjangkau. Tapi itulah makna sebuah buku sebagai jendela dunia.
Membaca buku ini ibarat tengah membenamkan sebagian wajah dalam jendela yang memperlihatkan gambaran luar biasa tentang keberadaan masjid-masjid yang belum tentu bisa kita datangi. Entah seperti apa ekspresi wajah saya ketika membaca buku ini dalan tiap bab yang dihadirkan. Melongo, tercengang, berdecak kagum dan sekian kali berucap Subhanallah...Terlebih mata kita dimanjakan dengan foto-foto ekslusif berwarna. Tampak Indah dan sempurna sudah rekaman hasil pengembaraan penulis ini tersuguh.
Dari lima bab yang disajikan, Timur Tengah menjadi pembuka pengembaraan. Enam cerita keberadaan masjid tersebut dirangkai apik. Tak saja tentang detail bangunan, namun juga suasana sekitar. Sebut saja masjid yang menghiasi halaman 1 yang bernama Sheik Zayed Grand Mosque yang berada di Abu Dhabi. Bahkan di masjid lain di negara yang sama disebutkan tentang harum dupa yang membawa nuansa sakral sesaat sebelum adzan yang berkumandang dari sebuah rekaman.Â
Dalam menuliskan kisah pengembaraannya, judul dalam sub bab terkesan cukup provokatif. Sebut saja Nabi-nabi kecil dari Zanzibar. Kisah bertemunya penulis dengan anak-anak di Masjid Noor Muhammad. Siapakah yang dimaksud dengan nabi-nabi kecil itu?. Sebagai sebuah kesatuan yang utuh, penulis juga menyertakan sejarah singkat berdirinya masjid-masjid tersebut. Bahkan selayang pandang tentang beberapa objek wisata di Kairo misalnya, juga ikut menghiasi halaman cerita saat beliau singgah di salah satu masjid di Kairo.
Tidak semua berkisah tentang masjid. Itu yang bisa saya rasakan dan nikmati dalam buku ini. Ketika berada di Casa Blanca - Maroko dan Kigali misalnya. Deskripsi keindahan bentang alam  di tepi laut atlantik membuat mata ini menelusur tiap kata yang tersaji beserta gambar yang menambah betapa takjub ketika bisa benar-benar berada disana. Sementara di Kigali penulis menghadirkan suasana Islamic Centre hingga kisah pembantaian yang menjadi perantara berkembangnya Islam disana.
Beranjak ke benua berikutnya yang terkenal dengan Negeri Paman Sam, tak kalah seru penulis mengisahkan rekam jejaknya menelusuri keberadaan masjid-masjid di negara yang minoritas Islam. Amerika Selatan tepatnya di Buenos Aires, New York,  Chicago dan Panama City disanalah dia mencari masjid yang wajib dia kunjungi. Pernak-pernik lain dalam  pencarian masjid di Amerika  berisi tentang jarak tempuh, moda transportasi umum yang digunakan dan penggalan kosa kata dalam beberapa bahasa percakapan yang digunakan. Meski di Amerika tak semua menggunakan bahasa Inggris. Beberapa kosakata dalam bahasa Spanyol pun menjadi sarana belajar bagi pembaca
Tak kalah menarik, Paparan tentang masjid-masjid di Asia sungguh menarik jiwa untuk tetap mengembara meski lewat uraian kata-kata. Sajian kisah masjid-masjid di Asia ini mendominasi sebagian buku. Sebanyak 25 cerita tentang masjid dimulai dari Masjid berkolam renang di Ho Chin Mihn- Vietnam, berlanjut ke Hongkong dengan 5 masjid megahnya. Penelusuran masjid-masjid di wilayah RRC ini menghadirkan banyak variasi cerita. Â Sepenggal kisah tentang seorang TKI/TKW di Hongkong misalnya. Atau Pesantren ala Hongkong, Â hingga kisah teknologi di sebuah masjid dengan eskalator terpanjangnya.
Lagi-lagi detail informasi tentang navigasi letak menuju jalan-jalan tertentu dengan menggunakan moda transportasi umum menjadi bertambahnya manfaat dalam membaca buku ini. Apalagi untuk wilayah Asia yang cukup bisa dijangkau oleh sebagian kalangan traveller. Penulis juga meyakinkan pembaca bahawasanya muslim cina khususnya di Xiamen cukup ramah. Bagi penggemar wisata sejarah, hadir pula catatan tentang  kota Zaitun dan Kisah Sejarah Kekaisaran China yang mensupport perkembangan Islam dengan peninggalan sejarahnya berupa masjid dan bangunan bersejarah lain.
Tak lengkap rasanya mengembara ke seantero dunia tanpa ada catatan tentang kulinernya. Lima lembar halaman mengupas tentang kuliner halal yang bisa dijumpai di Cina yang konon unik dan menggugah selera menurut penulis. Siapa yang menyangka Surga makanan justru tak jauh dari lokasi masjid Niujie di Beijing.
Dan lagi-lagi tidak hanya sekedar masjid sebagai tempat Ibadah, ada pula masjid Romantis di Shanghai yang dalam terjemahan bahasa Indonesia namanya berarti Kebun buah persik kecil. Disebut pula oleh penulis bahwa disana terdapat masjid khusus perempuan. Bagi para Pria pasti penasaran dengan masjid ini bukan?
Pengembaraan pun berlanjut hingga ke kota Casino, Makau yang memberi ruang untuk berdirinya sebuah masjid. Ada pula cerita tentang masjid Huang Cheng, Masjid Dong Si. Masjid-masjid tersebut diceritakan oleh penulis dalam detail arsitektur yang konon beratap kelenteng. Terbayang keunikan bangunan masjid disana bukan?
Jika di halaman pembuka bab Asia terdapat masjid di Vietman, agagnya setelah menempuh perjalanan ke RRC dan sekitarnya , penulis kembali membuka memori  tentang sebuah masjid di Hanoi Ibukota Vietnam. Kisah tentang buka puasa di Masjid Annur - Hanoi pun kembali menggenapkan catatan tersendiri tentang makna perjalanan dan Ibadah. Seperti halnya rangkaian kata yang menggambarkan suasana masjid diatas bukit di Seoul.
Beranjak ke kawasan Melayu, Gambaran masjid-masjid semakin mempersona adanya. Terlebih lagi ketika masuk negara monarkhi melayu Islam yakni Brunei Darussalam. Lagi-lagi decak kagum pada bangunan ibadah itu muncul. Demikian juga dengan sajian cerita masjid di Belanguru. Agak lama saya memastikan letak kota ini. Ketika akhirnya penulis menutup dengan kalimat yang memastikan Inilah Belanguru. Inilah India. Nikmati saja.Â
Menikmati tulisan selanjutnya tentang pengembaraan Bang Taufiek Uiek sampailah ia di Phnom Pehn- Kamboja. Lagi-lagi ilustrasi luar biasa disajikan lewat kata dan gambar yang ada. Berlanjut ke Kota seribu Pagoda, dimana pilihannya tertuju pada masjid tertua di kota Bangkok yang dilengkapi dengan sedikit jejak street food ala Thailand di seputaran masjid.
Bagi yang hobby tampil wangi, inspirasi untuk bertandang ke sebuah masjid di Nagoya-Jepang menjadi alternatif destinasi wisata. HIngga kemudian Pengembaraan masjid di Asia ditutup dengan cerita berturut-turut tentang Ojeg sepeda di Kota Yangon - Myanmar.Beralih ke kisah Al-Quran dengan 10 bahasa di MAsjid Kapitan Keling - Malaysia Serta masjid Emas versi Manila.
Giliran Australia menjadi objek pencarian masjid oleh penulis. Tak begitu banyak ditulis dalam bab empat ini terkait keberadaan masjid di Australia. Hanya ada 3 destinasi pencarian masjid yakni Christchurch, Selandia Baru dan Canberra. Tak kalah menarik dengan benua-benua sebelumnya, bahkan dalam sub bab pembuka ditulis : Mau Shalat?, Ayo Bawa Kursi Sendiri.
Eropa dipilih menjadi Benua terakhir pencarian masjid bagi penulis.Kisah-kisah heroik mewarnai pengembaraan yang dimulai dari Amsterdam dimana masjid yang dikunjungi sempat dideklarasikan sebagai sarang "teroris". Terbayang bukan betapa situasi dan kondisi dalam pencarian masjid tak semuanya dapat berjalan dengan manis. Ada pula masjid dengan taman terluas di dunia yang berada di Brussel.
Moskwa. membaca Kata ini di halaman 224 mengingatkan saya pada sebuah syair lagu hits Scorpions : The wind of change
I follow the Moskva
Down to Gorky Park
Listening to the wind of change
An August summer night
Soldiers passing by
Listening to the wind of change
Ahhhhh serasa ingin terbang saya kesana. Dan benar saja, kalimat demi kalimat mengungkapkan betapa kota ini ramah pendatang. Hal itu terlihat darikutipan-kutipan bahasa Rusia yang ditulis. Ya jangan lupa "Navela" yang artinya belok kiri. Konon di Moskwa ini pulalah Shalat Jumat Paling lama di dunia ini ada. Bagi pengagum budaya dunia, cerita tentang "Tartar Cultural Centre"  menjadi bagian tak terpisahkan menggenapkan makna sebuah pengembaraan.
Pengembaraan pun membuat Bang Taufik singgah di masjid "Ahmadiyah Independent". Kenapa independent, karena Ahmadiyah yang dimaksud disini tidak berkolerasi dengan jejaring Ahmadiyah dunia. Meski untuk menggenapinya, penulispun menguraikan beberapa penjelasan lebih. Atau adapula masjid Syiah di Hamburg dan catatan geliat Islam  di kota pelabuhan di bagian Utara Jerman pun menghiasai catatan pengembaraannya.
Beberapa Masjid di Kawasan Republik Rusia menghiasai pengembaraan selanjutnya. Mulai dari Kremlin Kazan, St. Peterburh dengan Sobornaya Meschetnya hingga kota Tua Tbilisi. Banyak Khasanah sosial budaya dikupas didalamnya.
Benua Eropa kaya akan desin arsitektur bangunanya. Foto-foto eksklusif berwarna kian menambah pesona jalinan cerita pengembaraan. Sesampainya di Zentralmoschee Koln bahkan disebutkan terdapat tempat wudhu yang mirip toilet. Hingga ke Hungaria yang terletak di Eropa Timurpun lagi-lagi tak sekedar tentang masjid, ada pula secuil cerita tentang Bapak MAwar dan Bukit MAwar yang dikisahkan dengan sedemikian indah.Â
Ah..membaca buku ini imajinasi keindahan yang tak pudar terus terpendar. Siapa yang tidak kenal Athena?. Kota Pelabuhan yang disebut oleh Doel Sumbang dalam lagunya Kalimera. Pengembaraan kali ini penuh imajinasi suasana Yunani. Hingga sedikit menyergit tatkala membaca bahwasanya keberadaan masjid disana sudah berubah menjaadi Museum of Greek Folk Art. Seakan terlarut dalam suasana bathin yang meletup manakala membaca kisah penulis yang akhirnya shalat di sebuah gudang bawah tanah setelah mendapati beberapa bangunan masjid sudah berubah fungsi menjadi museum. Luar biasa bukan?
Paris..hohohooo siapa yang tidak ingin menikmati nuansa romantisnya Perancis?. Lain bagi Bang Taufiek Uieks, yang dicari pastilah masjid. Takjub dengan deskripsi nuansa masjid lengkap dengan foto yang nampak begitu indah. Tak cukup dengan keindahan masjid di Paris, bergeserlah beliau ke Wina. Bukan untuk menonton Opera dan konser musik klasik tentunya. Kalimat yang menggambarkan betapa indahnya suasana disana lengkap dengan masjid Al-Hidayah yang merupakan pusat persatuan Islam Austria. Gambaran shalat taraweh di di masjid Wina, memberikan kesan bahwa pengembaraan dilakukan sewaktu Ramadlan.
Dua Sub Bab terakhir dalam buku ini berkisah tentang Aya Sofia ditengah kemegahan Istambul - Turki. Nama yang sedemikian cantik : Aya Sofia. Ada apakah gerangan disana? bukan sekedar masjid di Aya Sofia. Tarikan nafas mendalam menjadi pertanda betapa luar biasanya sejengkal tanah untuk masjid di luar sana.
Pengembaraan yang luar biasa. Buku ini inspirasi keindahan wisata tak sekedar tentang masjid. Takzim pada kondisi sosial buadaya masyarakat  yang menyertai pengembaraan hingga menghasilkan karya yang pantas dibaca tidak hanya bagi mereka yang mencari masjid di pelosok dunia.
Namun sayangnya, Bang Taufik tidak menyertakan pengembaraan masjid di pelosok Indonesia yang masih tetap menjadi bagian dari pelosok dunia. Sebab saya yakin, tidak semua orang menyediakan waktu untuk sebuah pengembaraan terlebih untuk menemukan sebuah masjid. Pertanyaan sederhana dari saya silahkan dijawab, cukup dalam hati masing-masing. Dari sekian banyak umat muslim di Jakarta, sudahkah semua pernah ke masjid Istiqlal? melihat kemegahan masjid tidak sebatas tempat ibadah, melainkan sebagai sebuah simbol peradaban bangsa yang memiliki sejarah sedemikian rupa hingga rekam jejak masyarakat Internasional yang singgah di dalamnya?! (renungan mendalam)
Nah...menarik bukan?bagi yang ingin merasakan pengembaraan lengkap, segera dapatkan bukunya. Bukan sebuah kebetulan juga bagi kompasianer yang berada di Jabodetabek atau bahkan di manapun berada, ada momen yang tidak boleh dilewatkan nih.
Catet dan Datang ya :
Hari/ tgl               : Selasa, 12 Januari 2016
Waktu                  : Pukul 15.30 Wib
Tempat               : Kantor Kompasiana, JalanPalmerah Barat 27, Jakarta
Dua buku akan dikupas tuntas, dibedah bahkan mungkin di Operasi sana sini biar makin kinclong dalam menginspirasi. Masing-masing :
1. Buku Mengembara Ke Masjid-masjid Di Pelosok Dunia Karya Bang Taufiek Uieks
2. Mandeh, AkuPulang, kumpulan cerpen Bang Iskandar Zulkarnain (senior)Â
Rugi nihh kalo sampe tidak hadirr Agenda Nangkring Ala Kutu Buku yang pertamaÂ
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H