Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(KC) Cinta Anak Ingusan yang Tak Sempat Terucapkan [2]

2 Oktober 2015   23:43 Diperbarui: 3 Oktober 2015   00:49 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Genap di  tahun ke-7 sejak merasakan cinta itu, masih saja belum terucapkan. Meski kini Adis telah berada dalam satu kota dengan orang yang mengobarkan cinta dalam hidupnya. Tetap saja jarak itu ada. Tetap saja dalam penyamaran, tanpa memiliki keberanian.

Hingga Tuhan mengirimkan dua makhluk yang memiliki keberanian luar biasa. merekalah sahabat-sahabat lama yang memang mengerti jalan cerita. Karena kebersamaan kami sudah sedari Sekolah berseragam biru putih. Di SMP itu pulalah pualam cinta untuk yang pertama kalinya tak mampu bergeming dari tempatnya mencinta. sosok laki-laki dewasa yang penuh kasih, berseragam putih-putih.

Kedatangan Lia dan Retno mengunjungiku membawa keajaiban. Mereka memaksaku keluar dari penyamaran. Dan siang itu 23 Oktober 2001. Sosok itu tiba-tiba muncul di hadapanku. Entah siapa Sutradara dan penulis naskah diantara kedua sahabatku yang telah tega mengakhiri peran misterius sosok Adis.

Dia datang...masih dengan baju nya yang putih-putih, ditanganya tertenteng kotak isi makanan

Oleh-oleh buat anak kos, katanya

Aku terpana, ingin meluapkan segenap perasaan dan kecamuk yang ada. Namun sia-sia. Kali ini Adis tercerabut oleh pengatur laku dari kedua sahabatku. Mereka yang mengambil alih peranan saat itu. Mempersilahkan laki-laki itu memasuki ruang tamu, berbasa-basi menanyakan kabar dan terkesan sok kenal sok dekat.

sementara aku? lunglai tak genap nyawaku karena sudah tak ada lagi Adis seperti yang selama ini muncul dalam suara dan surat-surat. Masih dengan sejuta pesona kedewasaanya dia semakin menjerembabkan aku dalam gejolak rasa, tidak tahu lagi harus bagaimana

"sudah aku duga kalau Adis itu kamu.." matanya bijak sembari tersenyum..

kata-kata itu tertuju padaku..matilah aku

"kamu anak perempuan dari ibu yang dulu sakit di Rumah sakit itu kan? tambahnya sembari tajam menatapku

Entah bagaimana rupa wajahku saat itu. tidak lagi merah padam..mungkin mengarah ke merah maroon atau? Ah..

dan kemudian inilah yang membuatku menyadari semua

mengikhlaskan cinta yang tak sempat terucap menjadi sebuah titik terang persaudaraan

"dulu kamu masih kecil lho, sekarang sudah besar ya" sambil tertawa riang seakan sedang mengajak anak kecil bermain dalam tebak gambar

Tuhannn...tak sanggup aku berlama-lama dalam suasana ini

Basa-basi menawari minum pun menjadi jurus pengalih dan menghindar dari suasana batin yang hambar

"Maaf ,Hanya air putih " tanganku gemetar meletakkan gelas-gelar air mineral kemasan, aku menunduk

Sial...dua karibku yang menjadi dalang dari semua ini tiba-tiba mengeluarkan alasan tak masuk di akal, dari mulai ijin ke kamar mandi sampai mengangkat jemuran karena takut hujan.

Sore itu memang mendung...semendung hidupku.

Saat berdua itulah, dia menampakkan sosok penuh seorang kakak dan memperlakukanku layaknya adik perempuannya

berbagai kata petuah muncul dari mulai yang terkait dengan kesehatan, pergaulan hingga masa depan

hatiku bagai tersiram air.

sejuk terasa mendengar nada suara itu tak berubah.

tetap lembut dan hangat terdengar

sungguh aku tak perlu memandang wajahnya untuk memastikan bahwa ada kasih yang tulus disana

meski bukan sebagai Adis, tapi aku tetap memiliki suara itu.

Ada bangga, salut dan bahagia karena dia masih mengingat aku sebagai aku meski sudah tujuh tahun yang lalu dalam pertemuan singkat di rumah sakit itu

langit di luar sana semakin mendung, dia pamit menunaikan tugasnya sebagai perawat di Rumah Sakit yang terletak di pinggiran kota.

gerimis mengantarkannya pulang dalam deru motor yang dia pacu dengan kencang karena tak ingin terjebak Hujan

Sejak saat itu,

tidak ada lagi Adis yang menulis berpucuk-pucuk surat rutin tiap minggunya

meski sungguh aku teramat merindukannya

tidak ada lagi waktu berlama-lama mendengar suaranya

Aku mengingat semua petuahnya, menjadi pribadi yang riang dengan segala aktifitas

aku membenamkan diri dalam geliat aktifitas kampus, nyaris tak ada waktu untuk mengucap cinta kepada lelaki lain

Hingga kemudian dia kembali muncul dengan selembar undangan pernikahan di tanganya

Dia menyodorkan dan bertanya :

"bisa datangkan Dis?" pelan terdengar

"pasti mas" Jawabku yakin dan meyakinkan bahwa dia memanggilku dengan nama Adis.

Dia pun berlalu, meninggalkan jejak dalam lembar Undangan Pernikahan

tertera namanya dengan nama perempuan yang menjadi tambatan hatinya.

Aku telah terkuatkan dengan proses ini. Aku menggenapkan cinta menjadi muara kasih tak bertepi

Aku ikut bahagia dengan bahagianya

Dalam waktu singkat aku menyiapkan semua untuk bisa melihat lebih dekat kebahagiaan mereka diatas pelaminan.

Kakakkku, Mas Dwi Nurochman akan bersanding dengan Perempan Idaman

tak akan aku sia-siakan.

Bingkai berwarna emas berukuran besar itu aku pilih, bukan sekedar kado

tapi sungguh, ada makna mendalam dimana aku ingin membingkai kebahagiaan mereka dengan segenap cinta yang selama ini aku miliki. Diantara Foto pernikahan yang akan mereka pajang, aku tetap ada dalam bingkai itu.

Hari istimewa pun datang...

Aku sendiri mendatangi lokasi perhelatan...

Aku sendiri memandang mereka di pelaminan..

Sungguh, inilah cinta sesungguhnya yang tanpa penyamaran hingga berlanjut ke jenjang pernikahan

Aku tersenyum ..menarik nafas dalam dalam mengakui semua cinta itu sekedar cinta anak Ingusan

Aku hanya ingin memastikan bahwa akulah yang telah mengirimiku kartu-kartu ucapan tanpa nama

Aku Juga yang telah mengirimkan Album terbaru chrisye " Badai Pasti Berlalu" bertepatan dengan ulang tahunmu waktu itu

Atas segala yang aku buat karena cinta ku sebagai anak Ingusan yang tak sempat aku ucap..aku meminta maaf

Terimakasih karena semua itu telah mendewasakan aku, sehingga aku mengenal cinta semesta yang tidak ternilai harganya

Kini masing-masing dari kita telah disatukan dengan ikatan cinta yang sebenar dengan pasangan masing-masing

Namun sungguh, Cinta tak tersampaikan jangan membekas meninggalkan jejak yang kandas

Dengan penuh rasa hormat teruntuk Kedua Kakakku, Mas Dwi Nurochman dan Mbak Prissilia Susanti

Maafkan Adikmu di masa lalu yang teramat wagu melakukan penyamaran hanya untuk tersampaikannya kekagumanku.

 

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (disini)

 Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community (disini)

ilustrasi: female.store.co.id

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun