Intensitas siswa kelas unggulan menggunakan Bahasa Inggris lebih sering ketimbang siswa reguler. Tak jarang guru berkebangsaan asing pun didatangkan agar kemampuan mereka dalam berbahasa Inggris lebih bagus.
Entah sedang beruntung atau saya memang tergolong siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, saya terpilih menjadi salah satu calon siswa unggulan. Mengapa saya sebut calon, karena setelah saya tahu saya layak masuk kelas unggulan, saya diwajibkan membayar uang SPP tiga kali lipat dari SPP reguler. Untuk membayar uang SPP reguler saya, kedua orang tua saya sudah ngos-ngosan, apalagi harus membayar tiga kali lipatnya.
Sejak itulah saya merasa ada yang aneh dengan sistem RSBI. Saya merasa kelas unggulan atau internasional itu adalah kelas untuk anak-anak yang memiliki kecerdasan tinggidan berduit. “Orang miskin” seperti saya tak layak masuk ke kelas tersebut.
Saya juga agak bingung dengan pelabelan “internasional” . Apakah untuk menunjukkan “internasional” hanya sebatas menggunakan dua bahasa, Inggris dan Indonesia? Menurut saya label “internasional” seperti merek dagang sekolah. Kalau sekolah sudah punya label “inetnasional” pasti jadi sekolah favorit dan bergengsi.
Saya ragu sistem RSBI benar-benar efektif meningkat mutu pendidikan Indonesia. Semoga keraguan saya salah. Semoga RSBI bukan sekedar label “internasional” untuk menarik konsumen (calon siswa baru). Tapi benar-benar mampu mencetak generasi bangsa yang bisa bersaing di dunia internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H