Mohon tunggu...
Politik

Duel Jokowi pada Problematika Listrik

18 Juni 2016   17:32 Diperbarui: 18 Juni 2016   17:49 31027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa rentetannya justru Menteri ESDM Sudirman Said juga kebakaran jenggot, pertama-tama ia dengan gagah menunjuk dirinya akan mengambil proyek 35 ribu megawatt, tapi dia lupa, apakah proses tender semudah "mengakali Setya Novanto" dalam soal rekaman papa minta saham?, dalam perdebatan perdebatan soal PLN jelas Sudirman Said tidak didukung publik seperti kasus "Papa Minta Saham", karena kepentingannya yang tidak jujur dan sarat muatan kepentingan JK dalam proyek listrik. Sudirman Said amat konyol dalam memojokkan PLN, ia menyebut PLN melakukan kebohongan publik soal Mikrohidro, pertanyaannya siapa sih yang diuntungkan dengan mark up harga mikrohidro?

Sudirman Said dan Matinya Listrik di Sumatera

Tulisan ini menyodorkan kepada publik dibalik pembangunan pembangkit listr memberikan arsiran siapa yang bekerja dan siapa yang cuman jadi tukang stempel proyek, agar membuka pencerahan pada publik bahwa persoalan listrik tidak bisa diselesaikan dengan baik bila tidak ada niat baik dan kerja keras dalam menyelesaikan pekerjaan pekerjaan yang tertunda dan memperluas pekerjaan baru sehingga rakyat secara fair mendapatkan guyuran listrik dengan adil. Namun beberapa kali Sudirman Said menyerang PLN di media. 

Serangan ke media oleh Sudirman Said saja sudah memamerkan kebodohan Sudirman Said kepada publik, bahwa dirinya tidak mampu mengendalikan rangkaian komando tugas, bahkan secara konyol Sudirman Said membuka telponnya dan berkata pada DPR bahwa Sofyan Basir enggan mengangkat telpon, pertanyaannya layakkah ketidakmampuan leadership Sudirman Said dipertontonkan di muka publik, bahkan seorang anggota DPR meminta agar soal itu diselesaikan secara internal.  

Basis ketidakpahaman Sudirman Said adalah pada persoalan listrik nasional adalah inefisiensi, dia juga terlalu meremehkan potensi kekuatan PLN, dia mengatakan kelak IPP yang akan pegang peranan, bukan PLN. Tapi IPP milik siapa?, Pembangkit listrik milik siapa? justru ucapan Sudirman Said soa IPP ini membawa pertanyaan, ke arah mana industri listrik diarahkan? apakah Listrik Untuk Rakyat atau Untuk Pemodal dan demagog demagog politik? 

Presiden Jokowi menugaskan manajemen baru PLN dibawah komando Sofyan Basir, untuk membangun pembangkit listrik 35.000 MW + 46.000 Kms jaringan transmisi + 108.000 MVA Gardu Induk, dalam waktu 5 tahun. Ini seperti membangun PLN kedua dalam waktu 5 tahun. Padahal. setelah 70 tahun beroperasi, di tahun 2014 PLN baru memiliki 50.000 MW pembangkit dan 40.000 kms jaringan Transmisi. Sungguh program yang luar biasa berat. Tapi program 35.000 MW adalah suatu keharusan, dan manajemen baru PLN melakukan upaya keras utk merealisasikannya.

Selain itu, masih ada PR lain yg tidak kalah beratnya, yaitu meningkatkan kinerja pembangkit-pembangkit yang saat ini sdh beroperasi khususnya ex FTP-1, serta menyelesaikan 7.000 MW pembangkit yang sudah terlambat penyelesaiannya sekitar 8-9 tahun.

Saat serah terima jabatan, tidak ada secarik kertas pun dari manajemen lama yg menginformasikan tentang PR tersebut. Selayaknya, pergantian manajemen di BUMN besar seperti PLN, haruslah ada Memori Jabatan dari manajemen lama ke manajemen baru, sehingga pengelolaan perusahaan dapat dilakukan secara efektif.

Kenapa memori jabatan harus ada? karena ini adalah jejak rekam, dan karena ketiadaan memori jabatan ini dengan seenaknya Sudirman Said bicara di publik soal proyek 35 ribu megawatt, dengan menganggap Proyek Proyek SBY yang lama dimasukkan ke dalam daftar proyek baru. Manajemen PLN harus terbuka soal ini dan adakan saja konferensi pers, bagaimana upaya Sudirman Said melakukan penipuan publik, bagaimana juga proyek proyek lama SY dipaksakan juga dikatakan sebagai proyek baru? kapan dibuat feasibility study-nya dan bagaimana juga kabel bawah laut dijadikan juga sebagai proyek baru dan dipaksakan masuk ke RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). 

Ketika PLN Melakukan Efisiensi, Sudirman Said Menyodorkan Pemborosan Anggaran Listrik, Untuk Kepentingan Siapa?

Menteri ESDM meminta PLN utk menambah jumlah pembangkit dari energi baru dan terbarukan (EBT) dari 11% (saat ini) menjadi 25% di tahun 2025. Padahal, harga listrik EBT lebih mahal dibanding pembangkit lainnya, sehingga akan berdampak pada peningkatan subsidi atau kenaikan tarif listrik. Selain itu, pembangkit EBT dapat menurunkan kehandalan sistim, karena sifat pasokanya yang tidak continue seperti PLTS (surya) dan PLTB (angin). Masalah lainnya, sebagian besar potensi EBT ada di luar Jawa, sementara demand listrik yg besar ada di Jawa, sehingga terjadi mismatch.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun