Tema : Meriang
Judul : AMANAH YANG TERJAGA
Karya : Zahirah Zahra
Genre : Cerpen
Cahaya mentari pagi masuk menerobos dari balik celah jendela kamar. Sedikit memberikan kehangatan selepas fajar menghantarkan dinginnya. Selimut waktu masih membalut gigil pada separuh raga yang lelap dibuai mimpi tak berkesudahan.
Suara denting jam berbunyi, seketika membangunkan Fitrah. Waktu telah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Fitrah baru menyadari, pagi ini janjian dengan Zahirah dan As untuk jogging bersama.
Fitrah dan Zahirah ditantang As untuk menurunkan berat badan dengan cara yang sehat. As yang merasa badannya kerempeng, bersedia menjadi penyemangat keduanya. Zahirah dan Fitrah harus komitmen berolahraga, meskipun hanya sekadar jalan pagi.
Sesampainya Fitrah di rumah Zahirah.
"Assalamu'alaikum ... Zahirah, olahraga yuk!" seru Fitrah dari beranda. Namun tak ada jawaban, hingga Fitrah harus mengulang beberapa kali.
Fitrah penasaran, ia mencoba masuk ke dalam rumah. Lagi pula Fitrah dan Zahirah sahabat dekat, keluarganya sudah menganggap Fitrah seperti saudara. Sehingga sudah biasa keluar masuk rumah itu.
Sudah seminggu orang tua Zahirah keluar kota, untuk mengurus bisnis yang sedang dirintisnya. Biasanya Fitrah selalu diminta untuk menemani Zahirah. Hanya saja dua malam ini Fitrah tidak bisa, karena ia harus menemani adiknya belajar untuk persiapan ujian akhir.
Ada perasaan was-was menyergap jiwa, entah sudah berapa banyak doa yang keluar dari bibir mungilnya. Perlahan Fitrah masuk ke dalam rumah Zahirah. Tidak biasanya pintu rumah dalam keadaan tak terkunci. Zahirah biasanya selalu waspada jika sendiri di rumah.
"Adakah orang yang sengaja menyelinap masuk? Lantas ingin mencelakai Zahirah? Astaga ... pikiran macam apa ini? Harusnya aku positif thinking. Pikiran buruk itu tidak baik, khawatir menjadi nyata. Oh tidak ... Zahiraaaaahhh...."
Gubrakkkkkk....
"Aduuuhhh...."
Fitrah menabrak sebuah kursi panjang yang berjejer di ruang tamu. Ia tergesa-gesa menuju kamar Zahirah, karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.
Tok ... tok ... tok.
Suara pintu diketuk, Â masih saja tak terdengar Zahirah menjawab. Dadanya semakin berdebar kencang. Ada keraguan dalam dirinya, untuk membuka pintu kamar. Pikiran jelek kembali mengusik hatinya. Fitrah takut ada orang yang siap menodongkan senjata tajam ke arahnya, ketika pintu dibuka.
"Tidaaaaakkk," teriaknya kencang dari balik pintu sambil menutup muka. Seketika ia dikejutkan oleh suara rintihan Zahirah, seperti sedang dalam ketakutan.
"Iiiihhhh ... iihhhhh ... ihhhhh."
"Ya Allah ada apa dengan Zahirah? Lindungilah sahabatku. Aku belum siap dia mati. Kami masih punya janji dengan As untuk menurunkan berat badan. Timbangan di akhirat lebih dahsyat daripada di dunia," ucap Fitrah sambil terisak-isak, namun masih saja ia sempat berceloteh ngakak. Sehingga cicak-cicak yang menyaksikan ikut tertawa.
T'kekkkk .... t'kekkk .... t'kekkkk.
"Hei cicak ... aku sedang tidak bercanda!"
Fitrah menjatuhkan dirinya ke lantai, dengan posisi membelakangi pintu.
Jeduuugggggg
Pintu tiba-tiba terbuka tanpa sengaja. Mungkin terlalu berat menopang badan Fitrah saat bersandar di pintu. Fitrah kaget melihat tubuh Zahirah yang ditutupi selimut tebal dan  terdengar suaranya menggigil.
"Ya Allah, Zahirah ... kamu kenapa?" Â Zahirah tidak menjawab, hanya membalas dengan rintihan. Fitrah mengecek suhu tubuh Zahirah dengan menempelkan telapak tangannya ke area kening.
"Badan kamu panas sekali. Ayo kita ke dokter sekarang juga!" Fitrah terlihat panik.
"Aku sudah tidak kuat, Fit," gumam Zahirah pelan, merasakan bibirnya kelu.
"Tadi ... aku mencoba keluar untuk meminta bantuan tetangga. Tapi ... baru saja sampai depan pagar, mendadak kepala pusing. Mata mulai gelap, seakan hidupku akan berakhir. Hampir saja jatuh pingsan," terang Zahirah dengan suara terbata-bata.
"Yasudah aku panggil jasa grab car saja ya, untuk membawamu ke rumah sakit. Setelah sampai di sana, baru kukabari kedua orang tuamu. Setidaknya mereka lebih tenang, jika kamu sudah ditangani dokter," Â ucap Fitrah penuh perhatian.
"Terima kasih, Fit. Maafkan aku yang sudah merepotkanmu," sesal Zahirah..
"Hustttt ... jangan bilang begitu! Aku diamanahkan orang tuamu untuk menjagamu. Sebisa mungkin aku akan selalu ada di sampingmu. Mengerti?" tegas Fitrah.
Zahirah terharu dengan ucapan Fitrah. Tak terasa air mata jatuh di pipinya. Fitrah yang melihat itu, menawarkan tisu padanya.
"Hapus air matamu. Aku tak ingin melihatmu menangis. Kamu harus kuat," pesan Fitrah sambil menyodorkan kotak tisu.
"Baiklah, selama kamu ada di sampingku. Insyaallah aku kuat."
Perlahan Zahirah menyeka air matanya, tidak ingin membuat Fitrah kecewa. Ia menunjukkan senyum yang termanis, meski terkesan dipaksakan karena sakit yang dirasakan.
TAMAT
Bekasi, 20 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H