Pintu tiba-tiba terbuka tanpa sengaja. Mungkin terlalu berat menopang badan Fitrah saat bersandar di pintu. Fitrah kaget melihat tubuh Zahirah yang ditutupi selimut tebal dan  terdengar suaranya menggigil.
"Ya Allah, Zahirah ... kamu kenapa?" Â Zahirah tidak menjawab, hanya membalas dengan rintihan. Fitrah mengecek suhu tubuh Zahirah dengan menempelkan telapak tangannya ke area kening.
"Badan kamu panas sekali. Ayo kita ke dokter sekarang juga!" Fitrah terlihat panik.
"Aku sudah tidak kuat, Fit," gumam Zahirah pelan, merasakan bibirnya kelu.
"Tadi ... aku mencoba keluar untuk meminta bantuan tetangga. Tapi ... baru saja sampai depan pagar, mendadak kepala pusing. Mata mulai gelap, seakan hidupku akan berakhir. Hampir saja jatuh pingsan," terang Zahirah dengan suara terbata-bata.
"Yasudah aku panggil jasa grab car saja ya, untuk membawamu ke rumah sakit. Setelah sampai di sana, baru kukabari kedua orang tuamu. Setidaknya mereka lebih tenang, jika kamu sudah ditangani dokter," Â ucap Fitrah penuh perhatian.
"Terima kasih, Fit. Maafkan aku yang sudah merepotkanmu," sesal Zahirah..
"Hustttt ... jangan bilang begitu! Aku diamanahkan orang tuamu untuk menjagamu. Sebisa mungkin aku akan selalu ada di sampingmu. Mengerti?" tegas Fitrah.
Zahirah terharu dengan ucapan Fitrah. Tak terasa air mata jatuh di pipinya. Fitrah yang melihat itu, menawarkan tisu padanya.
"Hapus air matamu. Aku tak ingin melihatmu menangis. Kamu harus kuat," pesan Fitrah sambil menyodorkan kotak tisu.
"Baiklah, selama kamu ada di sampingku. Insyaallah aku kuat."