Dalam pembelajaran, teori konstruktivisme beberapa dekade terakhir menjadi rujukan bagi akademisi dan praktisi pendidikan. Sebagai teori besar yang memiliki posisi filosofis, konstruktivisme sangat berpengaruh dalam bidang pendidikan, karena teori yang ditawarkan telah memunculkan berbagai strategi pembelajaran pendidikan yang baru. Prinsip dasar yang melandasi teori konstruktivisme adalah bahwa semua pengetahuan pada dasarnya dikonstruksikan oleh seseorang itu sendiri, bukan dipahami secara langsung oleh indera manusia (pendengaran, perabaan, penciuman, dan seterusnya).
Walau banyak yang meyakini bahwa teori konstruktivisme tidak lah tunggal, tetapi sebagian besar para konstruktivis setidaknya memiliki dua ide utama yang sama, yaitu: 1). Pembelajar aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuan yang dimilikinya sendiri, dan 2). Interaksi sosial merupakan aspek penting bagi pengkonstruksian pengetahuan (Bruning, Scraw, Norby, & Ronning, 2004: 195)
Konstruktivisme memiliki sifat yang kontekstual. Di masa pandemi Covid-19 ini, misalnya, peserta didik dengan sendirinya akan membentuk situasi dan konteks tertentu yang baru dan dimasukkan ke dalam 'ruang pengetahuannya'. Mereka akan terbiasa dengan kenormalan baru (New Normal) yang harus dijalankannya dalam kehidupan seharihari ke depannya. Peserta didik dalam konteks ini seharusnya diberikan tugas-tugas yang kompleks (sesuai kondisi sosial di masa pandemi) dan realistis, kemudian diberikan bantuan secukupnya, baik berupa diskusi maupun masukan-masukan konstruktif, dari tugas tersebut (Suparno, 1997:43). Hal ini agar peserta didik mampu menyelesaikan tugas dengan baik dari hasil konstruksi individualnya.
Konstruktivisme sosial memandang bahwa individu adalah pembelajar yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang kehidupan masing-masing yang unik pula. Teori ini mendorong individu untuk belajar sampai pada versi kebenarannya dari hasil latar belakang dan budaya yang telah mengakar. Di saat pandemi melanda manusia, perkembangan historis dan sistem simbol (seperti logika berpikir ketika belajar online), diwariskan oleh peserta didik sebagai bagian budaya baru dan itu harus dihadapi dan dipelajari sepanjang kehidupan peserta didik.
Ketika pembelajaran jarak jauh diterapkan di daerah perkotaan, batas-batas pertumbuhan pengetahuan anak dalam menerima pengetahuan dapat dikatakan cukup baik, karena didukung dan dimudahkan oleh fasilitas yang lengkap serta jangkauan sinyal internet yang kuat. Lain halnya di pedesaan yang terpencil, anak-anak tidak hanya disulitkan oleh adanya fasilitas alat komunikasi, tetapi juga kekuatan sinyal internet untuk tujuan pembelajaran daring sangat lemah.
Penutup
Pandemi Covid-19 menekan perubahan sosial di setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Pendidikan mau tidak mau harus beradaptasi dan berinovasi dalam kenormalan yang baru (New Normal) sesuai kebijakan yang ada. Teori konstruktivisme memandang adanya dua gagasan besar, bahwa peserta didik mengkonstruksi pengetahuan (proses pembelajaran daring) melalui potensi diri yang dimilikinya (konstruktivisme individual) dan adanya interaksi sosial (konstruktivisme sosial dan dialektika). Para pengajar, sebaiknya mengoptimalkan kualitas pendidikan dengan mengembalikan keharmonisan dalam pendidikan.
Referensi
Andina Prasetya, dkk. 2021. Perubahan Sosial Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi Talcott Parsons di Era New Normal. Sosietas Jurnal Pendidikan Sosiologi, no. 1 Issue 1, Juli 2021 Hal 929-39
Dhega dan Joko. 2021. KAJIAN FILOSOFIS PEMBELAJARAN DARING PENDIDIKAN VOKASI DI ERA PANDEMI COVID-19: ANALISIS FUNGSIONAL SARANA PEMBELAJARAN DARING TERHADAP ESENSI PEMBELAJARAN. Joined Journal 4(1)
Ichsan, A.S. (2020). Pandemi Covid-19 dalam Telaah Kritis Sosiologi Pendidikan. Magistra; Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 7(2), 98-114.