Mohon tunggu...
Badrut Tamam
Badrut Tamam Mohon Tunggu... profesional -

Berusaha Mempersembahkan yang Terbaik dalam Setiap Proses...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemilau Colza di Bumi Prancis (6)

9 Februari 2016   08:47 Diperbarui: 14 Februari 2016   16:35 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SELF DRIVING

Tidak ada penjual makanan di pinggir-pinggir jalan atau di pintu masuk sekolah seperti kebanyakan terlihat di sekolah-sekolah Indonesia. Kualitas makanan pun dijaga sesuai dengan standart kesehatan. Bahkan ada beberapa jenis minuman, tertutama yang mengandung soda, dilarang di kantin ini.

Setelah sehari sebelumnya kami dilatih untuk menyetir ala Eropa sampai ke pantai Etretat yang dingin itu, maka tiba saatnya pagi ini kami ke kota Fecamp untuk merumuskan kegiatan kami selama observasi. Diawali dengan melihat kondisi sekolah.

Kota Fecamp terletak di Département Saine-Maritime Propinsi Haute-Normandie. Istilah Département ini pertama kali dibentuk oleh Napoleon Bonaparte ketika berkuasa di Prancis sekitar tahun 1805 – 1814 M. Awalnya hanya merupakan pembagian administrasi dalam negeri. Kemudian Département  ini juga kemudian menjadi wilayah pembagian daerah pendidikan di Negara Prancis. Karena ternyata selain haus akan kekuasan dan perluasan-perluasan wilayah, Napoleon juga sangat perduli dengan pendidikan.

Hari ini kunjungan pertama langsung ke Lycee Guy Maupassant (sekolah setingkat SMA) di Fecamp. Di lokasi yang sama terdapat Lycee Rene Descartes (SMK) dan BTS (setingkat diploma). Lebih lanjut mengenai lembaga-lembaga tersebut akan kami bahas dalam bab tersendiri.

Di halaman sekolah ada banyak anak muda duduk santai sambil berjemur. Sesekali mereka tertawa bercanda dengan temannya. Saat kami akan masuk pintu gerbang mereka menyapa kami dengan salam khas Prancis: Bonjour. Kata ini bisa berarti ‘Selamat Pagi’ Selamat Siang dan Sore. Bonjour juga bisa berarti ‘Hai..’ atau ‘Hallo..’. tetapi bagi mereka yang sudah kenal dekat biasa menggunakan ‘Salut..’ untuk mengucapkan kata ‘Hallo…’.

Kami langsung diarahkan ke ruang kepala sekolah: Monsiur Didier Pinel. Disana juga ada Philip yang sebelumnya sempat bertemu dengan kami saat mengantar mobil yang akan kami pakai selama di Prancis. Dia kelihatan ramah dan hangat menyambut kami.

Philip adalah seorang guru di Lycee General Guy Maupassant. Dia juga bertidak sebagai guide yang mengantar kami mengelilingi sekolah ini. 1 tahun yang lalu dia pergi ke Indonesia sebagai duta yang mengawali kerjasama Indonesia-Prancis.

Setelah bincang-bincang sejenak diruang kepala sekolah, kami langsung diajak ke lokasi eksperimen Renewable energy. Di pintu masuk sudah terpampang Komponen dan Sistem Kerja Solar Panel. Panel Surya/ Solar Cell berfungsi untuk merubah tenaga matahari menjadi tenaga listrik. Terdapat Controller berfungsi mengatur aliran listrik dari Panel Surya dan  ke peralatan rumah tangga. Dan juga ada inverter dan Converter untuk mengkonversi arus DC-DC dan DC-AC. Tentunya juga disediakan Batere, tanpa batere energy surya hanya dapat digunakan pada saat ada matahari.

Tepat dibelakang ruangan ini ada baling-baling raksasa yang berputar pelan tapi pasti. Itulah pembangkit Listrik Tenaga Bayu atau biasa disebut dengan Wind Turbine. Disekitar pantai di Fecamp (suatu daerah dekat Lycee Gay Maupassant) terdapat banyak Wind Turbine yang digunakan sebagai sumber listrik masyarakat sekitar di sekolah ini hanya ada 1, karena memang hanya dibuat sebagai bahan eksperimentasi.

Masih dilokasi yang sama kami lihat ada tandon air sangat besar, kebutuhan air disekolah diambil dari sini. Orang Prancis menyebutnya chateau d'eau (Menara Air). Chateau d'eau banyak terlihat di dekat rumah-rumah di sekitar Normandie dan tempat-tempat lain di Prancis. Kebutuhan air bersih masyarakat diambil dari sini juga. Dan airnya bisa langsung dikonsumsi, tidak ada bau kaporit atau bahan kimia lainnya.

Makan siang pun tiba, banyak siswa dan guru berbaur jadi satu di kantin sekolah. Penjaga kantin berpakaian layaknya seorang koki professional. Tidak lupa mereka juga menyunggingkan senyum disela-sela kesibukannya.

Para guru dan siswa berbaris rapi di garis antrian mereka. Tidak ada yang minta didahulukan walaupun di depannya hanya murid-murid mereka. Saling menghargai siapa yang datang lebih awal.

Disini kantin dikelola sepenuhnya oleh sekolah. Tidak ada penjual makanan di pinggir-pinggir jalan atau di pintu masuk sekolah seperti kebanyakan terlihat di sekolah-sekolah Indonesia. Kualitas makanan pun dijaga sesuai dengan standart kesehatan. Bahkan ada beberapa jenis minuman, tertutama yang mengandung soda, dilarang di kantin ini.

Kantin hanya buka pada saat jam istirahat, yakni jam makan siang. Tidak ada snack atau camilan dijual disini, hanya menu makanan yang disajikan. Hal ini sekaligus melatih agar siswa tidak terbiasa ngemil. Dari sinilah mereka diajari pola hidup sehat. Dari bahan makanan yang dikonsumsi dan waktu makan yang disediakan. Jika siswa ingin ngemil mereka harus membawa camilan sendiri dari rumah. Dan selama kami di Prancis hampir tidak menemukan anak duduk santai sambil ngemil.

Kebiasan ngemil ini juga tidak kami lihat pada guru dan karyawan di sekolah-sekolah. Selama jam kerja tidak akan ditemukan orang makan atau ngemil. Kecuali minum kopi pada saat jam istirahat. Tetapi, pada saat jam makan, terutama saat dirumah baru akan terasa jam makan orang Prancis sangat lama sekali. Dari makanan pembuka, makanan inti dan penutup. Jam makan ini akan lebih lama lagi terasa ketika sedang menjamu tamu.

Hal unik lain di sekolah ini adalah system control atasan pada bawahan. Jika di Indonesia keberadaan CCTV (Closed Circuit Television) menjadi suatu keunggulan suatu sekolah, dan menjadi instrumen  control untuk melihat aktifitas bawahan. di Lycees de Fecamp adalah sesuatu yang dilarang. Menurut Didier Pinel– The Head Master of Lycees de Fecamp, teacher is the king of the class. Kreasi dalam pembelajaran sepenuhnya hak guru dikelas, justru ketika dipantau melalui CCTV seolah mengurangi hak mereka dalam memanage kelas.

Kemudian kami mampir ke sebuah kelas untuk melihat cara mereka mengajar. Kami dibuat terpana dengan fasilitas yang ada di dalam kelas. Kebetulan pelajaran Fisika sedang berlangsung di kelas itu. Setiap siswa berhadapan dengan 1 unit komputer. Di masing-masing meja siswa terdapat seperangkat equipment tool for experiment, misalnya osiloscope. Hampir disemua kelas teori ini dilengkapi sarana pendukung untuk mengeksplorasi pembelajaran.

Jaringan internet disediakan gratis di kelas sebagai sarana mencari, tentunya dengan pola jaringan khusus yang diatur dengan proxy jaringan hanya untuk belajar. Kami membayangkan seandainya fasilitas seperti itu ada disetiap sekolah-sekolah di Indonesia.

Cara berpakaian siswa tidak ada aturan khusus, yang penting sopan dan rapi. Sebagaimana kami katakan diawal bahwa di Prancis tidak ada seragam disekolah. Kebanyakan mereka menggunakan pakaian sesuai dengan cuaca. Jika dalam keadaan dingin tentunya pakaian mereka tebal-tebal.

Cuaca disini jauh beda dengan di Indonesia yang banyak menggunakan AC diruangan untuk menstabilkan suhu: diluar panas dan didalam ruangan ber-AC terasa dingin. Disini berlaku sebaliknya, didalam ruangan kami merasakan kehangatan sedangkan diluar jauh lebih dingin karena suhu bisa mencapai 8° - 15°C.

Tidak heran jika banyak terlihat orang-orang berjemur walaupun tengah hari. Seperti ini biasa dilakukan oleh siswa-siswi yang sedang istirahat atau menunggu pelajaran selanjutnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun