Jika sudah kelihatan tidak bersemangat, mereka selalu punya ide untuk membuat hati kami bahagia. Seolah mereka tahu, tidak mudah berada di negeri orang dalam waktu yang relatif lama. Di daerah Le Havre, ada Yuyu Hagenbucher. Wanita asal Bandung yang telah lama tinggal di Prancis. Beliau menerima kami sebagai keluarga yang lama tidak ketemu. Melihat kami seolah menawarkan kerinduan pada kampung halaman.
Masih di Le Havre, Nicole Millene, Karina, Magali Bouye dan Hamid Wardi. Untuk orang terakhir yang kami sebut adalah pria keturunan Maroko. Dengannya kami bisa berdiskusi menggunakan bahasa Inggris, Prancis dan Arab. Gayanya yang sumringah membuat kami seolah tidak ada batas. Dia menunjukkan tempat-tempat dimana kami harus mencari makanan Asia, yang cocok untuk lidah kami.
Ada perasaan haru ketika kami pulang. Orang-orang baik itu sudah terlanjur kami anggap sebagai teman. Bahkan lebih dari itu. Perasaan berat dan bimbang mewarnai jiwa kami. Antara pulang ke kampung halaman dan berdiri menatap mereka sebagai tanda perpisahan. Pada waktunya tiba kami harus pergi meninggalkan mereka, karena di pundak kami ada tugas dan tanggung jawab yang harus kami tunaikan, setelah beberapa bulan belajar.
Kami merasa seperti sekelompok pasukan yang dilatih dan digembleng di kawah candradimuka. Dengan harapan membawa perubahan baru untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik. Mungkin kata-kata kami terkesan lebay dan hiperbolik, tapi memang itulah adanya. Ada banyak pelajaran yang kami petik. Semoga di buku ini pembaca bisa menemukan sesuatu yang berarti, yang bisa menginspirasi untuk kemajuan negeri, tanah air kita Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H