Mohon tunggu...
Talita Hariyanto
Talita Hariyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

Manusia hina sebagai makhluk mulia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Drama "Konglomerat Burisrawa": Protes Nano Riantiarno terhadap Kondisi Orde Baru melalui Tokoh Wayang

27 Juni 2024   23:23 Diperbarui: 27 Juni 2024   23:29 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konglomerat Burisrawa merupakan sebuah naskah drama yang mengisahkan percintaan sekaligus kritik sosial dengan penyampaian secara jenaka. Naskah drama ini dikarang oleh Nano Riantiarno dan dicetak pada tahun 1990, kemudian dipentaskan pertama kali oleh Teater Koma di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 22 Maret hingga 1 April pada tahun yang sama. Naskah drama ini terdiri dari pembuka, 14 babak sebagai isi, dan penutup. Pengarang menggunakan alur maju dalam penceritaannya, sehingga urutan cerita digambarkan dengan runtut.

Konglomerat Burisrawa membawa nuansa baru bagi saya, karena sebelumnya saya tidak pernah membaca naskah drama yang mengolaborasikan pewayangan dengan gejolak sosial di era Orde Baru sebagai latar belakang cerita. Saya dahulu menganggap bahwa kisah-kisah pewayangan tak seharusnya dikolaborasikan dengan hal di luar itu, karena boleh jadi dianggap menodai. Namun, ternyata inilah kelebihan sastra, semua orang boleh merekonstruksi cerita, bahkan membuat cerita baru yang sama sekali berkebalikan dengan hipogramnya.

Saya mengetahui bahwa naskah drama ini mengangkat gejolak ekonomi dan politik pada Orde Baru berdasarkan tahun percetakan dan pementasannya, yaitu dekade 90-an. Saat itu, kegiatan ekonomi dan politik dimonopoli oleh kaum elit dan berpengaruh.

Secara ringkas, naskah drama Konglomerat Burisrawa bercerita tentang Paduka Burisrawa, yaitu pangeran buruk rupa yang bergelimang harta karena bisnisnya sangat sukses dan asetnya bertebaran di mana-mana. Ia memang tergolong sangat mapan dalam urusan finansial dan terkesan bisa mendapatkan apa saja dengan power yang ia miliki. Namun, siapa sangka bahwa bujangan ini sangat menggandrungi Sumbadra, istri Arjuna. Ia kesulitan mengambil hati wanita tersebut, bahkan dikatakan dalam cerita bahwa ia hampir gila karena obesinya itu.

Di balik kisah percintaan yang menonjol, Konglomerat Burisrawa dapat diasumsikan sebagai sarana untuk menyampaikan fakta sosial yang berkaitan erat dengan pemerintahan Orde Baru. Misalnya, dalam bidang politik yang termaktub pada halaman 7. Di bagian awal naskah ini dijelaskan suasana unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa. 

(MENDADAK POSTER PARADE BERUBAH MENJADI ARENA UNJUK RASA. ANEHNYA, SEMUA POSTER DAN SPANDUK, DENGAN TEGAS MENDUKUNG DAN MEMUJI BURISRAWA. DAN LEBIH ANEH LAGI, SEMUA MULUT DEMONSTRAN DITUTUP KAIN HITAM)

Drama Konglomerat Burisrawa ini tak hanya menonjolkan aspek politik, tetapi juga ekonomi. Burisrawa digambarkan sebagai konglomerat yang doyan memonopoli dan menguasai banyak perusahaan. Hal ini selaras dengan kondisi era 90-an ketika perekonomian hanya dijalankan oleh para konglomerat, sedangkan rakyat kecil nan tidak berpengaruh hanya bisa gigit jari karena tidak diberi kesempatan untuk membuka peluang usaha.

Tokoh utama dalam drama ini ialah Burisrawa. Ia adalah seorang putra dari Raja Salya yang buruk rupa namun berotak cerdas hingga perusahaan berjalan sukses dan mendapat omset berkali-kali lipat. Karena obsesinya pada Sumbadra, ia bahkan tak segan menamai proyek bisnisnya dengan nama Sumbadra I, Sumbadra II, Sumbadra III, Jalan Raya Sumbadra, dan seterusnya. Burisrawa memang manusia biasa. Meski ia berkarier dengan sangat lihai, namun afeksi dari lawan jenis -khususnya Sumbadra- tetap menjadi prioritas sang pangeran, hingga ia rela menggadaikan seluruh kekayaannya hanya untuk mendapatkan cinta Sumbadra.

Seperti yang telah disebutkan di awal, pengarang menggunakan alur maju dalam penceritaannya, yaitu dari masa sekarang hingga ke masa yang akan datang. Kisah ini diawali dengan Burisrawa yang mulanya memilih hanya berkhayal mengenai Sumbadra, hingga ia rela menggadaikan kekayaannya agar Sumbadra melirik dirinya barang sedetik saja.

Penolakan cinta yang berulang ini tidak membuat Burisrawa gentar, ia malah semakin bersemangat karena menganggap dirinya berkesempatan menjadi lebih dekat dengan wanita idamannya. Penantian pun berbuah manis, Sumbadra luluh dengan perjuangan Burisrawa, mungkin akhirnya ia lelah juga dengan sikap Arjuna yang kurang memperhatikan istri-istrinya. Akhirnya Sumbadra mau kawin tamasya dengan Burisrawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun