Organisasi Perdagangan Dunia atau lebih sering kita dengar dengan WTO (World Trade Organization) merupakan organisasi dari hasil konsensus negara-negara di dunia yang telah mapan sejak tahun 1955. Konsensus muncul karena negara-negara melihat bukti keefektivitasan kinerja WTO dalam upaya memperjuangkan kebebasan perdagangan. Dalam perkembangannya, WTO kemudian memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan perdagangan dunia.
Urgensi adanya WTO bagi perdagangan internasional di antaranya, yang pertama adalah untuk memastikan terjaganya kebebasan dan keadilan perdagangan. WTO melakukannya dengan memberikan peraturan yang jelas dan transparan bagi anggotanya. Melalui peraturan semacam itu, WTO membantu mereduksi hambatan bagi perdagangan sehingga menghasilkan lingkungan dagang yang lebih terprediksi dan cenderung stabil.
Kedua, demi memperlancar pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara anggota. WTO membantu memfasilitasi pengingkatan akses ke market dunia sehingga kesempatan untuk peningkatan ekonomi melalui perdagangan internasional terbuka lebar. Peluang yang tinggi akan menjadi stimulan penguatan ekonomi karena adanya peningkatan produksi pada negara-negara.
Ketiga, ikut berperan dalam mempertahankan perdamaian dunia. Melalui fasilitas-fasilitas yang dinaungi oleh WTO, ketegangan politik yang muncul antar negara dapat berkurang dengan peningkatan kerjasama sehingga stabilitas internasional diharapkan akan dapat tercapai.
Keempat, melindungi hak-hak kekayaan intelektual. WTO mengakui adanya hak cipta ataupun paten. Hal ini adalah bentuk perlindungan dan pengakuan atas hasil kreativitas dan inovasi demi kemajuan perkembangan yang lebih lanjut.
Terakhir, WTO berperan mempromosikan asas keberlanjutan di dunia. Tidak jarang upaya peningkatan perdagangan internasional menimbulkan efek negatif bagi alam. Melalui perhatian atas keberlanjutan. WTO mendorong standarisasi perdagangan terhadap lingkungan dan perlindungan sosial pada masyarakat internasional.
Terlepas dari urgensi yang telah disebutkan, dalam WTO terdapat mekanisme penyelesaian sengketa dagang yang dikenal sebagai DSU (Dispute Settlement Understanding) atau Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap negara pasti memiliki kepentingan yang berbeda sehingga seringkali memunculkan perselisihan karena adanya kerugian yang dialami suatu negara akibat kebijakan dari negara lain. Melalui WTO negara anggota dapat mengajukan proses arbitrase.
Proses penyelesaian sengketa dimulai ketika suatu negara mengajukan gugatan kepada negara lain yang dianggap telah melakukan tindakan pelanggaran aturan perdagangan internasional yang diatur oleh WTO. Gugatan tersebut kemudian diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa secara objektif dan adil.
Proses penyelesaian sengketa melalui WTO terdiri dari beberapa tahapan, berikut:
1. Konsultasi: Negara yang merasa dirugikan harus mengajukan permintaan konsultasi kepada negara yang dianggap melanggar peraturan perdagangan internasional. Tujuan dari tahap konsultasi ini adalah untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dan menghindari eskalasi perselisihan.
2. Panel: Jika negosiasi tidak berhasil dalam tahap konsultasi, negara yang merasa dirugikan dapat meminta pembentukan panel yang terdiri dari para ahli independen untuk menyelesaikan sengketa. Panel ini akan mengevaluasi argumen dari kedua belah pihak dan mengeluarkan keputusan yang mengikat.
3. Apel: Jika salah satu pihak tidak puas dengan keputusan panel, mereka dapat mengajukan banding ke Badan Banding WTO. Badan Banding akan mengevaluasi kembali keputusan panel dan mengeluarkan keputusan final yang mengikat.
4. Implementasi: Negara yang kalah dalam sengketa diharuskan untuk mematuhi keputusan Badan Penyelesaian Sengketa WTO dan melakukan perubahan untuk memenuhi peraturan perdagangan internasional yang diatur oleh WTO.
Mekanisme penyelesaian sengketa ini memberikan kepastian hukum dan stabilitas dalam perdagangan internasional, serta mendorong negara-negara untuk mematuhi peraturan perdagangan internasional yang telah disepakati. Mekanisme ini telah membantu terwujudnya liberalisasi atau kebebasan dalam ekonomi.
Akan tetapi kebebasan tersebut nampaknya telah terjegal, jalannya mekanisme tersebut telah terhalang terkhususnya tahapan Apel karena sejak 2019 hingga saat ini Badan Banding WTO telah diblokir karena AS menolak untuk memberikan persetujuan atas pengangkatan anggota hakim baru. Oleh karena itu, Badan Banding kehilangan kemapanannya dalam penyelesaian sengketa dagang yang diajukan oleh negara-negara.
Diblokirnya Badan Banding dalam mekanisme penyelesaian sengketa WTO (the Appellate Body) memiliki dampak yang signifikan terhadap negara anggota WTO, antara lain:
- Ketidakpastian hukum: Diblokirnya the Appellate Body dapat meningkatkan ketidakpastian hukum dalam perdagangan internasional. Tanpa badan banding, keputusan panel dapat menjadi akhir dan tidak dapat dianulir atau dibatalkan. Hal ini dapat meningkatkan risiko ketidakadilan dan diskriminasi dalam perdagangan internasional.
- Meningkatkan kemungkinan sengketa dan balas dendam: Diblokirnya the Appellate Body dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sengketa perdagangan antara negara-negara anggota. Negara yang merasa dirugikan dapat mencari cara lain untuk menyelesaikan sengketa, seperti dengan menggunakan alat proteksionis seperti pengenaan tarif dan kuota impor. Ini dapat memicu ketegangan perdagangan dan memperburuk hubungan perdagangan antara negara-negara anggota.
- Memperlemah otoritas WTO: Diblokirnya the Appellate Body dapat memperlemah otoritas WTO sebagai organisasi perdagangan internasional yang efektif. Tanpa badan banding, WTO kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan sengketa perdagangan secara efektif dan memberikan kepastian hukum bagi negara anggota.
- Merugikan negara berkembang: Diblokirnya the Appellate Body dapat merugikan negara-negara berkembang yang mungkin tidak memiliki sumber daya untuk menyelesaikan sengketa perdagangan melalui proses hukum nasional atau negosiasi bilateral. Negara-negara berkembang ini dapat menjadi korban dari tindakan proteksionis oleh negara-negara maju tanpa memiliki mekanisme yang efektif untuk melindungi kepentingan mereka.
Semua hal di atas tentu mengganggu lingkungan kebebasan dan keadilan perdagangan internasional. Dalam jangka panjang, diblokirnya the Appellate Body dapat mengancam stabilitas perdagangan internasional dan memperlemah sistem perdagangan multilateral yang telah dibangun oleh WTO. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara anggota untuk mencari solusi yang efektif untuk memperbaiki mekanisme penyelesaian sengketa WTO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H