Belajar fotografi bersama seorang fotografer handal dan diadakan di Hotel berbintang terkemuka itulah yang terjadi pada para kompasianer Bali di bulan Januari 2017 ini.
Alexander Thian yang namanya tidak asing di Instagram dengan jumlah follower mencapai 83 Ribu orang, Twitter mencapai 580 ribu lebih dan sudah berkeliling dunia lebih dari 15 negara, menjadikan jaminan nama keahlian fotografi yang sudah tidak diragukan lagi. Ia juga penulis buku dan buku terbarunya adalah “Somewhere we know” yang sudah 6 kali cetakan terjual laris.
Ibis Styles adalah nama hotel itu. Terletak di Jalan Petitenget Seminyak yang cukup lumayan ramai, menjadikan acara ini semakin berkelas karena dihadiri sejumlah blogger aktif di Bali dan tidak sedikit dari mereka adalah fotografer handal juga yang sudah malang melintang di dunia foto.
Tambah semangat dan memacu rasa penasaran banyak anggota Ku De Ta yang hadir. Ku De Ta adalah nama komunitas anggota Kompasiana yang bermukim di Pulau Dewata, Bali.
Acara Pembukaan pun diawali kemunculan Mas Radja Muhammad bersama seorang ibu dari Anchor Hotel yang menyapa para peserta dengan candaan yang renyah.
Diawali dengan sambutan selamat datang yang disampaikan oleh Bapak Bayu Afianto, menjadikan acara semakin hangat karena keakraban beliau sebagai tuan rumah. Beliau pun menjelaskan banyak hal tentang Hotel Ibis Styles Petitenget ini.
Hotel Ibis Styles Petitenget memiliki spot-spot yang instagramable. Banyak tamu-tamu hotel yang menjadikan latar fotonya bagus dan berkesan.
Dengan motto restaurant “Are You Hungry, Come To Me” dihiasi ikonik alat dapur kuno menjadikan orang banyak yang betah untuk makan di ruang restoran.
Ada 3 kategori room yang siap dihuni tamu-tamu Hotel Ibis Styles seperti Superior, Balconi, dan Family Room dengan kisaran antara Rp.600 ribu hingga 1,3 juta rupiah.
Happy mood makers, adalah motto buat Hotel Ibis Styles Petitenget Seminyak.
Tibalah saatnya acara inti dimulai, setelah perkenalan hadirin yang terdiri dari kompasianer Bali dan blogger kawakan Bali dengan Pak Bayu Afianto, Multi Hotel Revenue Manager area Bali selesai, kini giliran Mas Alex yang siap mengisi banyak kepala peserta dengan ilmu fotonya.
"Ada yang follow akun "Kapsore" di Instagram? Ada akun namanya Kapsore, dia adalah seorang sinematografer terkenal banget di Indonesia (nama aslinya Eros Eflin). dan kebanyakan dia pakai handphone foto-fotonya. Coba kalian lihat foto-fotonya tuh, stylenya tuh sangat simple. Dia mainnya tuh di cahaya. Karena memang Fotografi is all about light".
Karena aku gak bisa melukis, maka aku melukisnya dengan cahaya. Prinsipnya sama, yaitu kita menciptakan bagaimana satu objek dapat menarik. Dengan menggabungkan antara cahaya (highlight) dan shadows, kalau di fotografi.
“Nggak masalah. Ada seorang fotografer terkenal. Saya lupa namanya. Dia diajak ke Hongkong. Kemudian dikasih kamera yang jeleknya minta ampun. Light Literally jelek. Ga ada layarnya, ga ada wide viewnya. Lensanya ga bisa diganti. Cuma bisa ngintip lewat view finder. Dan begitu foto, ga bisa diedit lagi. Kita ga bisa liat hasilnya. Dia kasih kamera murah sekali. Harganya hanya duaratus ribu. Dan dia ditantang. Lu bisa ga bikin foto dengan kamera sejelek ini. Berkelilinglah ia ke pasar-pasar di Hongkong, dan ternyata hasilnya tuh foto kerennya minta ampun. Jadi it’s not about the fear, it’s about men behind the lands.
Apa yang membuat foto itu menarik?
1. Komposisi
2. Angle
3. Bisa menunjukkan 3 dimensi atau flat
Berbicara komposisi, maka fotografi bukan seperti matematika yang 1+1=2. Karena benar-benar bergantung pada selera. Tapi komposisi adalah sebuah basic yang tidak bisa lepas dari “leading lines, view point, Depth Rule of Thirds, Symmetry, Framing, Cropping, Sense Of Scale, Angle. Yang utama kita harus mengenal segitiga eksposure. Ada “Aperture”, “Shutter speed”, “ISO”.
Ketiganya berkaitan dengan bagaimana kita mengatur cahaya.
Ini berguna untuk mengatur seberapa banyak cahaya yang masuk kedalam lensa dan masuk ke sensor. Semakin sedikit cahaya yang masuk, ruang tajamnya semakin besar.Bukaan yang lebar diwakili nilai yang kecil seperti “f/1.8”, sedangkan bukaan tersempit diwakili nilai yang besar yakni “f/22”, f/28.
Jadi aperture yang kecil akan menghasilkan foto yang tajam dari depan sampai belakang. Sedang aperture besar yang angkanya kecil, akan menghasilkan foto yang focus pada satu titik, sedang belakangnya (backgroundnya) akan blur. Misalnya kita pakai f/28 di malam hari maka cahaya yang masuk akan banyak, kita tidak membutuhkan waktu yang lama, tidak membutuhkan shutter speed terlalu tinggi untuk mendapatkan foto yang stabil, dengan catatan ISO nya juga diajust. Jadi mainan segitiga eksposure ini adalah logika cahaya. Jika saya pakai aperture gede, maka shutter speednya akan sekian ini, dan ISO nya akan sekian ini. Sebenarnya ini tidaklah susah. Kita harus banyak motret. Dengan banyak motret, kita akan semakin tahu. Sama dengan menulis, Semakin banyak sering menulis, kita akan semakin bisa. Fotografi sebenarnya kebanyakan adalah masalah praktek sih…
Leading Line
Leading line adalah sebuah garis dalam gambar yang membimbing mata kita menuju pada fokus pada sebuah gambar. begitu pula dalam fotografi, leading line biasanya akan menuju pada sebuah fokus yang ditunjukan dalam foto tersebut.
Banyak hal yang bisa menjadi sebuah leading line, beberapa diantaranya seperti pagar, jembatan, dan garis pantai yang membimbing mata kita menuju sebuah objek yang menjadi fokus, dengan tidak mengesampingkan aturan rules of third.
Jika kita ingin mengambil gambar mobil yang bergerak dengan kecepatan tinggi, dan gambar mobil tidak blur, maka shutter speed nya harus tinggi. Seperti 1/500, kalau di kamera biasanya dilambangkan dengan huruf S. missal 1/1000. Dan sebagainya itu untuk menentukan bagaimana kita mengfreeze sebuah objek. Misal seorang gadis berjalan di kerumunan orang-orang dengan focus agar sekelilingnya orang-orang yang bergerak dinamis kelihatan blur, dan gadis tetap terlihat focus jelas, maka shutter speednya rendah, aperturenya tinggi. Hasilnya akan keren sekali. Bagaimana kita bisa mengatur cahaya bekerja di dalam sensor.
Mendapatkan momen yang unik, yang jarang terjadi dan bagus dalam perspektif social sangatlah penting. Menangkap apa yang terjadi di depan layar, dan apa yang terjadi sebenarnya di belakang layar bisa saling melengkapi akan menambah value story foto tersebut dan membangun sebuah cerita yang utuh.
Intinya, foto yang bagus adalah ketika foto itu bisa berbicara, instagramable. Bisa bertutur dengan caption yang bikin orang tertarik mengamati dan merasakan.
Instagramable adalah kekinian dunia foto yang bisa menjadikan gambar berbicara , bukan sekedar cerita biasa, bisa sejarah atau kenangan bahkan bisa saja hal yang remeh dalam pandangan orang menjadi hal yang penting dan menarik ketika diimajinasikan baik dalam story foto.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H