Meskipun cukup jauh, perjalanan menuju Desa Nyuh Tebel, Manggis Karangasem, terbilang mudah. Berangkat pukul 10.18, saya dan Kompasianer Darwin Arya memulai perjalanan dengan menyusuri Jalan By Pass Ida Bagus Matra Ketewel menuju ke arah pelabuhan penyeberangan Bali-Lombok, lalu ke arah Pantai Candi Dasa Karangasem. Pertigaan Desa Nyuh Tebel sudah terlihat tak jauh dari pantai. Dua menit setelah melewati pertigaan tadi, saya sudah tiba di rumah merangkap bengkel las milik Bli Tawan sekitar pukul 11.40 WITA.
Nama Tawan belakangan ini memang sedang naik daun. Beberapa media bahkan menyematkan istilah ‘Iron Man’ untuknya. Sejak ‘lengan robot’-nya dimuat media massa lokal, saya sudah berniat melihat langsung kehebohan yang muncul dengan mendatangi rumah Wayan Sumardana atau akrab dipanggil Sutawan. Alhamdulillah, Minggu (24/1) kemarin ada waktu luang untuk bisa mlipir ke Karangasem!
Bengkel las milik Bli Tawan sangatlah memprihatinkan dan membuat banyak orang miris dan iba melihatnya. Dengan kondisi serba berantakan dan minim MCK, rumah itu sebenarnya tidak layak untuk ditinggali. Tapi Bli Tawan tidak punya pilihan lain.
Mulailah Bli Tawan mencari informasi dari internet dan juga bantuan saran dari seorang kawannya yang mengerti kelistrikan dan mekanikal agar bisa dibuatkan lengan mekanik. Dan jadilah lengan bionik yang menjadikan dirinya sangat terbantu dengan alat tersebut.
Jadi, Bli Tawan harus berpikir sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan agar sensor yang menangkap sinyal dalam pikiran Bli Tawan, mesin lie detector berfungsi “on” dan sinyal akan dikirimkan melalui kabel ke relay dari rangkaian elektronik yang tersambung ke gear penggerak yang dipasang di bawah siku lengan Bli Tawan. Jadi intinya, pikiran harus dibuat-buat dulu. Seperti misalnya merasakan garam asin, harus dipikirkan “garam ini manis”, sinyal lie detector akan menyala. Penghubungnya kabel dan rangkaian elektronik yang akan menggerakkan gear ke siku dan lengan.
Ada 4 sensor yang dipasang ke lengan kiri dan 6 sensor system polygraph yang dipasang ke kepala Bli Tawan. Ini terkadang membuat Bli Tawan sedikit pusing. Karena seharian harus berpikir sesuatu yang berbeda dengan kenyataan yang dirasakan.
Sekilas akan kami jelaskan tentang cara kerja lie detector.
Tujuan dari alat pendeteksi kebohongan ini adalah untuk melihat apakah seseorang tersebut mengatakan hal yang sebenarnya atau berbohong dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Dan biasanya digunakan aparat penegak hokum saat menanyakan sebuah kasus kepada seorang saksi atau terdakwa. Ketika seseorang menjalani tes poligraf, ada 4 sampai 6 sensor yang melekat padanya.
Poligraf adalah mesin yang berasal dari kata “poly” yang berarti beberapa, maksudnya adalah beberapa sinyal dari setiap sensor yang timbulkan. Dan juga “grafik” yang berarti gambar dari hasil sensor dicatat pada satu lembar kertas bergerak.
Jadi bukan EEG yang selama ini disebut sebagai pemicu gerakan lengan mekanik Bli Tawan ini. Melainkan sistem kerja mesin pendeteksi kebohongan (lie detector) yang dihubungkan ke rangkaian penggerak lengan robot. Dan benar-benar sederhana system mekanisme alat bantu lengan milik Bli Tawan ini. Untuk pengisi daya saja, Bli Tawan memakai batere lithium (li-ion) dari bekas handphone untuk sensor di kepala. Dan accu kering untuk pengisi daya gear motor yang berada di lengan.
Jika terisi daya penuh, lengan robot bisa digunakan dari pagi sampai jam 4 sore.
Ini sangat sesuai dengan pemikiran dan pendapat dari seorang guru besar Endra Pitowarno, dosen Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, dan juga anggota dewan juri kontes robot nasional berpendapat bahwa Tawan menggunakan ilmu pneumatics.
“Semacam alat untuk menggerakkan, seperti yang dipakai di beberapa kap mobil. Untuk menggerakkan bisa dialiri tekanan angin untuk menggerakkan panjang pendek. Kalau dilihat dari fotonya, lengan atas ke lengan bawah itu dia gunakan tekanan udara atau kompresi dan pneumatic bisa digunakan untuk gerakan jari,” kata Endra yang mengamati foto-foto lengan robot Tawan di internet.
Bli Tawan setelah menjelaskan kepada awak media juga kepada saya, ia melepas lengan robot tersebut. Tangan kirinya yang terkulai lemah dan kaku dibiarkan menggelantung. Ini tentu saja membuat ia sangat kesulitan jika harus bekerja lagi. Maka melepas lengan itu artinya ia memang harus sudah benar-benar “finish” bekerja. Jika harus dipakai lagi, seperti halnya computer harus restart ulang dari awal. Bli Tawan menyebutkan bahwa lengan robot ini sebenarnya hanya bersifat membantu saja.
“Saya enggak mau terkenal, saya hanya mau bekerja”, kata Bli Tawan kepada kami.
Ada rasa penyesalan sedikit dalam hati saya, karena saya tidak bisa merasakan langsung bagaimana rasanya saat memakai lengan bionik tersebut. “Ini sedang rusak, kehujanan”, jelas nya pada kami. Bisa dimaklumi, bagaimana tidak akan terkena hujan, bila melihat kondisi rumah sekaligus bengkel yang memprihatinkan itu, beratap seng yang rentan hujan dan hanya separuh saja atap yang menutupi.
“Semua saya kerjakan sendiri. Tidak ada yang membantu. Hanya mesin lie detector ini saja yang saya minta teman untuk membelikannya. Lengan buatan ini sebenarnya alat bantu kerja saja. Bukan lengan robot. Kalau dipaksa disebut robot, mungkin baru 80% saja., “.
Ekspektasi atau bayangan yang terjadi pada awak media dan juga beberapa kalangan memang kelihatannya terlalu tinggi. Jangan membayangkan kalau Bli Tawan menciptakan teknologi seperti yang ada di film IronMan. Lengan mekanis ini bekerja dengan system sederhana. Juga bukan tipuan atau Hoax seperti yang digembar-gemborkan kebanyakan orang.
“Saya tidak mencari kekayaan. Juga terkenal. Nggak, sama sekali. Kalau ini bisa membuat banyak orang menjadi terinspirasi, saya bersyukur. Orang dengan keadaan seperti saya ini, harus bisa menghidupi sendiri. Siapa yang mau kasih makan istri anak saya, kalau bukan Saya?”.
Bli Tawan hidup bersama seorang istri yang setia, Nengah Sudiartini bersama ketiga anaknya laki-laki. Sulungnya Made Astro Bintang Putra berusia 11 tahun, Ketut Erlangga Putra 6 tahun, dan Putu Titan Putra usia 4 tahun. Menekuni pekerjaan sebagai tukang pengepul dan pengumpul botol bekas dan barang rongsokan sudah selama 15 tahun. Dan bekerja menjadi tukang las sudah dijalaninya selama 4 tahun. Ia tinggal bersama keluarga kecilnya itu diatas lahan tanah seluas 200 meter persegi.
Mengelas besi pagar, knalpot motor, membuka ban mobil dan memasangnya sampai membuat sebuah mesin pengupas jagung yang dipesan pabrik jagung. Bli Tawan juga bercerita, “kalau saya orang tidak baik, mesin pengupas jagung bisa saja saya sket untuk langsung otomatis bekerja, tanpa manusia bisa otomatis. Tapi saya berpikir, itu namanya saya mematikan rejeki orang lain. Maka saya buat, agar mesin itu berfungsi dan manusia nya (buruh) juga bisa tetap bekerja,” tutur nya lagi.
Dari sini saya menangkap makna kebaikan yang disampaikan Bli Tawan. Ia bisa merasakan susahnya orang kalau diberhentikan rejekinya.
“Sama sekali juga saya tidak berharap terkenal. Pemda Karangasem menjaga saya. Agar ilmu saya tidak disalah gunakan oleh pihak lain. Makanya saya dipesan agar orang yang bertamu mengisi buku tamu didepan meja itu.” Jelasnya lagi.
Polemik yang berkembang dan terjadi pada netizen sebenarnya bisa dijadikan sebuah sudut pandang baru. Ketika ada orang lemah papa , bisa bangkit dan berinovasi, ia masih dianggap pseudosains maka satu-satunya jalan adalah “langsung datang kepada yang bersangkutan”, langsung verifikasi dan coba sendiri alat tersebut.
Bila Bli Tawan mengungkapkan kalau ini hanya bisa bekerja untuk pikirannya sendiri, maka hargailah pemikiran itu. Ini adalah anugerah bagi nilai kemanusiaan. Anugerah untuk bangkitnya manusia dari keterpurukan. Nilai “selalu ada jalan dari setiap masalah” akan berdentum dan membantu manusia lain yang mengalami nasib yang sama.
Mencemoohnya bukan cara baik untuk mengungkapkan nilai ilmu dan pengetahuan yang setiap ahli pasti memilikinya. Bila ternyata menemukan kejanggalan, kelemahan alat tersebut maka sampaikan dan beri solusi agar alat tersebut menjadi lebih sempurna.
universitas kehidupan telah mengorbitkan Bli Tawan sebagai The Real Iron Man. Manusia baja yang tahan menghadapi kerasnya kehidupan dan guncangan kematian rasa pada lengannya. Ia lebih hidup dari Tony Stark yang hebatnya hanya di film Hollywood. Indonesia lebih hebat karena punya manusia berlengan robot dan berhati baja!
Salam Kompasiana
---
Keterangan : Semua gambar milik pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H