Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penolakan Kawasan Wisata Pada Gojek, Grab dan Taksi Uber

19 Januari 2016   17:30 Diperbarui: 19 Januari 2016   18:28 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Enaknya tinggal di Bali adalah bisa jadi turis setiap hari", kata Mak Sekar Mayang. Iya juga, bener kata si Mak Mayang Sari, eh Sekar Mayang. Maaf, maaf kalau ada kekeliruan dalam penulisan nama. Tinggal tentukan tujuan wisata, bawa motor atau mobil, siapkan uang receh, sampai deh di tempat wisata yang kece badai (ini istilah Mak Sekar Mayang kenapa saya pakai terus ya? hehe...).

Apalagi kemarin saya baru saja menikahkan anak lelaki yang paling besar di Banyuwangi, disusul dengan acara Ngunduh Mantu. Sudah kebayang gimana repotnya saya. Saudara-saudara dari Jawa, Kalimantan, Lampung, hampir se-Indonesia mau datang, punya visi misi tersembunyi juga yang hajat mereka harus saya tuntaskan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Iya pastilah sudah pada tahu...

Jalan-jalan !

Dan tamu-tamu jauh terus berdatangan. Gak leren-leren, nganti kesel. Kemarin tanggal 17 Januari 2016, kena giliran saya menghantar para saudara berwisata ke Tanah Lot yang indah mempesona itu.

Dan ada satu yang membuat saya terkejut. Ternyata di depan pintu gerbang masuk kawasan wisata Tanah Lot tertulis larangan beroperasinya Gojek, Taksi Grab dan Uber Taksi. 

Penasaran ditambah "radar jurnalis warga" mulai manteng, maka bergeraklah saya mencari informasi "ada apa dengan cinta terlarang" kawasan wisata yang namanya terkenal seantero dunia ini melarang moda transport online ini.

Pertama, saya mendapatkan info dari para guide yang sedang beristirahat di sebuah gazebo dekat parkir wisata itu.

Kata seorang guide, "ya itu bentuk dukungan pengelola wisata kepada ojek setempat, Mas..." Ada juga yang menyatakan kalau angkutan pesan online itu merugikan banyak penggerak roda pariwisata di Tanah Lot. 

"Mas bisa bayangkan. Kalau ada turis yang sering berkali-kali datang, sudah hapal daerah di Bali dan mengajak kawan-kawannya. Berapa kerugian kami kalau mereka tidak mau pakai mobil kami? Lagipula itu menutup rejeki buat taksi disini yang biasa" (maksudnya tidak online).

Buat saya, mendengar hal tersebut masih biasa saja. Karena saya belum menyadari kalau tempat wisata lain juga menolak operasional Gojek, Grab dan Uber Taksi.

Pelarangan ini ternyata juga diberlakukan di daerah wisata Pantai Canggu. Pantai yang lokasinya hanya berjarak 20 menit dari Pantai Seminyak ini ternyata menerapkan pelarangan tersebut.

Ada semacam peraturan keras dari organisasi pengelola transportasi di Pantai Canggu. Mereka lebih ingin melindungi keberadaan operasional transportasi yang sudah dimiliki dan sudah berjalan lama dari pemuda setempat. Kerasnya peraturan ini dalam sebuah berita portal online menyebutkan sempat terjadinya penganiayaan dan pengrusakan kepada mobil Taksi Uber yang nekat masuk dan mencari penumpang di wilayah Pantai Canggu.

"Yang melanggar awalnya kita catat plat nomernya dan tegur baik-baik, namun jika berkali ngotot maka kita akan ambil tindakan tegas. Seperti beberapa waktu lalu kita sudah peringati dan pergoki berkali-kali dilarang keluar masuk mencari dan mengakut penumpang di wilayah kita, namun ia tetap ngotot masuk sehingga Handphone (HP) yang dipakai aplikasi mengambil para penumpang kita sita dan kasi teguran keras, eh dia tetap ngotot akhirnya mobilnya dihancurkan warga,"penjelasan ketua organisasi transport Canggu. (Sumber berita ada disini).

Dari sebuah berita online, beragam komentar netizen Bali yang pada intinya sangat mendukung dihapuskannya aplikasi Gojek, Grab dan Taksi Uber. Ketiga pengelolaan angkutan bermodalkan aplikasi online ini banyak disebut netizen Bali mendatangkan kerugian untuk pengelola transport lokal yang sudah berjalan lama. Keberadaan ketiga moda tersebut dianggap mematikan moda yang sudah ada.

Tentunya ini sangat membuat pemerintah daerah harus segera mengambil sikap. Pengaturan ketiga moda transport online tersebut seharusnya mendukung juga keberadaan moda transportasi konvensional yang sudah berjalan.

Dukungan netizen memang tidak bisa disalahkan. Kebanyakan mereka adalah warga asli Bali yang merasa bahwa Gojek, Taksi Uber dan Grab atau sejenisnya harus diatur ulang kembali penataan operasional nya di kawasan wisata. Kehadiran mereka tidak boleh merampas keberadaan operasional transportasi yang sudah ada sejak lama. Perlu adanya dialog terbuka, penataan ulang, rekondisi dan verifikasi operasional transportasi beraplikasi sejenis saat membawa turis ke daerah wisata. 

Ini sangat penting untuk diperhatikan. Karena untuk menghindari keributan dan tindak kriminalisasi pada driver Gojek, Grab dan Taksi Uber seperti yang sudah sering terjadi juga di daerah lain.

Salam Kompasiana.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun