Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penduduk Pendatang Harus Tahu Cara Persiapkan Kematian Diri di Bali

10 September 2014   16:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:07 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="-Ilustrasi, Tradisi Ngaben. Upacara untuk meninggalnya penduduk Bali (KOMPAS.com) "][/caption]

Denpasar sebagai ibukota Propinsi Bali begitu mempesona banyak orang untuk mencari rezeki. Tak kurang hampir 4.000 jiwa setiap tahunnya memasuki Pelabuhan Gilimanuk untuk mengadu nasib di Bali. Dan Denpasar sebagai ibukota nya menjadi kota target yang banyak dituju duktang (Penduduk Pendatang).

Semua penduduk pendatang harus didata oleh Pemerintah Daerah. Baik kelahiran, pernikahan dan juga kematian.

Tapi, tahukah anda kalau duktang yang akan menetap di Denpasar untuk jangka waktu lama harus juga mempersiapkan kematiannya di Bali ? Jangan sesekali meremehkan masalah ini. Karena banyak cerita dan kasus yang terjadi adalah karena duktang tidak pernah tahu bagaimana cara mempersiapkan diri menyambut kematian dirinya sendiri di Bali.

Ada sebuah kisah di sekitar daerah Pasar Renon tentang kematian seorang anak muda di sebuah kost. Saat itu pemuda itu tinggal sendiri. Ia bekerja dari pagi dan pulang kerja petang. Hanya tetangga kostnya yang tahu saat ia tidak muncul 1 hari, ternyata ia ditemukan sudah tidak bernyawa di kamar kostnya. Karuan saja, tetangga sesama muslim panik. Mengapa panik ? Karena bila terjadi kematian di dalam kamar kost, maka pihak tuan rumah kost bisa menuntut uang untuk upacara pembersihan secara adat Hindu Bali. Dan biaya upacara pembersihan secara adat itu bisa memakan biaya mahal minimal Rp.50 juta untuk sekali upacara. Bisa dibayangkan kesulitan duktang yang banyak masih mengandalkan kost di Bali bila menghadapi kematian.

Cerita ini menjadi sebuah kesedihan sekaligus memberikan hikmah. Dengan adanya kematian pemuda itu, banyak orang muslim di daerah Pasar Renon tersebut akhirnya sepakat mendirikan sebuah masjid/musholla sebagai tempat untuk menerima persemayaman sementara jenasah muslim yang mau dimandikan, dishalatkan hingga akhirnya dimakamkan. Masjid itu pun didirikan dengan swadaya masyarakat secara bergotong royong. Dan kini masjid Ar Rahmaan sudah ada itu akan selalu mengingatkan muslim di Bali bahwa duktang harus mempersiapkan kematiannya di Bali dengan cara yang beradab, bersih dan tidak mengundang permasalahan besar bagi penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu.

Masih lekat kisah itu di benak penulis, tiba-tiba kemarin hari Senin, 08 September 2014 usai shalat Dhuhur di masjid , penulis terkejut karena ada seorang jenasah yang belum dimandikan masih terbujur kaku di teras masjid biasa saya shalat. Usut punya usut, jenasah tersebut belum dimandikan dan dishalatkan karena masalah sepele. Jenasah dan keluarga belum terdaftar dalam "Rukun Kifayah" atau lebih akrab dengan sebutan "Rukun Kematian". Rukun Kifayah/Kematian ini biasanya berbentuk sebuah yayasan atau takmir masjid yang bertugas mengurusi semua kepentingan jenasah para anggotanya. Dan ini sebuah syarat mutlak bila seorang muslim tinggal di Bali, ia harus mempersiapkan kematiannya sendiri dengan cara bergabung dan membayar iuran infaq setiap tahunnya kepada Rukun Kifayah/Kematian ini.  Bila belum tercatat maka pengurusan jenasah kelak akan menemui kesulitan seperti yang kami ceritakan di atas.

Iuran setiap tahunnya bervariasi antara RK yang satu dengan RK yang lain. Kisarannya antara Rp.25.000 hingga Rp.150.000,- per tahunnya per anggota RK.

Kalau tidak tercatat sebagai anggota RK biasanya pengurusan jenasah akan banyak menemui kendala dan bisa-bisa permasalahan yang terjadi akan semakin pelik bila tidak tercatat dalam RK.

Kembali pada kisah jenasah itu, karena tidak terdata sama sekali (mungkin semasa hidup ia meremehkan masalah RK ini) jenasah dibiarkan terlantar hingga berjam-jama tanpa ada 1 orang pun yang berani mengurusnya. Penulis pun ikut tertegun dan bingung karena pengurusan jenasah memang tidak boleh sembarangan, ada aturan warga asli Bali yang harus diikuti. Seperti iringan jenasah menuju tanah kuburan tidak boleh melewati Pura sebagai tempat suci umat Hindu Bali dengan radius yang sudah ditentukan.

Hingga akhirnya para pengurus masjid tempat kami mengambil inisiatif untuk mengurus jenasah atas dasar banyak pertimbangan. Dan pertimbangan utama adalah sunnah Nabi untuk cepat mengubur jenasah saat itu juga.

Tanpa ada dana dari pihak keluarga sedikit pun, para pengurus masjid mengurus jenasah dengan cepat. Termasuk mencari lokasi pemakaman untuk jenasah. Pengurusan tanah kubur juga tidak bisa mendadak seperti orang ingin makan di restoran, sekali telepon langsung tanah sudah digali, itu tidak bisa. Hanya tanah kuburan di Kampung Jawa Ahmad Yani yang bisa dikontak secara mendadak untuk bisa menyiapkan tanah pemakaman. Saat itu pengurus sudah bingung, mau dimana penguburan dilakukan.

Entah bagaimana, tiba-tiba saja, ada konfirmasi dari pihak kuburan jalan Waturenggong yang bersedia menggali tanah kuburan untuk jenasah ini. Plong... lega rasanya. Dan pengurus pun memandikan jenasah, menshalatkan dan menghantar jenasah dengan tenang.

Ini adalah sebuah pembelajaran penting buat duktang terutama duktang muslim , untuk bisa mensosialiasikan dirinya dan bergabung menjadi anggota sebuah Rukun Kifayah. Karena tidak semua orang mampu dan ahli mengurus kematian. Maka penduduk pendatanglah yang harus sadar mempersiapkan dirinya sendiri menghadapi kematian.

Dan ini akan saya lampirkan kartu Rukun Kifayah milik saya dan isi permakluman yang harus dipahami oleh penduduk pendatang muslim.

Permakluman

1. Setiap anggota agar mematuhi dan melaksanakan ketentuan yang ditetapkan RKP

2. Anggota & keluarga berhak atas santunan kematian (Kifayah). Anggota yang tidak aktif membayar iuran / pindah dari wilayah hanya mendapat santunan pembukaan tanah makam.

3. Anak anggota yang telah menikah harus mendaftar sebagai anggota baru.

4. Uang tanah/makam yang sudah dibayar setiap tahun tidak bisa diminta kembali. [caption id="attachment_358261" align="aligncenter" width="451" caption="Isi Permakluman Bagi Anggota RKP (dok.pri)"]

14103149961770933736
14103149961770933736
[/caption]

Buat warga pendatang yang beragama Nasrani atau non muslim, biasanya jenasah akan disemayamkan di sebuah rumah khusus persemayaman jenasah untuk umum ( ini biasanya difasilitasi oleh Rumah Sakit Tentara seperti RSAD Udayana di Jalan Sudirman Denpasar). Ternyata kematian pun juga banyak permasalahan ya ? Tidak semudah yang orang bayangkan. Banyak ribet atau mudah nya , kita sendiri yang menentukan semasa hidup. Jika mau bersosialisasi, membentuk dan melebur dalam jamaah muslim (dalam sebuah ikatan jamaah) maka ia akan mudah untuk mengurus kematiannya sendiri. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun