Pasien bernama Bu Aning (nama samaran) ini adalah kawan akrab saya semasa SMA di Semarang. Hari ini, saya agak kaget dengan status di beranda Facebooknya yang menulis tentang pelayanan buruk yang diterima Bu Aning saat memeriksakan dirinya di RSUP Fatmawati.
Sebelumnya karena Bu Aning sering merasakan terus menerus sesak nafas di dada, dan nafasnya sering tersengal-sengal maka Bu Aning segera mendatangi dokter. Tepat nya di RS Permata Depok, bu Aning mendapat pelayanan dari dokter spesialis jantung dengan ramah dan baik. Beliau diberikan penjelasan secara mendetail tentang sebab akibat penyakit jantung yang diderita Bu Aning. Itu kisah indah yang diterima di Depok, lain halnya kisah di Jakarta.
Tanggal 17 November 2014, Bu Aning mendaftarkan diri untuk bisa diperiksa dokter spesialis jantung di RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan. Dan ternyata Bu Aning harus bisa bersabar lagi, mungkin karena antrian penuh karena baru pada tanggal 01 Desember 2014, Bu Aning bisa bertemu dengan dokter poli jantung itu. Perlu waktu 2 minggu agar Bu Aning bisa diperiksa.
Dalam bayangannya, dokter pasti memiliki profil baik, ramah dan murah senyum seperti yang sering ditemui Bu Aning selama ini. Namun ternyata realita tak seindah bayangan di mata.
Setelah menunggu selama 2,5 jam dalam antrian, Bu Aning akhirnya dipanggil masuk ke dalam ruangan praktek dokter.
Berikut dialog yang terjadi antara Bu Aning dengan dokter DRW, SpJP (DRW nama singkatan dokter yang memeriksa Bu Aning) seperti yang ditulis di beranda Facebook milik Bu Aning.
dr. DRW :Â napa bu? (datar ga pake senyum)
Aku (A) : saya ada keluhan ini itu dok (aku critakan kronologis sakitku)
D : udah pernah periksa? (Tetep ga pake senyum)
A : sudah di RSPD, dan oleh dokter spesialisnya saya disarankan medical check up (aku sebutin apa aja yg disarankan dokter RSPD)
D : Terus knapa ibu ksini? Knapa ga ksana aja? (mulai ketus)
A : disana ga trima Askes dok, saya pserta askes, jd pilih RS yg terima askes
D : pake askes juga ga bisa pemeriksaan semua sekaligus buu (Nada ketus banget, suara meninggi)
A : bertahap juga gak apa apa dok (nelen ludah)
D : (sambil senyum sinis).. ya udah, ibu tiduran aja dulu disituPas dokter periksa aku, Â dia berkata :
Kalo ibu hasilnya mau CEPET ya BAYAR sendiri !! (super ketus)Selesai memeriksa, dia bilang ke perawat : mbak, ini nanti dijelasin ke ibunya ya? Aku mau ngajar..
Ibu tunggu diluar, nanti mbak ini yg jelasin (nunjuk perawatnya)"Aku pun keluar ruangan sambil menahan tangis.
Setelah diperiksa, Bu Aning mendapat surat pengantar untuk chek Laboratorium dan rontgen. Itupun masih belum bisa dilayani pada hari yang sama. Padahal kondisi Bu Aning juga sudah mempersiapkan diri dengan berpuasa dari rumah. Menurut pihak RSUP Fatmawati puasanya sudah terlalu lama, hanya butuh 10 jam berpuasa dari rumah. Bu Aning harus mengulang puasanya hari ini tanggal 02 Januari 2014 dan sudah harus juga menyerahkan hasil lab dan rontgen pada dokter judes tersebut hari ini juga.
Dan perlu dicatat, itu belum tuntas pemeriksaan yang seharusnya. Karena bu Aning harus melakukan pelayanan Ekokardiografi atau USG jantung dan juga treadmill jantung. Bisa-bisa baru bulan Februari atau Maret, saya baru bisa mendapat kedua pelayanan itu. Sungguh ini menyiksa saya, karena harus bolak-balik ke RSUP Fatmawati dan lamanya waktu tunggu selama sebulan lebih mendapat pelayanan. Hadeeh ribet. ( Ini komentar Bu Aning kepada saya).
Sungguh menyedihkan nasib Bu Aning sebagai Pasien Askes. Ia tidak mendapatkan pelayanan yang baik dan ramah dari sang dokter berinisial DRW tersebut. Ditambah panjangnya daftar antrian pasien yang ada di RSUP Fatmawati. Kalaulah sistem dari RSUP Fatmawati memang belum baik dalam daftar antrian, seyogyanya dokter DRW bisa memberi keramahan dan senyum (minimal) kepada pasiennya.
Itupun pasien masih ditambah dengan omelan dokter karena membayar melalui ASKES.
Ini jelas permasalahan yang serius yang dialami RSUP Fatmawati. Sistem antrean masih semrawut panjangnya ditambah pelayanan dokter yang buruk mesti menjadi bagian serius yang harus dikoreksi RSUP sekaligus direvolusi.
Pelayanan ramah dan baik ibarat oase di gurun pasir. Â Ia bisa menenangkan pasien sakit menjadi tenteram dan damai. Itu sudah memberi separuh obat batin pada pasien. Jikalau itu hilang, maka dokter yang seperti ini memang harus direformasi (minimal disekolahkan di Sekolah Kepribadian dulu agar bisa tersenyum pada pasien) .
Semoga catatan buruk ini diperhatikan oleh  Kementrian Kesehatan dan RSUP Fatmawati agar ke depannya tidak terulang kejadian-kejadian buruk seperti ini. Pasien jangan dibuat menderita oleh dokternya sendiri.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H