"Mari mbak", sapa lelaki itu sambil menengok ke arah Winda, ketika akan menikmati semangkuk ronde. Hal yang biasa bagi orang Jawa sebagai basa basi.
"eehm..hmm.. iya silahkan", jawab Winda gugup.
"Winda..." sapa lelaki itu seperti orang terheran heran.
"Toni..." balas Winda. Semakin gelisah saja Winda.
Sejenak mereka membisu, terbius oleh suasana yang tak terduga. Tampak keduanya canggung satu sama lain. menghadapi semangkuk ronde kembali adalah langkah pas yang mereka lakulan untuk menguasai suasana. Masih senyap, hanya suara benturan mangkuk dan sendok terdengar. Winda selesai duluan, tapi ia pun tak dapat melalukan apa apa, masih canggung tampaknya.
Tak mau berlama-lama, Winda mencoba menguasai hatinya yang tak karuan, antara senang bukan kepalang, kangen, rindu, dan kagok dengan suasana. Ia memilih untuk bangkit terlebih dahulu dan mencoba pergi. Ketika akan beranjak, genggaman tangan Toni di lengannya menghentikan langkah Winda.
"Duduklah sebentar" pinta Toni.
Seperti tersihir saja, perlahan lahan Winda kembali duduk. Dengan kedua paha terapit, disatukannya jari-jari kedua tangannya, diletakkannya di atas pahanya yang terapit. Kepalanya masih tertunduk, entah bahagia atau sesak di dada yang dirasakannya.
Toni masih asik dengan nikmatnya semangkuk ronde nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H