Di Minangkabau, wakaf ahli dikenal dengan sebutan harato jo pusako (harta dan pusaka). Harato jo pusako ini terbagi atas 2 jenis, yaitu sako dan pusako. Sako merupakan gelar pusaka yang disandang oleh salah seorang kemenakan laki-laki bertali darah menurut garis ibu yang tidak berwujud seperti gelar. Sedangkan pusako adalah harta warisan yang diberikan oleh seseorang dalam kepada seseorang menurut keturunan garis ibu dalam bentuk materi, seperti hutan, tanah, sawah, ladang dan sebagainya. Pusako sendiri terbagi atas dua macam, yaitu pusako tinggi dan pusako randah. pusako tinggi adalah harta yang diwariskan secara turun-temurun menurut garis keturunan ibu yang telah ada jauh sebelum generasi sekarang berdasarkan hukum adat Minangkabau yang berbentuk tanah ulayat, emas dan lain-lain. Sedangkan pusako randah adalah harta yang diwariskan turun-temurun yang diperoleh seseorang berdasarkan pencahariannya dan diwariskan kepada keturunan yang bergaris lurus berdasarkan hukum faraidh.
Seorang tokoh ulama asal Sumatera Barat yaitu Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi memberikan sebuah perspektif mengenai harta wakaf pusaka tinggi di dalam kitabnya al-Da'I al-Masmu' fi al-Radd 'ala Man Yuwarrits al-Ikhwah wa Aulad al-Akhwat ma'a Wujud al-Ushul wa al-Furu'. Kitab ini memberikan banyak pertentangan di masyarakat Minangkabau termasuk murid-muridnya karena di dalam kitab ini, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi secara tegas menentang atas praktek terkait tradisi pewarisan harta pusaka tinggi yang diwariskan kepada sanak saudara dan kemenakan karena tidak sesuai dengan kaidah- kaidah islam.
Menurut Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dalam kitabnya, pertama, jika tidak melakukan hukum waris berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, hal tersebut sama dengan orang yang mematuhi hukum waris jahiliyah. sehingga harta tersebut dianggap harta rampasan karena diperoleh melalui hukum yang tidak berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Dimana di dalam hukum ada Minangkabau,sistem warisan diberikan kepada kemenakan. Sehingga hukum adat Minangkabau tidak sesuai dengan hukum Islam menurut Syekh Ahmad Khatib jika seseorang memakai hukum waris adat Minangkabau, maka ia akan mendapat dosa besar berdosa besar, dan termasuk kepada golongan orang yang fasik .
Kosep PemikiranyaÂ
Dalam menyebarkan gagasan-gagasan, Syaikh Ahmad Khatib membekali para muridnya dengan dua dasar penting. Pertama adalah sikap liberal, bahkan pernah di contohkanya sendiri saat menyatakan bahwa pintu ijtihad masih dibuka. Kedua adalah menanamkan keharusan kepada para murid untuk memurnikan ajaran agama dari praktek-praktek yang tidak benar dan mencari cara-cara terbaik yang telah disediakan agama untuk menyelamatkan diri dari pintu neraka.Syekh Ahmad Khatib sebagai seorang ulama pembaharu, dia tidak setuju dengan adanya ajaran tarekat, suluk dan praktek-praktek bid'ah lainnya. selain itu juga, Dia menentang orang suka melakukan berdo'a di atas kuburan. Namun cara-cara yang dia lakukan dalam menentang penyimpangan ajaran Islam tersebut, dia lakukan dengan cara dialog dan memberi penjelasan agar mereka sadar dan kembali mengamalkan Al-Qur'an dan Hadis.
Pengertian Wakaf
Bagian Wakaf berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan yang artinya menahan. Menurut Ibnu Manzhur, wakaf adalah menahan suatu kepemilikann suatu harta benda dengan tujuan memberikan manfaat untuk kemaslahatan orang banyak. Menurut para ulama ahli fiqh, wakaf menurut hanafiyah adalah menahan harta milik seseorang yang mewarisi harta dan memberikan kebaikan kepada pihak yang membutuhkan untuk tujuan kemaslahatan. Menurut Malikiyah, wakaf adalah memberikan manfaat atas harta yang dimiliki oleh pihak yang mewarisi harta dan diberikan kepada pihak yang berhak menerima.
Macam-Macam Wakaf
Jika dilihat dari segi tujuan kepada siapa harta wakaf diberikan, maka wakaf dapat dibagi atas tigamacam. Pertama Wakaf Ahli. Wakaf ahli merupakan wakaf yang diberikan kepada pihak tertentu, seperti keluarga dekat dari pihak wakif. Jadi, bentuk dari wakaf ahli adalah harta yang diwakafkan kepada anaknya, lalu kepada cucunya yang diperuntukkan dalam lingkungan keluarga. Di satu sisi, wakaf ahli akan memberikan kebaikan, yaitu mendapatkan amalan di sisi Allah SWT, dan juga mempererat silaturahmi antar sesama anggota keluarga. Namun,terdapat sisi negatif dari harta wakaf ini dimana tingginya peluang terjadinya kecurangan dalam pengelolaan harta wakaf oleh keluarga (Nissa, 2017:216). Penerapan wakaf ahli masih digunakan di Indonesia, salah satunya di daerah Sumatera Barat yang dikenal dengan harato pusako tinggi (harta pusaka tinggi).
Kedua, Wakaf Khairi. Wakaf Khairi adalah wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum (maslahah). Tujuan wakaf ini untuk mencapai kesejahteraan umat seperti sekolah, rumah sakit, masjid, dan lain-lain.
Ketiga, Asas Kewarisan. Kewarisan di dalam Islam timbul karena adanya hubungan kekerabatan serta perkawinan dimana baik dari pihak keluarga ayah maupun ibu berhak menerima warisan Sedangkan dalam hukum adat Minangkabau, sistem waris menggunakan garis keturunan ibu atau disebut matrilineal.