Mohon tunggu...
Takhsinul Khuluq
Takhsinul Khuluq Mohon Tunggu... -

Mahasiswa FIB UGM

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal Udara (Tulisan Bung Karno, 1940)

6 September 2013   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:16 3966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetapi apa yang kita “cutat” dari Kalam Allah dan Sunah Rasul itu? Bukan apinya, bukan nyalanya, bukan! Abunya, debunya, akh ya, asapnya! Abunya yang berupa celak mata dan sorban, abunya yang menyintai ke­menyan dan tunggangan onta, abunya yang bersifat Islam-muluk dan Islam ibadat-zonder-taqwa, abunya yang cuma tahu baca Fatihah dan tahlil sahaja,- tetapi bukan apinya, yang menyala-nyala dari ujung zaman yang satu keujung zaman yang lain.”

Begitulah saya punya seruan dari Endeh. Marilah kita camkan di­ dalam kita punya akal dan perasaan, bahwa kini bukan masyarakat onta, tetapi masyarakat kapal-udara. Hanya dengan begitulah kita dapat me­nangkap inti arti yang sebenarnya dari warta Nabi yang mauludnya kita rayakan ini hari. Hanya dengan begitulah kita dapat menghormati Dia di dalam artinya penghormatan yang hormat sehormat-hormatnya. Hanya dengan begitulah kita dengan sebenar-benarnya boleh menamakan diri kita umat Muhammad, dan bukan umat kaum faqih atau umat kaum ulama.

Pada suatu hari saya punya anjing menjilat air di dalam panci di­ dekat sumur. Saya punya anak Ratna Juami berteriak: “Papie, papie, si Ketuk menjilat air di dalam panci!” Saya menjawab: “Buanglah air itu, dan cucilah panci itu beberapa kali bersih-bersih dengan sabun dan kreolin.”

Ratna termenung sebentar. Kemudian ia menanya: “Tidakkah Nabi bersabda, bahwa panci ini musti dicuci tujuh kali, diantaranya satu kali dengan tanah?”

Saya menjawab: “Ratna, di zaman Nabi belum ada sabun dan kreolin! Nabi waktu itu tidak bisa memerintahkan orang memakai sabun dan kreolin.” Muka Ratna menjadi terang kembali. Itu malam ia tidur dengan roman muka yang seperti bersenyum, seperti mukanya orang yang mendapat kebahagiaan besar.

Maha-Besarlah Allah Ta’ala, maha-mulialah Nabi yang Ia suruh!

“Panji Islam”, 1940

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun