Oleh: Diah Ayu Puspita
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
     Â
     Indonesia merupakan negara yang besar, negara yang memiliki luas 1.905 Km2 yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dari hasil survey penduduk sensus (Supas) pada tahun 2019 jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 300 kelompok etnik dan tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Selain itu Indonesia menurut Badan Bahasa memiliki 652 bahasa daerah.
     Bonus demografi Indonesia yang begitu luar biasa menjadikan negara Indonesia menjadi ladang dalam berbagai macam paham yang dianut oleh masyarakatnya. Karena di Indonesia juga memiliki berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing individu. Oleh karena itu, kekayaan alam, suku, bangsa, budaya, bahasa, dan agama menjadi keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia.
     Banyaknya perbedaan di Indonesia menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam menjaga kesatuan dan ketahanan negara Indonesia. Tantangan di negara yang memiliki berbagai macam keanagaraman memang sangat kompleks. Diantaranya masalah kerukunan atau yang gencar dibicarakan saat ini adalah intoleransi.
     Intoleranssi memang sudah ada sejak zaman reformasi yang tak kunjung surut hingga saat ini. Memang wajar hal ini terjadi, karena kita hidup di dalam negara yang majemuk. Namun, masalah intoleransi harus segera teratasi karena pada dasarnya hal ini dapat merongrong persatuan bangsa yang akan berakibat pada perpecahan.
     Intoleransi sendiri merupakan suatu tindakan ketidakmampuan untuk menahan diri tidak suka kepada orang lain, mencampuri dan atau menentang sikap atau keyakinan orang lain, dan sengaja mengganggu ketenangan orang lain. Dengan demikian sikap intoleran merupakan sikap yang biasaya terlalu fanatik terhadap suatu keyakinan atau agama, suku, maupun pandangan yang dimiliki seseorang  sehingga menimbulkan rasa paling menang sendiri dan merasa paling benar dengan apa yang diyakininya.
     Berbicara mengenai intoleransi memang tidak lah mudah. Kita harus benar-benar memperhatikan kasus-kasus yang sifatnya mendiskrimanasi beberapa golongan ataupun isu-isu yang berkaitan dengan SARA. Diantara contoh kasus yaitu adanya penyerangan Gereja Santo Paulus di Bantul, Yogyakarta oleh masa yang mengatasnamakan Front Jihad Islam dan ormas lainnya. Penyerangan klenteng Tjoe Hwie Kiong di Kediri Jawa Timur. Tidak hanya itu, aksi penolakan oleh ormas Islam yang mengatasnamakan Pembela Ahlu Sunnah (PAS) yang membubarkan acara kebaktian di Gedung Sabuga Bandung.