Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Karena Bagian Tersulit di dalam Hubungan Ini Adalah Meninggalkanmu [Bagian I]

21 Februari 2017   22:08 Diperbarui: 26 Februari 2017   04:00 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejenak, gadis berkerudung itu menyelidik tatapan lelaki itu. Barang dua sampai tiga detik. Tak ia dapati siasat ataupun tipu muslihat di sana. Setidaknya, dalam waktu yang singkat itu, intuisinya mengatakan si lelaki bukanlah tipe pria yang gemar mengumbar kata-kata manis kepada setiap gadis yang menarik minatnya untuk dijerat. Ditambah lagi jika mengingat kali pertama pertemuannya dengan lelaki itu, harus ia akui, andai saja hari itu, lelaki itu tak datang (sekalipun tak diharapkan) menyelamatkannya, mungkin hari ini ia tak lagi bisa melihat dunia dengan berbagai keajaibannya. Wajah lelaki itu cerah begitu si gadis berkerudung berbalik badan, ke arahnya.

**

Di luar, hujan kembali menderas. Lelaki itu meniup permukaan kopi hitam yang dipesannya sebelum menyeruputnya pelan.

“Jadi kamu mahasiswa sastra UI.”

Gadis berkerudung itu tak langsung menjawab. Ia menjangkau segelas cappucino yang baru diantarkan pelayan dan perlahan menyesapnya. Setelah itu, ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan tadi.

“Meski saya arsitek. Saya juga menggemari sastra.”

Alis gadis berkerudung itu naik. “Kamu sangsi?” terka lelaki itu. “Kamu pasti tahu Mangunwijaya dan Kurnia Efendi. Mereka itu, kan, arsitek. Tapi penggemar sastra. Saya juga sama seperti mereka. Tapi bedanya mereka menciptakan karya sastra sementara saya tidak.”

Sekilas ada sekelumit senyum yang tersembunyi di pojok bibir gadis berkerudung itu. Tipis dan samar. Tapi cukup membuat lelaki itu senang. Sedikitnya, ia telah membuat gadis berkerudung itu terhibur. “Coba sebutkan novel-novel favoritmu, saya pasti pernah baca salah satunya?”

Mata mereka bertaut. Lantas dengan senang hati gadis berkerudung itu menyebutkan novel favoritnya satu-persatu. Begitu menyebut novel Anna Karenina karya Leo Tolstoy, dengan cepat lelaki itu menyambar.

“Ah, saya pernah baca!” katanya penuh semangat. “Menurut logika saya, keputusan Anna Karenina memilih Vronsky sangatlah bodoh. Tapi kalau menilai pakai hati, keputusannya itu memang sangat mengesankan. Tapi saya tetap tidak setuju dia memilih Vronsky. Menurutmu?”

Berawal dari sanalah obrolan mereka selanjutnya menjadi mengalir. Keduanya asyik membahas cerita dalam novel-novel yang pernah mereka baca. Kadang diselingi perbedaan pendapat, persamaan pandangan, seulas senyum, gelak tawa, dan simpatik. Sedikitnya, lewat obrolan yang ringan itu; yang sama sekali tak berpretensi untuk saling memikat, mereka bisa mengenal karakter satu sama lain. Sampai tak terasa matahari mulai turun ke balik cakrawala ketika mereka memutuskan untuk mengakhiri pertemuan hari itu. Si lelaki membuka pintu kaca kedai itu dan menahannya untuk tetap terbuka, mempersilahkan gadis berkerudung itu keluar lebih dulu. Kemudian mereka berdiri di depan kedai tersebut sebelum berpencar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun