Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Mutiara Hitam di Antara Giok Putih

13 Maret 2016   13:21 Diperbarui: 14 Maret 2016   02:28 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bukan.”

“Uang seratus juta dollar. Dibayar. Tunai!” selorohku.

Ayahku tertawa terpingkal-pingkal. Perutnya yang cembung berguncang-guncang. Aling merengut.

Ibuku menggeleng. “Bukan.”

“Lalu pakai apa, bu?” tanyaku penasaran.

“Pakai daun.”

“Daun?” Aling termangu.

Ayahku mengangguk-angguk sembari melirik aku dan Aling. Senyumnya dilebar-lebarkan. Dadanya dibusungkan. Memamerkan rasa bangganya karena bisa menaklukkan ibuku - seorang dokter cantik -  hanya dengan seonggok daun. 

“Kok ibu mau saja dilamar pakai daun?” celetuk Aling.

Ibuku terkekeh. “Tidakkah menurut kalian daun itu luar biasa? Daunlah yang membongkar molekul air. Menghasilkan oksigen yang dilepas ke udara. Daunlah makhluk yang bisa memasak makanan sendiri. Dan karenanya, tahukah kalian kalori yang mengalir dari satu mata rantai ke mata rantai lain itu sesungguhnya berawal dari daun? Jadi daun itu sangat berarti jika kita mau menilainya lebih dalam. Bahkan lebih berarti dibandingkan kelopak bunga yang tampak memesona.”

Aku dan Aling terkesima mendengar penjelasan ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun