Mohon tunggu...
Tajudin Buano
Tajudin Buano Mohon Tunggu... -

Pojok Kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potret Pendidikan di Danau Rana

22 Maret 2016   20:38 Diperbarui: 22 Maret 2016   20:47 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat yang bermukim di kawasan Danau Ranah, sejak dahulu memang tak diperhatikan dengan serius oleh pemerintah daerah Buru. Beberapa desa disana, seperti Waegrahe, Wasi, Erdapa, Kaktuan dan Waimite, belum teraliri listrik dan jaringan telekomunikasi. Juga pendidikan. Padahal, usia kabupaten itu sudah menginjak 15 tahun.

Waimese, salah satu mahasiswa Waegrahi mengatakan, hingga sekarang sekolah di desa-desa masih berdinding dan berlantai papan. Ia mengaku, kekurangan guru memang bukan dari sekarang,  tapi sudah sejak dulu.

Memang ada guru yang ditugaskan dari dinas ke sekolah-sekolah yang ada di danau ranah. Namun, guru-guru itu tidak melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan sumpah janji guru.

Ia juga menuturkan pengalamannya sewaktu mengikuti ujian nasional tahun 2004. Kala itu, ia dan teman-temannya sesama peserta ujian, harus berjalan kaki dari desa Waereman ke Sub Rayon di SD Waemana Baru selama tiga hari untuk mengikuti ujian nasional.

“Saya bisa katakan bahwa, guru-guru ini sudah melanggar kode etik guru Indonesia,”ungkap mahasiswa disalah satu perguruan tinggi di kota Ambon itu.

Masalah pendidikan di Danau Ranah bukan hanya kekurangan guru. Namun buku, seragam dan sarana prasaran penunjangannya juga tidak ada. Kondisi ini dialami Haris Waimese, siswa kelas 6 SD Waegrahe.

Saat Haris diajak oleh relawan pengajar dari Himpunan Mahasiswa Buru untuk belajar bersama dengan siswa-siswa lainnya, ia mengaku malu karena tak memiliki seragam. Sementara siswa lainnya memakai seragam.

Berdasarkan pengakuan beberapa siswa dan orang tua kepada mahasiswa Buru yang turun langsung ke Rana, biasanya para siswa tak memakai seragam lengkap untuk ke sekolah. Ada yang hanya memakai celana dengan kemeja biasa dan tanpa sepatu.

“Jadi, memang bukan hanya kekurangan guru. Tapi mereka juga membutuhkan seragam, papan oles, pensil, buku, dan papan tulis, dan meja dan kursi.  Apalagi pada bulan Mei, siswa kelas III sudah mengikuti ujian nasional,”kata Akbar.

Frans Tasijawa, anggota Himkab lainnya memastikan, sesuai hasil survei yang dilakukan, terdapat lima sekolah yang saat ini tidak melaksanakan aktivitas belajar mengajar, yakni SMP dan SD di desa Kaktuan, SD Waeraman, dan SD serta SMP Waegrahe.

SD Negeri Waereman memiliki 70 siswa, dan 5 diantaranya merupakan peserta ujian. Namun, sudah memasuki empat bulan sekolah ditutup, karena tidak ada guru mau mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun