Mohon tunggu...
Muhammad Ali Reza
Muhammad Ali Reza Mohon Tunggu... Guru - belajar sepanjang hayat

Setiap penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti. (Imam Ali Kw.)

Selanjutnya

Tutup

Diary

Terima Kasih Bu Har

17 Juli 2021   20:27 Diperbarui: 18 Juli 2021   00:55 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma Shali 'ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad

Robbi habli hukmaw wa alhiqni bish-sholihin,

wajl'al lisana shidqin fil akhirin,

waj'alni miw warosati jannatin na'im. (Qs.Asy-Syu'ara [26]: 83-85)

Ismi: Suhartini

Namanya Bu Suhartini, orang-orang memanggilnya Bu Har. Guru agama di sekolah tempat aku mengajar. Aku mengenalnya tak begitu lama dibanding dengan rekan-rekan guru yang lain dikarenakan Bu Har purnabakti, hanya sekira dua tahun. Ada rasa sedih. Apalagi ketika acara perpisahan 'kecil' di kantor bersama guru-guru. Selain Bu Har, ada juga Bu Hj. Inih, lalu Pak Heri yang pindah tugas mengajar. Dalam acara singkat tersebut, setiap guru purna bakti memberikan sambutan sepatah-dua patah kata yang disampaikan pada pertemuan tersebut. Bagian ini yang menguras air mata. Walau pun sebetulnya aku tak begitu sesegukan, dan mencoba menahan rasa sedih tersebut, aku mencoba membendung air yang akan melintas di kedua pipi. Dalam sambutan tersebut tampak Bu Har terbata-bata berucap, menahan tangis, matanya sembab tak kuasa. Sesekali berhenti sekejap karena menahan rasa. Terdengar parau di telinga, ah..sedih saat itu. Ketika acara usai, sebelum para guru makan bersama, Bu Har berkata padaku, "Pak Reza.., nih.. padahal ibu udah nulis sambutan buat perpisahan di kertas, tapi lihat Pak Heri jadi ikutan sedih. Jadi mau nangis."terangnya kemudian seraya menyodorkan selembar kertas konsep yang telah ditulisnya. Saya balas dengan senyuman seraya tak ingin terbawa haru, "ayo Bu Har.., kita makan."

Lisana shidqin fil akhirin

Ada sebuah doa yang indah dari Nabi Ibrahim as. Doa tersebut saya kutip di awal-awal tulisan ini. Mari kita terjemahkan doa tersebut, yang terdapat pada surat Asy-Syu'ara; 83-85:

"Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan."

Salah satu penggalan doa tersebut adalah; jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. Sama halnya seperti amal jariyah, lisana sidqin dapat berupa kebaikan. apapun itu bentuknya. Saya rasa banyak sekali kebaikan yang Bu Har lakukan. Setiap guru pasti memiliki kesan terhadap Bu Har. Ibarat buyut atau nenek kita yang menanam pohon buah atau jati, biasanya hasilnya tak sempat dialami. Ia hanya menanam untuk kemudian dapat dirasakan oleh anak-cucunya kemudian. Begitu pula dengan kebaikan. Kebaikan itu terus mengalir tanpa henti. Kebaikan-kebaikan itu laiknya rembesan-rembesan mata air atau air yang keluar dari akar pepohonan besar untuk kemudian bermuara sedikit-demi sedikit membuat aliran air besar. Quran memberi perumpamaan ibarat sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun