Emha lebih memilih kuliah di "Universitas Malioboro" bergabung dengan kelompok penulis muda yang bergelut di bidang sastra, yaitu Persada Studi Klub (PSK) di bawah "mahaguru" Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang sangat memperngaruhi perjalanan hidup Emha (Salam dkk, 2014). Selain itu Emha mengikuti lokarkarya sastra dalam acara International Writing Program di Universitas Lowa, Amerika Serikat pada tahun 1984, festival Penyair Internasionalmdi Rotterdam, Belanda pada tahun 1984 dan festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman pada tahun 1985 (Cahyo, 2014).
Emha merintis kesenian sejak 1970-an berkerjasama dengan Teater Dinasti, ber-basecampdi Bugisan, Yogyakarta. Pada tahun ini juga beliau menjadi pengasuh Ruang Sastra di Haria Masa Kini di Yogyakarta. Namun  pada tahun 1973-1976 beliau menjadi wartawan dan redaktur di harian yang sama (Cahyo, 2014).
   Karya Seni Emha Ainun Nadjib
Kegelisahan sosial dan spritual yang dialami oleh Cak Nun sangat mempengaruhi dan mewarnai karya-karya Cak Nun, terutama dalam karya sastra. Dalam sejumlah penelitian yang pernah dilakukan oleh para sarjana sastra, disimpulkan bahwa kecenderungan puisi berdimensi sosial-relegius dan sosial-mistis terlihat mendominasi puisi-puisi penyair yang bersangkutan  (Salam dkk, 2014).
- Kumpulan pusisi-puisinya di antaranya :
- Antalogi 99 untuk Tuhanku (1980),
- Sajak-sajak Sepanjang Jalan (1977),
- Tak Mau Mati (1978)
- Tuhan Aku Berguaru Pada-Mu (1980),
- Kanvas (1980),
- Tidur Yang Panjang (t.t), Nyanyian Gelandangan (1982),
- Iman Perubahan (1982),
- Isra' Mi'raj Yang Asik (1984),
- Syair-syair Asma'ul Husna (1984-1990),
- Syair Lembu (t.t), Minuman Keras Nasibku (1989),
- Suluk Pesisiran (1990),
- Syair Lautan Jilbab (1989) dan
- Sesobek Buku Harian Indonesia (1993).
   Naskah-naskah drama di antaranya :
- Geger Wong Ngoyak (bersama Fajar Suharrno dan Gadjah Abiyoso),
- Patung Kekasih (bersama Simon Hate dan Fajar Suharno)
- Dokorandus Mul, ampas Mas Dukun,
- Keajaiban Lik Par,
- Sidang Para Setan,
- Perahu Retak dan
- Pak Kanjeng.
   Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen), Yang Terhormat Nama Saya (1992) dan BH (2005).
   Buku-buku yang menjadi sarana penyampaian idealisme Cak Nun di antaranya :
- Dari Pojok Sejarah: Renungan  Perjalanan (1985),
- Sastra Yang Membebaskan (1984),
- Indonesia Bagian Dari Desa Saya (1980),
- Silit Sang Kiai (1991),
- Kafir Liberal (2005),
- Istriku Seribu: Polimonogami-monopoligami (2007),
- Orang Maiyah (2007),
- M. Frustasi (1976),
- Indonesia: Markesot Bertutur (2005),
- Markesot Bertutur Lagi (2005),
- Gelandang di Kampung Sendiri (2015),
- Sedang Tuhanpun Cemburu (2015),
- Arus Bawah (2014),
- Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
- Buaya Tanding (1995),
- Ziarah Pemilu, Ziahar Politik, Ziarah Kebangsaan (1998),
- Keranjang Sampah (1998)
- Ikrar Khusnul Khatimah (1999),
- Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
- Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai,
- Bola-bola Kultural (1996),
- 2,5 Jam Bersama Soeharto (1989),
- Mati Ketawa Cara Refotmasi (1998),
- Cahaya Maha Cahaya (1991) dan
- Seribu Mesjd Satu Jumlahnya (1990).
Salah satu buku yang jarang di temui di toko buku adalah berjudul "Dari Pokok Sejarah: Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib. Buku ini merupakan kumpulan dari berbagai tulisan singkat beliau tentang isu-isu solsial-politik-budaya dan hukum yang berkembang di Inodonesia. Contoh dalam pengantarnya beliau menyebutkan (Nadjib, 1992):
"Adapun akar-tanda-tanya: itu  saya maksudkan bahawa tak mungkin seseorang tercabut dari akarnya. Tradisi militer yang mengabad di negeri kita adalah tradisi kepriyaian, tradisi kekurangampunan untuk berbeda, tradisi raja dan abdi dalem serta kawula..."
Selain karya tulis (obeservasi pengajian Macopat Syafa'at, 17 agustus 2015), Cak Nun juga adalah pengarang lagu yang produktif, terbukti dua album lagu yang sudah dipublis dan dijual di pasar dengan judul "Kumpulan Lagu-lagu Sederhana Cak Nundan Kado Muhammad Tombo Ati.
Dalam (Salam dkk, 2014) dari sekian banyak karya tulis Cak Nun, baik berupa puisi, esai, kolom, naskah drama, novel makalah dan buku terdapat 3 (tiga) nilai penting di dalamnya. Pertama, penghayatan-penghayatan religius dan spritual yang selalu menggunakan pendekatan tasawuf(perilaku etika, adab, moral dan kerendahan diri terhadap sesama manusia). Kedua, memperjuangkan nilai-nilai inheren dalam ke-tasawuf-an. Ketiga, pemikiran dan respon dalam konteks sosial-filiosofis berdsarkan analisis kritis-logis. Lagu-lagu karya Cak Nun juga megandung 3 (tiga) nilai tersebut secara tersirat.