Catatan di bawah ini  merupakan sebagian dari hasil penelitian saya yang tidak dimasukan dalam karya (tesis) saya maupun publikasi ilmiah. Menurut saya mubazir rasanya apabila informasi ini tidak disampaikan kemasyarakat luas, apalagi jika menjadi manfaat di masa akan datang baik untuk para akademisi dan/atau praktisi yang berkaitan dengan hal di bawah. Apabila ada hal-hal yang dirasa kurang lengkap atau berbeda pandangan terhadap catatan di bawah ini dipersilahkan untuk memberikan masukan.
Emha Ainun Nadjib
Setiap manusia melalui proses panjang sebelum menjadi seorang figur yang berpengaruh. Terutama menjadi figur pemimpin. Proses tersebut bisa melalui kehidupan sosial dan juga melalui pendidikan, baik itu formal maupun informal.
Salah seorang figur yang layak diperhatikan adalah Emha Ainn Naidjin (Cak Nun) yang sekarang memimpin kelompok musik Kiai Kanjeng. Menjadi pemimpin dalam kelompok musik Kiai Kanjeng dari awal berdiri hingga sekarang bukanlah hal yang mudah atau begitu saja terjadi. Karena hal itu, maka penulis akan memaparkan secara sederhana tentang riwayat hidup Cak Nun.
   Masa Kecil Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) lahir pada rabu legi, 27 Mei 1953 di desa Mentero (biasa disebut desa Santri), Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lahir dan tumbuh besar di desa dengan lingkungan sosial yang kuat serta religius, Emha  Ainun Nadjib hidup  sederhana, bersahaja dan arif.Hal tersebut dimanfaatkan Cak Nun sebagai modal untuk mengembangkan diri. Dalam buku Jalan Sunyi, ia mengatakan :
"Saya belajar banyak dari orang desa yang berhati petani. Mereka hanya makan ayng ditanam, meenuai hasil berdasarkan kewajaran kerja, menjadikan kerja sebagai orientasi hidup.... Saya benar-benar cemburu pada kualitas hidup mereka.
   Pendidikan dan Karir Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib adalah orang yang menjunjung tinggi aturan semenjak masih mengenyam Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut terbukti ketika ia protes kepada salah seorang guru yang terlambat datang untuk mengajar. Kemudian sang guru mengelilingi lapangan sekolah sembari menggendong sepeda Emha Ainun Nadjib (Nadjib, 2015).
Setelah menamatkan Sekolah Dasar (SD), Emha melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Gontor, yaitu sebuah lembaga pendidikan Islam yang dikenal progresif. Emha hanya bertahan sekitar 2,5 tahun (dua tahun setengah) karena dikeluarkan Pesantren itu sendiri. Alasan dari dikeluarkan Emha dari Pesantren adalah dikarenakan aksi protesnya kepada sistem Pesantren itu sendiri yang dianggap tidak adil (Salam dkk, 2014).
Walaupun Emha tidak menyelesaikan  kesantriannya, namun baginya pengalaman selama di Pesantern tersebut cukup berkesan. Hal tersebut dapat diamatai pada karya-karya tulisannya yang sering menonjolkan tema-tema sosial dalam bingkai tasawuf yang sastrawi (Salam dkk, 2014).
Setelah keluar dari Pesantern Gontor, Emha pindah ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi SLTA-nya di SMA 1 Muhammadiyah. Setamat SMA 1 Muhammadiyah, Emha melanjutkan pendidikan formalnya di Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada (UGM). Namun beliau berkuliah hanya kurang lebih 4 (empat) bulan dan memilih untuk tidak melanjutkan studi tersebut.Â