Mohon tunggu...
Tagor Ihsan
Tagor Ihsan Mohon Tunggu... -

ASN yang ngeblog

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rencana Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia

11 Mei 2017   17:01 Diperbarui: 11 Mei 2017   17:22 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana Pembubaran HTI ?

Iseng-iseng buka akun Facebook saya, sambil skip bahkan scroll dengan cepat timeline yang isinya postingan tentang kasus AHOK melulu. Tanpa sengaja saya membaca status yang menarik yang ditulis oleh senior saya, begini :

“Sebagai warga negara, saya lebih takut kepada sekian banyak kelompok sipil yang berseragam mirip loreng dibandingkan apa yang baru saja kau bubarkan” 

Tulisan status senior saya tersebut ditanggapi secara sehat oleh rekannya :

“Banyak memang kelompok sipil yang berseragam mirip loreng ini, misalnya Banser, atau ormas-ormas yang berafiliasi dengan partai politik, dulu juga ada menwa (Resimen Mahasiswa-red) di kampus, dsb. Dan yang baru dibubarkan (atau akan dibubarkan) sepertinya HTI (Hizbut Tahrir Indonesia-red).

Menurut saya, kalau soal ketakutan atau kekhawatiran, jangankan terhadap kelompok-kelompok sipil yang agak militeristik, kelompok ekstrim kanan, ekstrim kiri, kelompok netral yang cari aman (sebut saja semua yang berlebih-lebihan), ada juga yang sebetulnya yang tidak kalah menghawatirkan, yakni kelompok yang diberikan kekuasaan sah oleh negara.

Organisasi kekuasaan negara, eksekutif, legislatif, yudikatif, semua alat kelengkapan negara yang sah yang bertugas menjalankan tugas dan wewenangnya, orang-orang di dalamnya ada membawa senjata yang pembeliannya juga menggunakan uang rakyat. Ada yang ditugaskan membuat undang-undang. Ada yang ditugaskan menarik pajak, ada yang bertugas menjaga ketertiban hukum, ada juga yang disebut sebagai wakil Tuhan di dunia, yang seringkali dikritik sedikit saja, marahnya minta ampun, seperti orang paling teraniaya sedunia.

Kekuasaan yang mereka (kita) punya, mudah sekali diselewengkan. Yang seharusnya digunakan untuk melindungi kemanusiaan, malah digunakan untuk menginjak-injak kemanusiaan. Yang harusnya digunakan untuk mensejahterakan negara, malah dipakai untuk menumpuk kekayaan pribadi.

Apakah Bapak punya kekhawatiran yang sama kepada semua ketidak teraturan yang sedang terjadi?

Kalau seandainya HTI tidak perlu dibubarkan hanya karena penyebaran gagasan atau pemikiran tidak perlu ditanggapi dengan represif, maka penyebaran ideologi lainpun oleh organisasi lain, kelompok lain sebenarnya tidak perlu ditanggapi secara berlebihan ?

Bagaimana menurut Bapak?”

————————————————————————————-

Kemudian ditanggapi lagi oleh senior saya :

“Sejujurnya saya tidak banyak tahu tentang HTI. Mungkin sebatas mengenal dan pernah membaca buku Taqyuddin Annabhani tentang perbankan Islam dan tulisan Ismail Yusanto mengenai beberapa kealpaan demokrasi. Selain itu, tentu saya sering mendengar konsep khilafah yang disuarakan HTI. Kan apapun makannya, khilafah solusinya. Begitulah selama ini yang saya dengar dari HTI.

Selain secuil pengetahuan saya itu, sejak mahasiswa saya juga lumayan berinteraksi dengan aktivis HTI. 6 tahun saya kuliah, HTI begitu-begitu saja. Kalah bersaing sama HMI, PMII, dan IMM, juga KAMMI dan HMI MPO. Bahkan, banyak kadernya yang saya HMI-kan .

Jujur saya menilai bahwa aktivis HTI yang saya kenal selama ini sangat santun dan tidak pernah terlibat dalam bentrokan fisik. Medannya benar-benar hanya dalam area gagasan yang intinya menolak demokrasi dan mengusulkan khilafah. Bagi saya, itu tidak menimbulkan kekhawatiran. Sebab, banyak alasan dalam fikiran saya bahwa untuk mengatakan demokrasi punya kegagalan, iya. Tapi khilafah sebagai solusi, kayaknya sangat berat, bahkan seolah utopis.

Nah, sesuatu yang bagi saya hanyalah gagasan ideal yg mungkin utopis, tapi dalam realitasnya bisa membentuk manusia yang santun dan rajin berdiskusi, no problem dan sangat tidak mengkhawatirkan.

Oh ya, dari sisi penampilan, aktivis HTI memang mirip dengan aktivis beberapa organisasi islam lainnya. Jadi, sekadar catatan pula bagi kita, jangan sampe meng-HTI-kan semua yang cingkrang dan berjenggot.

————————————————————————————-

Tentunya kita sudah mendengar atau membaca berita tentang rencana pemerintah (disampaikan oleh Menkopolkam) yang akan mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia.

Langkah hukum yang diambil pemerintah yaitu melalui jalur pengadilan. Menanggapi hal tersebut Mahkamah Agung (disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI) menyatakan Mahkamah Agung (MA) tidak keberatan dan menunggu upaya pemerintah mengajukan perkara tersebut pengadilan.

“Pada prinsipnya kami pengadilan menerima pengajuan, memeriksa perkara dan memutuskan perkara”

“Masalahnya apakah akan diputus hakim dikabulkan atau tidak, itu adalah kewenangan majelis hakim nanti yang menyidangkan.”

Status Hukum HTI

Menteri Dalam Negeri mengatakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak lagi terdaftar di kementeriannya sejak 2012. Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri memang pernah mengeluarkan Surat Keterangan Terdaftar untuk HTI pada 2006, tetapi tetapi setelah habis masa berlakunya pada tahun 2012 tidak diperpanjang. Mendagri mengungkapkan alasan pihaknya tidak memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar kepada HTI karena organisasi tersebut berusaha menerapkan sistem khilafah. Karena Surat Keterangan Terdaftar tak diperpanjang, HTI kemudian mendaftar ke Kementerian Hukum dan HAM dan diterima pada 2014. Akhirnya mereka mengubah nama menjadi Perkumpulan HTI.

Ya, HTI yang diakui Negara saat ini bernama “Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia” sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia NO: AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia. Surat Keputusan Kementrian Hukum dan HAM tersebut disahkan pada tanggal 2 juli 2014 dan mulai berlaku tanggal itu juga.

Sehingga sejak 2 Juli 2014 sampai dengan saat ini, Perkumpulan HTI merupakan Ormas berbadan hukum dengan lingkup nasional.

Kegiatan yang Dilarang Dilakukan oleh Ormas (Pasal 59 UU NO. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan)

Ormas dilarang:

  1. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
  2. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
  3. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
  5. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau mengumpulkan dana untuk partai politik.
  7. Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Terkait poin 7, di penjelasan Undang-Undang Pasal 59 (4) tertulis : Yang dimaksud dengan„‟ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila‟‟ adalah ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme.

Sanksi Administratif

Pemerintah sebenarnya dapat menjatuhkan sanksi administratif sesuai pasal 61 juncto pasal 64, berupa surat peringatan tertulis kesatu, kedua, dan ketiga. Apabila ormas tidak mematuhi surat peringatan, maka pemerintah dapat menjatuhkan sanksi berupa penghentian bantuan dan/atau hibah; dan/atau penghentian sementara kegiatan.

Namun berdasarkan Pasal 65, (1)  Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional, Pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung. (2)  Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan.

Berlanjut ke Pasal 68 

(1)  Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum.

(2)  Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum.

(3)  Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Lanjut ke Pasal 70 

(1) Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

(2)  Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai dengan tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat pendaftaran permohonan pembubaran sesuai dengan tanggal pengajuan.

(3)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(4)  Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat diterima.

Kesimpulan

Pemerintah dapat mengajukan upaya hukum permohonan pembubaran Perkumpulan HTI ke Pengadilan setelah Kemenkumham mengajukan permohonan tertulis ke Kejaksaan (Jaksa akan mewakili Pemerintah di persidangan). Dan Kejaksaan lah yang mengajukan permohonan pembubaran Ormas kepada Ketua Pengadilan Negeri. Namun permohonan harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah, apabila tidak, maka permohonan tidak dapat diterima.

Pertanyaannya apakah Pemerintah sudah pernah secara nyata dan tertulis menjatuhkan sanksi administratif kepada Perkumpulan HTI?

Mendagri menyatakan Kemendagri sudah banyak memberikan peringatan kepada HTI.

Berbeda dengan Mendagri, Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri Soedarmo menganggap bahwa pemerintah tak perlu mengeluarkan surat peringatan (SP) untuk pembubaran dan pelarangan kegiatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Soedarmo beralasan, karena penolakan gerakan HTI sudah begitu masif di daerah-daerah. Sehingga, pengiriman surat peringatan bisa dikesampingkan.

“Ini kan masuk kaya semacam lex spesialis. Sekarang ini kan sudah mengarah pada konflik horizontal. Karena daerah sudah melakukan penolakan-penolakan terhadap kegiatan HTI,” tegas dia di kantornya, Jakarta, Selasa (9/5/2017)

Sedangkan Menko Polkumham menuturkan bahwa dalam waktu dekat pemerintah akan mengirimkan surat peringatan kepada HTI sebelum mengajukan permohonan pembubaran ke pengadilan.

“Ya nanti (mengirim surat peringatan), tidak bisa satu dua hari selesai,” kata Wiranto saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (10/5/2017).

Jika benar “Pemerintah” telah memberi surat peringatan, belum jelas bagi saya, instansi mana yang telah memberi surat peringatan tersebut. Dan instansi mana yang “berwenang” memberi surat peringatan tersebut. Apakah Kemedagri? Ataukah Kemenkumham (karena terakhir perkumpulan HTI sebagai badan hukum terdaftar di Kemenkumham)?

Sedangkan Peringatan Tertulis diberikan secara berjenjang dan setiap peringatan tertulis tersebut berlaku dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. (pasal 61 ayat 2).

Jika merujuk “…..diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Maka Kemenkumham lah yang berwenang, namun belum jelas juga apakah Kemenkumham sudah pernah memberikan surat peringatan tersebut.

Bahkan Pemerintah, sepengetahuan saya, belum pernah menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan kepada Perkumpulan HTI, baik dengan maupun tanpa pertimbangan pengadilan.

Di sisi lain HTI mengklaim tidak pernah menerima surat peringatan apapun dari pemerintah. Organisasi Islam itu membantah pernyataan pemerintah yang mengatakan telah beberapa kali menerbitkan surat peringatan untuk HTI.

“Tidak ada, kami tidak pernah menerima surat peringatan. Baik surat peringatan satu, dua, apalagi tiga,” ujar Juru Bicara HTI Ismail Yusanto usai bertemu dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/5).

Yah secara pribadi, selama ini, saya sering mendengar atau membaca berita tentang HTI, namun saya juga belum merasakan bahwa HTI mengganggu keamanan Negara, padahal menurut hasil googling yang saya baca, HTI telah masuk Indonesia sejak tahun 1980an. Yah walaupun ada banyak pendapat yang menyatakan HTI sebagai “embrio” suatu gerakan politik bukan hanya dakwah agama, yang  ingin mengganti ideologi Pancasila serta akan merusak keamanan Negara, dan banyak Negara yang sudah melarang Hizbut Tahrir, dsb. Di sisi lain, apakah ini hanya pengalihan isu kasus AHOK, yang tampak terburu-buru? Entah dasar hukum apa selain UU No. 17 Tahun 2013 yang akan digunakan Pemerintah. Kita tunggu kelanjutannya, apakah Pemerintah benar-benar akan mengajukan permohonan pembubaran Perkumpulan HTI ke Pengadilan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun