Mohon tunggu...
Taffael Musyaffa
Taffael Musyaffa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa FISIP UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

16 November 2022   01:58 Diperbarui: 16 November 2022   19:43 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gender merupakan unsur sosial yang melibatkan jenis kelamin; laki-laki dan perempuan. sepanjang sejarah manusia, jenis kelamin sebenarnya terstratifikasi oleh manusia itu sendiri. hal tersebut terjadi karena berbagai aspek, misal naluri hukum rimba (yang kuat maka berkuasa), stigma dan stereotip, pemahaman manusia atas agamanya, dan lain sebagainya.

Pada buku yang akan menjadi pembahasan kali ini , yaitu "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" karya Neng Dara Affiah, bagaimana peran perempuan dalam dunia sosial dijelaskan melalui perspektif tokoh & pemimpin perempuan juga  sudut pandang agama yang sejatinya 'netral' terhadap manusia tanpa peduli apa dan siapa manusia tersebut. 

Islam dan Kepemimpinan Perempuan

Dahulu, ketika perempuan masih dianggap sebelah mata dan dicap sebagai manusia 'pelengkap' bagi laki-laki, khususnya di tanah Arab, mereka diperlakukan secara diskriminatif. Berbagai hal yang seharusnya tidak dilakukan kepada manusia bahkan makhluk hidup dialami perempuan kala itu.

Penulis berpendapat bahwa penting untuk membentuk pemimpin perempuan Islam sebanyak mungkin, dengan cara; 1) sejak kecil, pola pendidikan watak kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan tidak dibeda-bedakan. 2) anak perempuan dan laki-laki berhak mengakses apa saja sepanjang itu membuat diri mereka berkembang. 3) memberikan kebebasan untuk memilih sesuai pilihan nuraninya. 4) melatih perempuan jatuh bangun dengan pilihannya. 5) menghindari pengerangkengan perempuan dalam sangkar emas atas nama perlindungan.

Terdapat juga modal perempuan hingga menjadi pemimpin dan kendalanya. Seorang pemimpin perempuan dalam peraturan Islam hampir pasti ada hubungannya dengan nama-nama besar yang berkaitan dengan ayah/suami mereka. 

Neng Dara Affiah dalam buku tersebut menjelaskan bahwa masyarakat feodal tradisional menentukan kepemimpinan yang didasari oleh kharisma dan keturunan, diikuti dengan contohnya. Kendala perempuan untuk menjadi pemimpin dalam Islam adalah ayat Al Quran yang dimaknai laki-laki adalah pemimpin atau penguasa. 

Namun, penulis berargumen bahwa yang harus diperdebatkan bukanlah ayat tersebut, melainkan alam bawah sadar kolektif laki-laki yang egonya merasa tabu jika dipimpin oleh sorang perempuan. Penulis menegaskan bahwa ayat bisa dimanipulasi menjadi tameng kepentingan ego penafsirnya.

Buku ini memaparkan aspek lain yang dapat membuat perempuan unggul dalam hal memimpin. Berdasarkan analisis Dr. Onghokham mengenai fenomena kepemimpinan Megawati, penulis berpendapat bahwa pemimpin yang dirindukan masyarakat adalah sosok yang memiliki sifat keibuan (pengayom), dibanding (yang menerapkan) pola bapakisme yang ia pandang mengedepankan sikap otoriter, hierarkis, penakluk, dan represif yang diterapkan rezim sebelumnya. 

Penulis juga memberikan contoh-contoh pemimpin perempuan dan bagaimana mereka mendapatkan dukungan rakyatnya pada negara-negara lainnya. Sampai pada kesimpulan bahwa independensi, kekuatan visi, dan integritas pribadi merupakan faktor yang amat vital bagi seorang pemimpin. Baik laki-laki maupun perempuan.

Terdapat paling tidak tiga persoalan mengapa isu gender dalam kepemimpinan nasional ini mencuat ke permukaan. Pertama, kekecewaan terhadap kualitas diri dan keraguan pada visi Megawati. Kedua, penentangan yang didasarkan pada pijakan teologis. Ketiga, stereotip yang mengatakan bahwa perempuan adalah manusia lemah.  Yang dijelaskan dari mengapa dan apa yang seharusnya dilakukan pada politik nasional

Dunia politik memiliki kesan yang keras dan kotor. Yang mana menurut penulis, politik menjadi kotor ketika para aktor politik mencampuradukkan kepentingan bangsa dengan kepentingan pribadi atau golongannya. Penulis merasa politik yang dianggap kotor itu bisa jadi dikarenakan kita yang sudah lama hidup dalam alam yang  a politis. Yang dimaknai penulis; kita sekian lamanya dianjurkan untuk menjadi orang 'baik-baik' saja. 

Islam dan Seksualitas Perempuan

Pernikahan adalah hal sakral yang menurut tafsir agama-agama, salah satu fungsinya adalah menciptakan ketenteraman dan kedamaian di antara dua anak manusia; laki-laki dan perempuan pada suatu ikrar atau janji suci atas nama Tuhan. Namun, penulis beranggapan bahwa untuk menciptakan ketenteraman tersebut, tafsir agama cenderung menempatkan perempuan pada ranah domestik yang digambarkan penulis dengan memelihara anak dan mendampingi suami. 

Tafsir-tafsir agama seperti Islam dan Katolik (yang dicontohkan penulis) lah yang  kemudian membuat posisi perempuan hanya direduksi perannya sebagai ibu dan istri, tidak sebagai manusia utuh yang memiliki otonomi atas kemerdekaan dan kebebasan atas dirinya serta peran yang ingin dimainkannya.

Pernikahan, dalam pandangan agama memiliki salah satu syarat yaitu menikah dengan yang agamanya sama. Sampai terdapat perbedaan pandangan di kalangan ahli agama Islam mengenai diperbolehkannya laki-laki Islam kawin dengan perempuan yang bukan Islam yang dikarenakan suami diharapkan bisa mewarnai kehidupan rumah tangganya dengan mengajak istri dan anak-anaknya memeluk agama Islam. menurut penulis, hal tersebut disebabkan istri dianggap mudah dipengaruhi dan mudah goyah.

Buku ini kemudian membahas masalah poligami di dunia Islam dan Indonesia. Pertama penulis menjelaskan sistem perkawinan dalam tradisi Arab pra-Islam. Yang mana lazim pada saat itu bagi seorang perempuan untuk melakukan poliandri atau bersuami lebih dari satu.

kemudian poligami pada masa Islam awal. Awal mulanya adalah setelah kekalahan pasukan muslim pada perang Uhud yang menyebabkan banyaknya pasukan muslimin yang gugur sehingga meninggalkan janda dan anak-anak yatim.  Penulis kemudian menjelaskan apa saja persoalan yang kemudian membuat pernikahan poligami sebagai pemecah masalah pada saat itu. Namun sayangnya, praktik poligami yang mulanya memiliki 'persyaratan-persyaratan' kemudian dilakukan orang dengan hanya memikirkan hasratnya seorang saja.

Di Indonesia, praktik poligami banyak dilakukan. yang menurut penulis, hal tersebut dikarenakan perempuan dipandang memiliki 'cacat' dan 'kekurangan'. Hal tersebut dipertanyakan penulis melalui argumen kemanusiaan. Penulis kemudian menjelaskan dampak negatif dari poligami baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Buku ini juga membahas jilbab yang dimaknai sebangai pakaian yang menutupi tubuh (aurat) perempuan. Penulis menjelaskan bagaimana awal mula jilbab menjadi sebuah kewajiban bagi muslimah dan tujuan dipergunakannya hijab yang tidak lain adalah menjaga kehormatan dan kesucian wanita. Dijelaskan juga mengenai fenomena jilbab di Indonesia, mulai dari awal mula, pelarangan, lokalisasi, sampai politisasi jilbab.

Buku ini juga memaparkan pemikiran Ziba Mir-Hosseini, seorang antropolog yang mengkhususkan diri dalam hukum Islam, gender, dan pembangunan. Penulis menjabarkannya ke dalam sub bab hukum Islam dan modernitas, hukum keluarga dan negara-negara modern, dan lain-lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun