Pembinaan guru lewat berbagai kegiatan pelatihan atau penataran guru yang hingga kini dilakukan dengan cara asal -asalan, karena mengalami distorsi dan disorientasi dalam melaksanakan kegiatan -kegiatan itu. Seharusnya untuk peningkatan ilmu, ketrampilan dan perubahan sikap dan mindset, yang terjadi adalah mengejar uang saja. Kegiatan peningkatan kualitas menjadi berbasis proyek.
Masalah yang juga klasik adalah Kemampuan guru memahami kurikulum Merdeka masih belum cukup, begitu pula dengan konsep merdeka belajar. Apalagi ini adalah konsep atau resep obat yang masih baru. Resep yang masih belum teruji keampuhannya. Walaupun, selama ini Kemendikbudristek  sudah bergerak cepat meluncurkan gagasan baru itu,  yang disebut dengan  kurikulum merdeka yang kemudian pada Desember 2019, gagasan itu menjadi pemberitaan di banyak media masa, namun belum semua faham dengan resep atau konsep Kurikulum Merdeka dan Merdeka belajar itu. Padahal, membangun pemahaman semua pemangku kebijakan dan pelaku pendidikan, harus memahami resep tersebut, agar dalam pelaksanaan di lapangan tidak seperti  praktik salah obat.
Pokoknya, sebelum melibatkan partisipasi banyak pihak, hal yang harus kita samakan dan luruskan adalah pemahaman kita.
Samakan dahulu, apa yang dimaksudkan dengan "Merdeka  Belajar" itu. Ini penting agar dalam semua proses implementasi tidak bias dan salah kaprah.
Semua pihak perlu meluruskan atau menyamakan persepsi. Ya, para pelaksana di berbagai level, Pemerintah Daerah,  Kepala - kepala Dinas Pendidikan  di tingkat Provinsi dan Kabupetan/ kota, beserta praktisi pendidikan, yakni guru atau pendidik, serta peserta didik dan orang tua. Oleh sebab itu, selayaknya kita bertanya, apakah semua pihak sudah memahami  atau memaknai apa gerangan Merdeka Belajar tersebut?
Hal ini perlu, karena mustahil kita bisa melakukan atau mempraktikkan merdeka belajar tanpa semua pihak faham dengan benar tentang merdeka belajar tersebut. Mungkinkah kita melakukan merdeka belajar tanpa murid dan guru diajari merdeka belajar?
Kemendikbudristek memang telah memberikan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka  yang diklaim lebih unggul dari kurikulum sebelumnya.  Walau Keunggulannya seperti disebutkan oleh Pemilik konsep, Kemendikbudristek, lebih sederhana, mudah difahami dan diimplementasikan, fokus kepada kompetensi dan karakter, fleksibel, selaras dan lebih berpuasa kepada murid, belum tentu semua guru sudah mampu menerjemahkan konsep tersebut.
Memang  bagus bahwa akhir-akhir ini semakin banyak media yang mengulas tentang kurikulum Merdeka dan Merdeka belajar. Ya, media-media itu memberitakan konsep baru Menteri Pendidikan kebudayaan dan Ristek ini.  Sang Menteri memberlakukan kurikulum Merdeka dengan diikuti strategi  yang tepat untuk membangun pemahaman semua pihak. Ini penting, karena strategi yang dijalankan, diambil diawali dengan menyiapkan kurikulum merdeka sebagai pedoman bagi semua satuan pendidikan di Indonesia.
Seperti halnya Nadiem Makarim  pada hari Guru Nasional, 26 November 2019 lalu tlah menjelaskan bahwa apa yang dimaksud dengan Merdeka Belajar, adalah unit pendidikan, seperti sekolah, guru-guru dan muridnya mempunyai kebebasan untuk berinovasi dan kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Sekali lagi, berapa banyak guru yang benar-benar memahami konsep ini? Idealnya guru-guru yang berada di garda depan sudah cukup paham dengan kurikulum Merdeka dan juga Merdeka Mengajar itu.
Sebab, ketika Merdeka belajar ingin memberikan kebebasan untuk berinovasi dan kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif, pertanyaan kita adalah apakah guru-guru kita saat ini sudah merdeka?
Hal yang juga penting diketahui adalah berapa lama berlakunya kurikulum Merdeka, belajar Merdeka, Guru penggerak im?  Pertanyaan ini muncul karena belajar pada pengalaman masa lalu.  Kita khawatir bola  kurikulum Merdeka dan Resep Merdeka belajar ini akan berlangsung selama sang Menteri masih menjadi menteri. Setelah  itu?  Ingat, jangan kelak kurikulum ini kurikulum salah obat, karena tidak menjawab akar masalah pendidikan kita. Mari kita jawab bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H