Oleh Tabrani Yunis
 Ramadhan ini tidak samaÂ
Ramadhan ini tidak sama, karena berbedaÂ
Ramadhan ini ada yang salat tarawih berjamaah di masjid, ada yang di rumah saja.Â
Ramadhan ini tidak sama dan berbedaÂ
Ramadhan ini boleh bedaÂ
Ramadhan ini saf boleh ada antara
 Ramadhan ini tidak sama
 Ramadhan ini istimewa
 Ramadhan berselimut corona
 Ramadhan di tengah bencana
 Ramadhan di bawah ancaman nyawa
 Ramadhan yang berbeda
 Ramadhan ini tidak sama dan berbedaÂ
Ramadhan ini beda rasaÂ
Ramadhan dalam badai coronaÂ
Mencabik-cabik asaÂ
Memporak-poranda kegaduhan duniaÂ
Meredam angkara murkaÂ
Manusia-manusia penguasa duniaÂ
Ramadhan ini tidak seperti Ramadhan sebelumnya
 Ramadhan di tengah Corona mencabik-cabik hidup kita
 Semoga kelak kembali sama
Ramadhan ini, seperti diekspresikan dalam untaian kata di atas, adalah masa yang penuh dengan kesulitan, terkait belum meredanya penyebaran virus corona atau sekarang disebut dengan Covid 19. Tak dapat dipungkiri bahwa sejak berjangkitnya virus Corona ( Covid 19) di Wuhan, Cina pada Desember 2019, masyarakat dunia hingga kini kalangkabut dibuatnya.Â
Betapa tidak, virus yang menyebar secara global ini, yang telah ditetapkan oleh WHO sebagai pandemic global ini, telah menimbulkan rasa takut yang luar biasa pada setiap orang di dunia. Ketakutan tersebut cukup beralasan, karena virus corona merupakan virus yang sangat cepat menyebar dari orang ke orang yang berujung dengan kematian. Buktinya, sudah sangat banyak  orang di lebih dari 100 negara terjangkit atau terifeksi corona.Â
Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com, edisi 24/04/2020  bahwa  jumlah pasien terinfeksi corona di dunia, hingga Jumat (24/4/2020) pukul 16.06 WIB mencapai 2.734.538 kasus. Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, jumlah itu bertambah lebih dari 86.000 kasus. Pasalnya, pada Kamis (23/4/2020) pukul 16.04 WIB jumlah pasien Covid-19 yang dikonfirmasi secara global adalah 2.647.349 kasus.Â
Dari 2,73 juta orang yang positif terinfeksi Covid-19, 191.231 pasien meninggal dunia dan 751.450 dinyatakan sembuh. Terdapat 210 negara dan wilayah di seluruh dunia yang telah melaporkan Covid-19. Selain itu, pandemi juga menyebar di dua transportasi angkut Internasional, yakni Diamond Princess yang bersandar di Yokohama, Jepang dan Kapal pesiar MS Zaandam Holland America.
 Di  Indonesia jumlah kasus penularan juga terus cendrung meningkat. Menurut data pemerintah  di webnya www.covid19.go.id per 24 April 2020, ada 8.607 dengan penambah 396 kasus dimana yang  masih dirawat sebanyak 6.845 pasien, 720 orang meninggal dan 1.042 orang dinyatakan sembuh.Â
Daerah Ibu kota Jakarta merupakan wilayah yang jumlah positif corona yang paling banyak, yakni 3.684 kasus. Â Sungguh dahsyat sekali penyebaran dan akibat yang diakibatkan oleh virus corona ini. Dahsyatnya penyebaran dan akibat dari penyebaran corona ini, membuat semua orang di dunia berada dalam ketakutan. Ketakutan yang mengharuskan manusia atau orang-orang melakukan upaya menghindari diri dari ancaman kematian akibat terinfeksi Covid 19 ini.Â
Maka, WHO dan setiap Negara mengeluarkan protocol pencegahan dan penagangan Covid 19. Ada sejumlah Negara yang melakukan lockdown dan ada pula yang tidak menggunakan pendekatan itu, karena konsekwensinya terhadap tanggung jawab anggaran untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Juga karena dianggap belum parah dan sebagainya.Â
Paling tidak, Â Indonesia, terutama di Jakarta, pemerintah DKI Jakarta telah menerapkan PSBB sebagai upaya untuk memutuskan rantai penyebaran Covid 19 tersebut. Bukan hanya Jakarta, kini juga diikuti oleh Jawa Barat, yang meliputi beberapa Kabupaten. Juga di Makassar, Sulawesi Selatan dan dilanjutkan dengan Surabaya.Â
Sementara provinsi lain, belum menerapkan PSBB, karena alasan-alasan tertentu. Bahkan di Aceh yang juga telah memiliki 8 kasus positif corona pernah selama beberapa hari menerapkan jam malam yang membatasi masyarakat untuk tidak keluar rumah.Â
Pokoknya, berbagai macam kebijakan pemerintah dalam bentuk protocol pencegahan Covid 19 yang sudah dikeluarkan pemerintah hingga saat ini. Bahkan protocol beribadah puasa bagi  umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan pun ada.  Ya, sudah banyak sekali anjuran dan larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah sejak merebaknya virus corona di tanah air.Â
Stay at home, adalah anjuran yang sangat popular selama masa merebaknya wabah Covid 19, selain anjuran lain mencuci tangan, social distancing, physical distancing dan lain-lain yang merupakan tidakan preventif untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Di mana-mana orang menyebutkan dan menyuruh agar semua masyarakat bersembunyi di rumah saja, hingga bekerja dari rumah dan belajar di rumah yang wujudnya adalah diliburkan aktivitas perkantoran, sekolah bahkan sampai pembatasan pada kegiatan ibadah.Â
Nah, anjuran di rumah saja (stay at home)  menjadi pilihan berat, karena ketika semua berada di rumah, pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan di luar rumah tidak bisa dilakukan dan otomatis menimbulkan  banyak masalah di tengah masyarakat. Berdiam di rumah di satu sisi banyak manfaatnya dan merupakan jalan selamat dari wabah covid 19, namun menjadi musibah apabila kebutuhan hidup sehari-hari tidak ada. Sehingga ada yang bertanya, pilih yang mana, terinfeksi corona atau lapar di rumah? Ini menjadi pilihan berat dan sulit, ibarat memakan buah simalakama.Â
Pemberlakuan PSBB di Jakarta misalnya, menyebabkan banyak orang yang kalang-kabut, bukan hanya orang-orang fakir miskin, tuna wisma, atau para pemulung yang hidup mereka menggelandang di belantara kota Jakarta, tetapi juga membuat orang-orang kaya, pengusaha-pengusaha besar terjerembab dalam kerugian, karena bisnis mereka tidak jalan. Pabrik-pabrik industry, mall dan pusat-pusat perdagangan diguncang begitu berat oleh Corona.Â
Ternyata gegap gempita corona begitu dahsyat. Padahal, dalam pengalaman kita selama ini, seperti halnya apa yang dialami oleh kebanyakan masyarakat Aceh pada masa konflik Aceh yang berkepanjangan, jumlah korban di Aceh jauh lebih besar dibandingkan korban corona saat ini. Begitu pula dahsyatnya peristiwa tsunami yang mengorbankan lebih dari 200.000 jiwa, ditambah dengan kehancuran harta benda, namun suasananya memang sangat berbeda.Â
Kini, anjuran agar semua orang tetap di rumah saja, atau stay at home saja sudah membuat masyarakat di semua Negara kalang kabut. Banyak orang yang merasa semakin tidak betah berada di rumah, walau sering kita dengar ungkapan home sweet home, atau going east and west, but home is the best, ternyata tidak demikian. Mengapa demikian? Jawabannya, karena ini memang berbeda. Stay at home yang ini, tidak seperti kata pepatah Inggris, karena stay at home ini bukan dilandasi oleh rasa suka atau keinginan, tetapi karena terpaksa. Ya terpaksa keadaan atau situasi yang mengancam kesehatan jiwa.Â
Orang-orang akan banyak yang stress, karena tidak bisa bertahan di rumah terus. Maka, ketika pemerintah mengeluarkan berbagai larangan yang membatasi gerak langkah masyarakat, banyak yang menolak atau mencari cara untuk tetap keluar rumah. Â Padahal, seperti kata Doni Mardono, Kepala GTPPC bahwa cepat atau lambatnya pandemic Covid 19 ini tergantung pada tingkat kepatuhan kita dalam melaksanakan protocol kesehatan.Â
Selayaknya kita patuhi semua protocol dan kebijakan yang telah dikeluarkan atau dibuat oleh pemerintah, sembari kita mencari jalan mengatasi masalah-masalah yang muncul sebagai akibat dari pemaksaan kita agar tetap di rumah saja. Insya Allah, bila ada usaha yang diiringi doa kepada Allah, akan selalu ada jalan keluarnya. Yang harus kita ingat bahwa selalu ada hikmah di balik bencana ini. Semoga Ramadhan ini, Corona sudah berhenti. Amin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI