Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agar Anak-anak Tidak Melupakan Sejarah

6 Desember 2019   07:13 Diperbarui: 6 Desember 2019   10:16 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Oleh Tabrani Yunis 

Sebenarnya, niat untuk menulis tulisan ini adalah langsung setelah penulis usai menjadi narasumber pada kegiatan Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) yang bertajuk " Buku Sejarah Untuk Anak-Anak" yang diselenggarakan di hotel Permata hati, jalan Kereta Api, Meunasah Papeun, Aceh Besar pada tanggal 28 November 2019.

Ya, niat hati, memang sepulang dari kegiatan tersebut, langsung menulis. Namun, apa boleh dikata, kala itu kondisi perut tidak stabil, karena terganggu rasa sakit, berangin, karena mencret alias diare. Bukan hanya hari itu terganggu, tetapi hingga saat menulis tulisan ini, kondisi perut masih terasa tidak nyaman.

Karena niat yang kuat, dalam kondisi yang agak terganggu pun tetap ditulis. Walau, tulisan ini  tertunda hingga beberapa hari, lamanya. Buktinya, barulah malam ini, tanggal 06 Desember 2019  niat menulis itu diwujudkan dengan mengingat kembali apa saja yang telah dicatat kala itu. 

Masih belum hilang dari ingatan, apalagi ada catatan-catatan kecil yang ditulis di notes handphone kala mengikut acara pembukaan kegiatan tersebut. Ya,  masih segar dalam ingatan akan apa dipaparkan oleh Dra. Irmayani, Kepala Bidang  Sejarah dan Nilai Budaya, Disbudpar, Aceh ketika membuka acara sehari tersebut.

Paling kurang, ada 3 alasan yang melandasi Dinas Pariwisata Aceh membuat buku sejarah bagi anak-anak ini serta melakukan kegiatan diskusi terfokus ini. Karena kegiatan FGD ini justru sebagai salah satu dari rangkaian penulisan buku sejarah untuk anak-anak, sebut Irmayani. Lebih lanjut , katanya lagi bahwa sesungguhnya, Kita di Aceh ini memiliki kekayaan sejarah dan dalam kurun waktu yang panjang, besar dan terkenal sejak abad ke 7.

Namun banyak sekali sejarah Aceh yang belum ketahui, bukan saja oleh kalangan anak-anak, tetapi juga kalangan orang dewasa. Apalagi bagi anak di era milenial dan era digital ini? Seperti kita ketahui bahwa generasi milenial yang konon hebat dan lihai dalam menggunakan teknologi, sudah banyak yang melupakan pelajaran sejarah.

Ditambah lagi yang namanya mata pelajaran sejarah, baik sejarah Indonesia, maupun sejarah dunia, sudah hilang karena disatukan dalam mata pelajaran IPS. Maka, dapat dipastikan bahwa banyak fakta sejarah yang tidak diketahui anak. Padahal, bangsa kita Indonesia memiliki kekayaan khasanah sejarah.

Begitu pula halnya dengan Provinsi Aceh dimana perjalanan sejarah Aceh sejak masa kejayaan kerajaan Aceh. Bayangkan saja, saat ini di Aceh terdapat lebih dari 770 situs sejarah. Jumlah itu bahkan merupakan jumlah yang baru terdata. Jadi, masih banyak sekali yang belum terdata. 

Hal lain yang juga menjadi landasan kuat untuk membuat buku cerita anak mengenai sejarah Aceh adalah minimnya pengetahuan anak tentang sejarah Aceh, belum atau kurang tersedianya bahan bacaan sejarah bagi anak-anak mendorong Dinas Pariwisata Aceh mengambil inisiatif untuk menyusun buku yang berkaitan dengan situs sejarah yang ada di kota Banda Aceh.

Selain itu, bila kita melihat pada sosok tokoh-tokoh pejuang Aceh yang dikenal oleh anak-anak, sepertinya hanya pada tokoh-tokoh pejuang Aceh yang sudah dinyatakan sebagai pahlawan nasional, seperti Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, Cut Meutia dan Laksamana Malahayati. Padahal, Aceh sesungguhnya memiliki banyak tokoh sejarah yang mereka selama ini seakan tenggelam dengan yang beberapa nama tokoh yang disebutkan di atas. 

Ya, masih sangat banyak tokoh pejuang Aceh yang belum diangkat dan diketahui oleh anak-anak. Idealnya semua tokoh pejuang atau pahlawan Aceh itu  diketahui atau dikenal anak. Namun, karena masih belum tergali dan terdata serta terpublikasikan dengan baik kepada anak, maka dikhawatirkan anak-anak Aceh, sudah tidak mengenal pahlawan-pahlawan atau pejuang Aceh.

Oleh sebab itu, selayaknya kita acung jempol dan berikan apresiasi kepada Dinas Pariwisata Aceh yang sudah berinisiasi menerbitkan buku cerita anak tentang situs-situs sejarah Aceh yang ada di kota Banda Aceh. 

Inisiatif menerbitkan buku bacaan sejarah sepuluh situs dengan cara cerita anak ini menjadi langkah yang layak ditiru oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dikatakan demikian, karena ketika kegiatan FGD yang dilakukan oleh Dinas pariwisata Provinsi Aceh pada hari Kamis 28 November 2019 lalu itu bisa menjadi penawar atau obat galau terhadap anak-anak Aceh yang secara sistemik melupakan sejarah dan kekayaan sejarah di Aceh.

Kegiatan yang menghadirkan sejumlah guru SD dan MIN beserta  kepala SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) se kota Banda Aceh ini menjadi semakin penting, karena ke depan diharapkan agar semua peserta yang hadir dalam diskusi terfokus tersebut bisa membangun semangat dan jiwa anak untuk mencintai sejarah daerah, suku, dan bangsanya. 

Penglibatan para guru dan juga beberapa kelapa sekolah dalam FGD tersebut, selain untuk memotivasi para guru dan kepala sekolah untuk membangun kreativitas diri menuliskan cerita-cerita serupa yakni cerita anak dengan isi atau content sejarah, juga sekaligus mengajak para guru dan kepala sekolah untuk mengajak anak-anak terlibat menuliskan cerita anak menurut versi anak-anak.

Caranya bisa dilakukan dengan melakukan karya wisata ke salah satu situs bersejarah, lalu setelah kunjungan tersebut mereka menuliskan pengalaman atau juga menceritakan secara tertulis tentang informasi atau pengetahuan apa saja yang mereka dapat dalam bentuk cerita.

Dengan demikian, anak akan mendapat pengalaman langsung, ketrampilan menulis dan sekaligus menjadi penyambung tali pengetahuan sejarah pada generasi mereka. Ini adalah salah satu cara agar anak-anak tidak lupa sejarah. Ingat pesan Soekarno, akan ungkapan Jasmerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun